Pernikahan sering dianggap sebagai ikatan suci yang didasarkan pada cinta dan komitmen antara dua individu. Namun, dalam perjalanan sejarah, terdapat fenomena yang dikenal sebagai "lavender marriage" yaitu pernikahan yang dilakukan untuk menutupi orientasi seksual salah satu atau kedua pasangan demi memenuhi norma sosial yang berlaku. Istilah ini pertama kali muncul pada awal abad ke-20 di Amerika Serikat, terutama di kalangan industri hiburan Hollywood.
Pada era 1920-an dan 1930-an, Hollywood menjadi pusat perhatian dunia dengan para aktor dan aktris yang kehidupannya selalu disorot publik. Namun, pada masa itu, orientasi seksual non-heteroseksual dianggap tabu dan dapat merusak karier seseorang. Untuk melindungi reputasi dan karier mereka, beberapa selebritas memilih untuk menikah secara "lavender" yaitu pernikahan yang secara publik tampak normal namun sebenarnya bertujuan untuk menyembunyikan orientasi seksual mereka.
Salah satu contoh terkenal adalah pernikahan antara aktor Rock Hudson dan sekretarisnya, Phyllis Gates, pada tahun 1955. Hudson, yang dikenal sebagai simbol maskulinitas, sebenarnya adalah gay. Pernikahannya dengan Gates dianggap sebagai upaya untuk menutupi orientasi seksualnya dari publik dan menjaga citra macho yang telah dibangun dalam karier filmnya.
Contoh lainnya adalah pernikahan antara aktris Judy Garland dan sutradara Vincente Minnelli. Meskipun tidak ada konfirmasi resmi mengenai orientasi seksual Minnelli, banyak spekulasi yang menyebutkan bahwa pernikahan mereka adalah bentuk lavender marriage untuk menutupi kehidupan pribadi Minnelli yang sebenarnya.
Fenomena lavender marriage tidak hanya terjadi di Hollywood. Di berbagai belahan dunia, terutama pada masa ketika homoseksualitas dianggap ilegal atau tidak diterima secara sosial, banyak individu yang memilih jalan ini untuk menghindari stigma dan diskriminasi. Pernikahan semacam ini memberikan perlindungan sosial dan memungkinkan individu tersebut untuk menjalani kehidupan yang lebih aman di mata masyarakat.
Namun, seiring berjalannya waktu dan perubahan pandangan sosial terhadap orientasi seksual, praktik lavender marriage mulai berkurang. Penerimaan terhadap komunitas LGBTQ+ yang semakin meningkat membuat individu tidak lagi merasa perlu menyembunyikan identitas mereka melalui pernikahan semu. Meskipun demikian, tekanan sosial dan budaya di beberapa tempat masih membuat fenomena ini tetap ada hingga kini.
Baru-baru ini, publik di Indonesia dikejutkan dengan berita gugatan cerai yang diajukan oleh penyanyi dan aktris Sherina Munaf terhadap suaminya, aktor Baskara Mahendra. Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dengan nomor 325/Pdt.G/2025 pada 16 Januari 2025, dan sidang perdana dijadwalkan pada 30 Januari 2025.
Dalam gugatan tersebut, Sherina tidak menuntut harta gana-gini, yang menunjukkan bahwa fokus utama adalah perceraian itu sendiri tanpa ada tuntutan materi tambahan.
Rumor mengenai lavender marriage dalam hubungan Sherina dan Baskara mulai beredar di media sosial dan berbagai platform gosip. Spekulasi ini muncul tanpa dasar yang jelas dan lebih banyak didorong oleh asumsi serta stereotip yang berkembang di masyarakat. Penting untuk dicatat bahwa hingga saat ini, tidak ada bukti konkret atau pernyataan resmi dari kedua belah pihak yang mendukung klaim tersebut.
Menarik untuk melihat bagaimana konsep lavender marriage yang berasal dari konteks sejarah berbeda kini digunakan dalam spekulasi mengenai kehidupan pribadi figur publik di Indonesia. Hal ini mencerminkan dinamika sosial dan budaya yang kompleks, di mana tekanan masyarakat dan ekspektasi terhadap norma tertentu masih mempengaruhi persepsi publik terhadap individu, terutama mereka yang berada di bawah sorotan media.