Lihat ke Halaman Asli

Apakah Covid-19 dapat Dijadikan Dasar Force Majeure?

Diperbarui: 13 Desember 2020   04:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di tengah-tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang melanda sebagian besar belahan dunia termasuk Indonesia, banyak sekali permasalahan-permasalahan yang mengikutinya. Masalah kesehatan, kebersihan, sosial, keamanan dan lain sebagainya datang menjadi satu paket bersama pandemi Covid-19 ini.

Tidak terkecuali masalah pada dunia hukum dan dunia usaha, hal tersebut karena keduanya memang memiliki kaitan yang sangat erat. 

Permasalahan hukum di dalam dunia usaha yang muncul di tengah pandemi Covid-19 adalah potensi pelaksanaan perjanjian kerja sama yang dapat berjalan secara tidak efektif sebagaimana dimuat dalam klausul perjanjian kerja sama yang sudah disepakati oleh para pihak.

Apalagi setelah berlakunya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran CoronaVirus Disease 2019 Covid-19 sebagai Bencana Nasional (Keppres Nomor 12 Tahun 2020) tanggal 13 April 2020 yang lalu.

Banyak sekali muncul pertanyaan apakah Covid-19 dapat dikatakan sebagai alasan atau dasar telah terjadinya keadaan memaksa / force majeure terhadap pelaksanaan perjanjian-perjanjian tersebut ? 

-semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya-

Force Majeure secara umum diatur dalam Pasal 1245 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang pokoknya pada saat debitur tidak bisa menunaikan kewajiban sebagaimana diperjanjikan, debitur dibebaskan dari segala biaya, ganti rugi dan bunga sepanjang debitur dapat membuktikan adanya force majeure atau keadaan memaksa yang mengakibatkan tidak dapat terlaksananya poin-poin yang diperjanjikan tersebut.

Force majeure menjadi salah satu klausul yang wajib ada di dalam suatu perjanjian. Klausul force majeure menjadi semacam klausul “pengaman” bagi salah satu pihak yang tidak dapat menunaikan kewajibannya karena sesuatu alasan yang bukan karena kehendaknya sendiri atau tidak berada di bawah penguasaannya. Klausul force majeure umumnya dapat dicontohkan sebagai berikut:

                                                                              PASAL ...

                                                                     FORCE MAJEURE

  1. Masing-masing pihak dibebaskan dari tanggungjawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam memenuhi kewajiban yang tercantum dalam perjanjian ini, yang disebabkan oleh kejadian diluar kehendak masing-masing pihak yang dapat digolongkan sebagai Force Majeure.
  2. Peristiwa yang dapat digolongkan Force Majeure antara lain yang disebabkan bencana alam seperti gempa bumi, petir, angin kencang, taufan, banjir atau hujan terus menerus dan non alam seperti wabah penyakit, perang, peledakan, sabotase, terorisme, revolusi, pemberontakan, huru hara, adanya kebijakan moneter yang berpengaruh terhadap pelaksanaan Perjanjian Kerja ini.
  3. Apabila terjadi Force Majeure maka Pihak yang bersangkutan harus melaporkan kepada Pihak lainnya selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah terjadinya Force Majeure tersebut.

Sekalipun pandemi Covid-19 sudah tetapkan oleh Pemerintah sebagai bencana nasional nonalam melalui Keppres Nomor 12 Tahun 2020 yang kemudian diikuti dengan aturan-aturan turunannya seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang mengakibatkan pergerakan penduduk termasuk para pekerja menjadi terbatas termasuk pembatasan terhadap kegiatan perkantoran dengan sektor usaha tertentu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline