Lihat ke Halaman Asli

Ngiklanin Makna Lebaran :)

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_129486" align="alignright" width="300" caption="Selamat Idul Fitri"][/caption] Sebelum memulai tulisan ini, ada satu pertanyaan yang ingin saya ajukan, hehehe. Dari mana sih makna Lebaran datang bagi kalian? Tentu jawabannya ada bermacam-macam. Buat saya pribadi, makna Lebaran saya dapat dari iklan. Hah? Iklan? Iya, iklan. Ada beberapa iklan bagus pada saat Lebaran ini. Eits, tapi sebelumnya, tulisan ini gak bermaksud mengiklankan suatu produk tertentu loh. Insyaallah kita semua adalah konsumen-konsumen yang rasional, jadi seperti apapun iklannya, kita tetap membeli barang secara rasional, hehehe :) Ada satu iklan yang benar-benar mengena di hati saya. Tagline-nya untuk Lebaran kali ini adalah "Insyaallah kita tetap menang". Tanpa saya sebut apa iklannya, tentu banyak yang sudah tahu. Saya suka sekali narasi iklannya. "Tetap berbagi, tetap bersabar; tidak mengalah pada kemarahan, dan berusaha untuk tetap dekat" Setiap kali lihat iklan tersebut, saya jadi berpikir. Tidak perlu mengacu kepada kebanyakan orang, saya sendiri juga suka seperti itu. Seperti itu apa? Iya, berjanji dan mencoba untuk berusaha menjadi yang lebih baik di bulan Ramadhan. Niatnya untuk menang di Hari Raya nanti. Tapiiii, begitu sampai Lebaran, dan blasss! Saya kembali ke saya yang dulu, sebelum bulan Ramadhan. Begitu berulang-ulang setiap tahun. Haha, bukan hal yang membanggakan untuk diceritakan sebenarnya :( Dua tahun lalu, saya sempat diminta untuk mendengarkan curhat salah seorang teman. Dia juga memiliki 'masalah' yang sama seperti saya. Mungkin tidak hanya kami berdua yang seperti itu. Saya sempat mendengar acara ceramah di televisi, saat itu dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang senang akan janji-janji. Tapi, yang dibicarakan waktu itu adalah bahwa manusia senang dijanjikan. Entah mengapa saya juga merasa manusia itu senang berjanji. Setidaknya saya dan teman saya itu begitu, hehehe :) Dari iklan itu, saya merasa yang dinamakan menang itu bukan hanya setelah satu bulan menjadi lebih baik, tapi juga setelah Hari Raya. Satu iklan yang cukup mengena adalah satu iklan tentang anak merantau yang pulang kampung. Sesaat sebelum Lebaran, saya dan orangtua sempat berbincang mengenai mudik. Sudah lebih dari tiga tahun saya tidak pulang kampung. Sebenarnya sih bukan masalah besar, karena kakek-nenek saya telah tiada dan saudara-saudara saya banyak yang tinggal di Jakarta. Tapii, kadang suka kangen juga dengan suasana di kampung. Dulu, ada seorang kenalan yang sedikit mengejek orang-orang yang mudik, dibilangnya kampunganlah. Padahal, tidak selalu orang mudik kembali ke kota kecil. Coba kalau kampungnya di Jakarta? Mudik juga 'kan sebutannya. Padahal, fenomena mudik bukan hanya dilakukan di Indonesia atau orang muslim saja loh. Coba lihat film-film Barat, saat Thanksgiving atau saat Natal, mereka juga pulang kampung untuk bertemu dengan keluarga. Mudik tidak dapat diidentikan dengan suatu suku bangsa bahkan agama. Dari perbincangan itu, kami berkesimpulan bahwa yang namanya mudik itu merupakan naluri. Naluri mendasar yang ada pada manusia, untuk bertemu dengan keluarga. Mungkin saja ada bagian dari DNA kita yang mengatur hal tersebut, saya juga tidak tahu pasti, hehehe. Kalau boleh ber-analogi, induk ayam saja pasti mencari anak ayamnya jika ada yang hilang, hehehe. Nah, kalau ada yang tidak bisa pulang kampung dan tidak bisa seperti si pemuda yang merantau kemudian pulang bertemu keluarga, ada satu iklan yang bisa dijadikan inspirasi. Iklan yang menggambarkan kumpul-kumpul bersama orang-orang di apartemen. Iklannya lucu. Dari yang awalnya sok tidak peduli dan sendirian, tapiii jadi bisa berkumpul bersama. Saya jadi ingat quote dari suatu film, dikatakan bahwa apabila kita merasa sendirian, ketahuilah bahwa ada banyak orang yang juga sendirian, dan dalam kesendirian itulah kita bersama-sama. Dari ketiga iklan tersebutlah, saya belajar lagi tentang makna Lebaran. Bagaimana dengan Anda? Satu hal yang pasti, tidak selamanya iklan itu 'membodohi' masyarakat :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline