Lihat ke Halaman Asli

It’s Time to... Minta Maaf dan Memaafkan (part 2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yuks, lanjuut lagiiii :)

Memaafkan

Belum apa-apa dan sudah merasa bahwa minta maaf itu sulit? Memaafkan jauh lebih sulit. Kok begitu? Karena saat memaafkan, posisi kita adalah sebagai pihak yang merasa disakiti. Kita merasa sebagai korban. Kita yang merasa benar. Sebelumnya telah disebutkan, memaafkan adalah sebuah pilihan. Pilihan yang sulit sebenarnya.

Jika minta maaf tidak semudah membalikan telapak tangan, memaafkan tidak semudah mengubah arah rotasi bumi. Ketika kita merasa disakiti, ada banyak perasaan negatif yang berkecamuk di dalam diri. Sedih, marah, kesal merupakan perasaan yang wajar dan manusiawi ketika kita disakiti. Perasaan tersebut yang jika dipupuk terus-menerus dengan perenungan akan menjadi perasaan benci yang luar biasa, sehingga sulit untuk memaafkan dan ingin balas dendam. Eitt, apa sih yang dimaksud dengan perenungan?

Sederhananya, perenungan adalah memikirkan peristiwa yang menyakitkan tersebut secara terus-menerus. Dari perenungan tersebut, bukannya kemakluman yang lahir, tapi malah rasa benci dan muncul rasa ingin membalas. Kebanyakan orang menganggap jika rasa sakit itu terbalaskan, mereka akan merasa tenang. Padahal, bukannya rasa sakit itu berpindah, mereka sendiri yang terus merasakan ketidaktenangan. Selalu merasa curiga, dendam tidak karuan, hidup tidak tenang ketika melihat orang yang menyakiti merasa senang. Pokoknya tidak enak deh!

Semua agama di dunia mengajarkan umatnya untuk memaafkan. Terlebih lagi Islam. Luar biasa apresiasi Islam terhadap orang yang mampu memaafkan. Dalam Al-Quran, Allah S.W.T berfirman: “Maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas tanggungan Allah” (Q.S. Asy-Syuura: 40). Dalam ayat lain disebutkan: “Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia”(QS. Asy-Syuura: 43). Dalam Hadis, disebutkan bahwa “Dari Uqbah bin Amir, dia berkata: “Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah engkau menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah engkau memberi orang yang tidak mau memberimu dan maafkanlah orang yang telah menzalimimu.” (HR.Ahmad, Al-Hakim dan Al-Baghawy).

Begitu besarnya apresiasi bagi orang-orang yang mampu memaafkan. Dari segi kesehatan, mampu memaafkan kesalahan orang dapat membawa banyak manfaat daripada tidak memaafkan sama sekali. Dalam satu artikel yang saya googling, disebutkan bahwa memaafkan dapat memberi kesehatan jiwa raga, seperti:

êMeningkatkan respon imun kekebalan yang ada pada diri kita yang berfungsi untuk menjaga tubuh kita dari berbagai serangan penyakit.

êMenurunkan tekanan darah.

êMeningkatkan kenyamanan tidur, juga dapat meningkatkan kebugaran fisik.

êMengurangi kecemasan dan depresi (stress).

êMemberikan ketenangan pikiran serta ketenangan jiwa yang akan menimbulkan kestabilan dalam jiwa.

Hal serupa juga yang terdapat dalam berbagai hasil penelitian di Amerika. Di antaranya adalah Dr. Fred Luskin, pengarang buku Learning to Forgive, mengatakan bahwa, “Konsep dari memaafkan adalah konsep yang powerful dan membawa banyak kebaikan bagi kesehatan”. Dr. Luskin juga mengatakan, “Permasalahan tentang kemarahan jangka panjang atau yang tak berkesudahan adalah kita telah melihatnya menyetel ulang sistem pengatur suhu di dalam tubuh. Ketika Anda terbiasa dengan kemarahan tingkat rendah sepanjang waktu, Anda tidak menyadari seperti apa normal itu. Hal tersebut menyebabkan semacam aliran adrenalin yang membuat orang terbiasa. Hal itu membakar tubuh dan menjadikannya sulit berpikir jernih (memperburuk keadaan)”.

Begitu hebatnya manfaat dari memaafkan, bukan? Dengan melihat manfaatnya, siapa tahu akan mempermudah kita dalam memaafkan kesalahan orang lain. Dalam buku Follow Your Heart, Andrew Matthews mengatakan, “Dengan memaafkan, dengan melepaskan amarah, seseorang dapat mencapai hidup yang efektif dan memperoleh kedalaman serta belas kasih yang luar biasa.”

Akan tetapi, bagaimana sih cara untuk memaafkan? Hal yang paling mendasar adalah berpikir positif, kurangi atau bahkan hilangkan kata-kata negatif dalam diri, seperti “Saya tidak akan pernah memaafkan kesalahan dia” atau “Saya tidak bisa melupakan tindakan yang ia lakukan saat itu”. Kata-kata negatif itu memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi jiwa kita. Terima keadaan waktu itu. Pikirkanlah bahwa dengan memaafkan, kita satu tahap lebih baik daripada sebelum kita memaafkan.

Namun, belum selesai sampai di sana. Memaafkan belum lengkap tanpa satu hal lagi. Melupakan. Familiar-kah dengan ungkapan forgive, but not forget? Ungkapan itu tidak sepenuhnya tepat. Memaafkan tanpa melupakan, bukanlah memaafkan. Lagi-lagi, saya mengetahui hal ini dari Ibu saya. Berawal dari perbincangan singkat saat makan malam dengan beliau dan juga pacar. Entah berawal dari membicarakan apa, yang dibahas selanjutnya malah soal memaafkan. Pesan beliau kepada saya dan pacar adalah ketika sudah berkata untuk memaafkan, lupakan kesalahan tersebut bahkan lupakan juga bahwa kita sudah memaafkan. Anggap hal tersebut tidak ada, setelah memaafkan, yang ada hanyalah lembaran putih baru. Ketika kita mengungkit kembali kesalahan di masa lalu, berarti kita tidak memaafkan. Saat kita mengungkit kembali kesalahan di masa lalu, ada bagian dari diri kita yang belum menerima keadaan waktu itu. Atau bahkan, rasa sakitnya tidak diterima, hanya disembunyikan saja. Bisa jadi seperti pepatah, bagai api dalam sekam.

Di tengah perbincangan tersebut, saya yang merasa ‘tertampar’. Saya sering sekali mengatakan bahwa saya sudah memaafkan, tapi ketika ada masalah baru, selalu saya tambahkan dengan masalah yang lalu. Selalu saya ungkit kembali masalah yang lalu. Untuk memaafkan saja tidak mudah, apalagi melupakan. Karen Salmansohn, penulis buku self-help, memberikan beberapa tips untuk forgive and forget.

êBerdoa

Jika ada seseorang yang berbuat salah atau menyakiti diri kita, doakanlah mereka. Doanya juga doa yang baik. Dengan mendoakan hal-hal yang baik, perasaan kita akan tenang. Saya dan pacar selalu menggunakan tips ini ketika berkendara di jalan. Jika ada motor atau mobil yang ugal-ugalan, daripada menyebutkan seisi kebun binatang, coba doakan mereka yang ugal-ugalan di jalan agar selamat sampai tujuan.

êFokus pada Hal-Hal yang Baik

Ketika seseorang menyakiti kita, fokuslah pada kebaikannya selama ini kepada kita. Tidak ada manusia yang sempurna, jadi wajar saja jika seseorang melakukan kesalahan. Ingat-ingat lagi kebaikan mereka, ingat-ingat saat mereka membuat kita tersenyum, tertawa dan berbahagia.

êTemukan dan Pelajarilah

Hidup ini adalah serentetan pelajaran. Ketika ada yang menyakiti diri kita, coba carilah apa pelajaran di balik itu. Mungkin selama ini, kita terlalu keras kepala? Atau terlalu sombong? Temukanlah hikmahnya, dan pelajarilah. Jika memang sebelumnya kita terlalu keras kepala, coba kurangi kekerasan kepala kita.

êLepaskanlah

Relax! Ketika kita memfokuskan energi kita pada orang yang menyakiti kita, tidak hanya diri kita yang terluka, kita juga membiarkan diri kita dikontrol oleh orang tersebut.

Begitu banyaknyamanfaat dari minta maaf dan memaafkan. Akan tetapi, manfaat itu tidak akanmuncul jika kita tidak menaikan level dari ucapan maaf dan memaafkan tersebut. Naikanlah level mereka dengan menambahkan ketulusan dan keikhlasan. Minta maaflah dengan tulus dan memaafkan dengan ikhlas. Renungkanlah, apakah kita sudah dapat melakukan hal tersebut?

Saya memberikan apresiasi yang luar biasa kepada mereka yang sudah dapat minta maaf dengan tulus dan memaafkan dengan ikhlas. Kalian benar-benar hebat! Dua jempol dari saya! Untuk yang merasa masih banyak kekurangan dalam minta maaf atau memaafkan, ayo sama-sama kita perbaiki diri. Saya sendiri masih terus belajar untuk dapat minta maaf dengan tulus dan memaafkan dengan ikhlas.

Meskipun momen Lebaran telah lewat, tidak pernah ada kata terlambat untuk minta maaf dan memaafkan. Ucapkan lagi kata maaf, tapi kali ini sertai dengan ketulusan. Memaafkan lagi, tapi kali ini disertai dengan keiklhasan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H. Minal aidin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline