Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Ustadz Yusuf Mansur, antara Dakwah Sedekah dan Paytren

Diperbarui: 13 April 2022   21:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bisnis (kumparan.com)

Di bulan yang suci ini, mudah-mudahan tulisan ini bukan bertujuan menghakimi atau mencaci sosok ustadz kondang yang saat ini tengah menjadi buah bibir di jagat media online. 

Siapakah beliau? Beliau adalah Ustadz Yusuf Mansur.  Ustadz yang kondang dengan dakwah sedekah dan bisnis Paytren. 

Tidak hanya kondang karena sistem rayuannya dalam mencari modal dakwah yang menurutnya untuk membangun ribuan rumah tahfiz, yang ternyata banyak orang menyangsikan pernyataan beliau, karena kini lebih kondang lagi aksi marah-marah di youtube yang juga turut membuat saya miris dan prihatin. 

Ustadz yang kondang dengan dakwahnya tentang makna sedekah, dan upaya memikat jamaah dengan rezeki berlimpah serta hadiah pahala berlipat-lipat, ternyata sedikit banyak pernah membuat saya terkagum-kagum dan menginspirasi saya untuk menuliskan sebuah artikel lama di Kompasiana dengan judul Ustadz Yusuf Mansyur, Antara Dakwah Bil Qouli dan Dakwah Bil Haali. Tautannya di sini.

Tulisan tersebut lahir kira-kira sembilan tahun silam, yakni 2013. Di mana saat itu ustadz ini begitu menggebu-gebunya menawarkan konsep bisnis patungan. 

Meskipun tulisan saya mendukung upaya beliau, ternyata konsep yang dijalankan memicu perselisihan dan pertentangan di masyarakat. Antara halal dan haramnya, konsep manajemennya, dan bagaimana menjaga uang nasabah (anggota) bisa tersalurkan dan terbagi hasilnya dengan adil dan merata.

Kemudian, karena ketertarikan dengan dakwah-dakwah beliau di televisi dan internet, saya pun turut serta menjadi member Paytren, salah satu aplikasi besutan dari program Ustadz Yusuf Mansur yang berisi transaksi jual beli. 

Pada saat itu saya mengeluarkan uang kurang lebih Rp 350 ribu demi bisa mendapatkan aplikasi dan mengaktifkan sebagai alat transaksi secara online.

Pada mulanya saya begitu antusias menggunakan aplikasi itu. Seiring perjalanan waktu ada banyak tanya dalam benak saya, seperti kenapa saya harus membayar, jika saya pun harus mengeluarkan modal demi bisa melakukan transaksi.

Meskipun ada pergolakan batin yang cukup lama, saya tetap menggunakannya meski hanya sebatas membeli token listrik dan pulsa internet.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline