Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Cerpen: Kerikil Kecil

Diperbarui: 13 Agustus 2020   14:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

hippopx.com

"Hai, Adi! Apa kabar? Sekarang tinggal di mana?" Seseorang menyapaku. Jalanan ramai dan orang-orang lalu lalang meninggalkan terminal ini. 

Bau keringat masih menyengat di tubuhku. Meski begitu, tak menyurutkan langkahku untuk melanjutkan perjalanan. Ada satu teman yang hendak kutemui di dekat pasar Tanah Abang.

Mataku terbelalak ketika kudapati seorang wanita elegan menyapaku. Awalnya aku terkejut karena kurang begitu familiar dengan wanita ini. 

Untuk beberapa saat aku rapihkan pakaianku yang agak kusut, karena berjam-jam melakukan perjalanan dari Lampung ke Jakarta. Dengan bis kota aku habiskan dengan berteman debu jalanan.

"Siapa ya? Maaf saya lupa dengan Anda." Kataku untuk membuka obrolan tak sengaja ini.

Aku terpana, dan sesaat tidak bisa menjawab sapaannya. Takut si wanita ini salah orang. Maklum, banyak orang yang memiliki kemiripan wajah. Saat ini setiap orang bisa saja mengaku kenal. Apalagi orang kampung seperti diriku, tentu mesti waspada. 

"Kamu lupa dengan aku? Aku ini temanmu lho! Kembali wanita ini menyampaikan siapa dirinya. Kening saya mengkerut dan mencoba untuk mengingat-ingat kembali siapa wanita ini. 

"Aku Yana. Ingat nggak, dulu kita pernah sama-sama bersekolah di MTs Ma'arif 3 Taman Cari Purbolinggo? Waktu itu kamu naik sepeda warna hitam. Dan aku selalu berjalan kaki ke sekolah. Rumahku tak jauh dari sekolah kita. Mas kan pernah juga main ke rumah dengan teman kita, Yuni. Entah bagaimana kabar Yuni sekarang. Semoga saja beliau berbahagia dengan pernikahannya." Paparnya sekedar membagi kisah masa lalu ketika masih bersama.

Ketika wanita ini menyebut salah satu sekolah, aku seperti terseret arus ke masa lalu. Di mana kami merasakan kebahagiaan hidup bersama teman-teman sekolah. Hingga akhirnya kami berpisah setelah kami lulus. Aku melanjutkan sekolah di luar kota. Sedangkan Yana, ternyata dia menjadi sosok yang berbeda.

"Oh iya, aku ingat. Kamu Yana yang dulu selalu juara kelas, 'kan? Sedangkan aku, dapat rangking empat saja sudah empot-empotan." Kataku melanjutkan pembicaraan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline