Seperti halnya mengurus rumah tangga, mengurus negara pun akan mengalami aneka problema. Baik itu masalah politik (cara mengatur), ekonomi, sosial dan sederet masalah lain pun turut mewarnai dinamika negara ala sebuah keluarga.
Tidak memandang itu negara kecil maupun besar yang disebut adikuasa, karena setiap persoalan jika tidak dihadapi dengan kejeniusan berpikir maka alamat terjadi dismanajemen dan muaranya adalah broken state atau bubarnya negara.
Bubarnya keluarga (broken home) bisa terjadi meskipun boleh jadi awalnya baik-baik saja. Awalnya mengalami perjalanan yang harmonis dan dinamis, eh tanpa disadari ternyata mengalami kehancuran. Apalagi sebuah negara yang kompleksifitasnya tinggi, tentu semua bisa terjadi.
***
Berpijak dari pernyataan Mr. Prabowo yang mengatakan bahwa Indonesia bisa bubar pun jangan dianggap sebelah mata.
Ada yang berujar "tidak mungkin Indonesia bubar, kita adalah negara besar". Dan di lain pihak mengatakan "kurang besar apa Unisoviet yang kini terpecah menjadi negara-negara kecil".
Kedua pernyataan ini anggaplah angin lalu dan boleh jadi tidak begitu penting. Tapi jika flasback pada lepasnya Timor Timur (sekarang Timor Leste) adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri bahwa nasionalisme bisa terkikis dan terjadinya sikap untuk memisahkan diri.
Apakah itu mustahil? Tidak. Faktanya sudah terjadi dan wilayah kecil di timur Indonesia itu sudah melepaskan diri dari pangkuan bumi pertiwi. Sungguh kondisi yang memilukan dan menyedihkan bukan? Yap. Anggaplah semua kejadian sejarah yang semoga saja tidak terjadi lagi.
Kembali pada pernyataan Mr. Prabowo yang menurut media merujuk pada cerita sebuah novel. Pun bisa diterka-terka, apa sih yang bisa membuat Indonesia bubar, lebih halusnya ancaman disintegrasi bangsa? Yang boleh jadi sudah pernah dibahas penulis lain. Yaitu:
1. Toleransi yang mulai pupus
Apakah kita sadar bahwa akhir-akhir ini nilai-nilai toleransi sudah semakin pupus? Jika kita membaca selebaran yang di share di salah satu media sosial tentang larangan membangun kubah melebihi gereja. Tentu ini adalah wujud terkikisnya nilai toleransi. Terkhusus di tanah Papua di mana antara etnis dan agama begitu kontras.