Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Ketika Puasa Tak Lagi Plesiran Rohani

Diperbarui: 3 Juli 2016   12:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Benarlah apa yang disampaikan dalam firman Allah SWT bahwa umat yang beriman diwajibkan berpuasa dengan tujuan mencapai derajat takwa. Dan sahih bahwa umat-umat terdahulu juga menjalankan puasa menurut aturan masing-masing agama, semua memiliki tujuan menjadi insan yang lebih baik dari sebelumnya.

Ketika sebelum berpuasa kita amat mudahnya menipu, berbohong, mengurangi timbangan dan korupsi misalnya, diharapkan kualitas imannya menjadi lebih baik. Seseorang yang biasanya suka menipu pada bulan yang mulia ini diharapkan dihentikan. Ibarat sepeda motor yang biasanya tidak mau berhenti menyelonong, karena kampas remnya diganti yang baru maka perjalanannya semakin dapat dikendalikan. Rem sepeda motor sama halnya ibadah-ibadah yang dilakukan pada bulan suci ini. Mereka yang terbiasa hidup kelewatan dan melampaui batas, sejenak dihentikan untuk direnungi dalam batin dan ibadah lain betapa perbuatan-perbuatan itu amat nista, dan semestinya dihentikan. 

Menghentikan perbuatan nista dipaksa untuk dihentikan, dibelenggu bersama dibelenggunya para setan, dan berharap setelah bulan Ramadhan meninggalkannya, perbuatan yang baik akan menghiasi hidupnya. Takwa tercermin dalam aktivitas sehari-hari yang semakin baik. Hablumminallah, minannas dan minal alam semakin baik karena itulah harapannya mengapa setiap orang yang beriman (Islam) diwajibkan berpuasa di bulan ini.

Selain dihentikannya segala macam kenistaan, semestinya umat Islam kembali kepada Al Qur'an, karena pada bulan itu pula firman Tuhan pertama kali diturunkan.

Tapi, apakah idealisme yang tercermin dalam aktivitas Ramadhan sudah benar-benar teraktualisasi di bulan lain? Pertanyaan ini selalu saja menjadi pertanyaan yang hanya pelakunya saja yang bisa menjawabnya. Sebab, ibadah puasa hakekatnya sebuah plesiran ruhani untuk mendekatkan diri kepada illahi robbi. Bukan sekedar menuntas kewajiban semata tanpa berbekas sedikitpun di hati pengamalnya.

Betapa sibuknya umat Islam beribadah di bulan suci ini, baik shalat wajib maupun shalat sunnah, serta betapa sibuknya mempersiapkan seabrek kebutuhan menjelang ibadah puasa itu dilaksanakan ternyata kebanyakan hanyalah seremonial semata. Seseorang yang tidak pernah berjamaah, tiba-tiba begitu sibuk jamaah, dan yang biasanya mempersiapkan hidangan seperlunya, tiba-tiba mempersiapkan dengan begitu mewahnya. 

Tapi coba kita lihat setelah Ramadhan usai, semua kembali kepada habitatnya. Beruntung yang kembali menjadi bentuk yang lebih baik seperti seekor kupu-kupu setelah bertapa menjadi kepompong, tapi amat disayangkan ternyata justru kembali menjadi ulat lagi yang justru semakin serakah. Bahkan yang mengherankan di bulan yang suci ini, masih ada saja yang mempermainkan timbangan ketika berjualan, atau pegawai yang tiba-tiba membolos dari pekerjaannya padahal tengah berpuasa.

Mereka menganggap puasa itu hanya tempat bernostalgia dengan kebaikan meskipun sesaat, namun lebih mementingkan kehidupan yang lebih nista pasca menyelesaikan ibadahnya selama sebulan. Mereka yang menjadi shaleh lantaran mendapatkan imbalan akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, justru tidak menggunakan Ramadhan sebagai start awal, betapa kita semua mesti berubah menjadi lebih baik.

Kembalinya prilaku manusia yang awalnya menolak kebenaran agamanya, selama berpuasa digodok agar menjadi putih bersih seperti bayi yang baru lahir ternyata pasca Ramadhan prilakunya semakin nista. Yang mencuri semakin rajin, yang menggunjing semakin semangat dan yang lebih parah lagi yang korupsi malah semakin menjadi-jadi.

Ada apa ini? Apakah hanya ini hakekat puasa Ramadhan? Apakah seperti ini kondisi umat saat ini. Mereka terlalu sibuk pada urusan duniawi yang merupakan perjalanan yang fana, tapi mereka melupakan perjalanan ruhani yang hakekatnya membawa kepada kehidupan kekal di akhirat nanti. Apakah ini benar-benar pertanda bahwa ayat-ayat suci Al-Qur'an tak lagi menjadi tempat berpijak? Atau mereka lupa bahwa hanyalah yang mengamalkan ayat-ayat suci itu yang akan memperoleh hakekat takwa. Entahlah. 

Yang pasti, mudah-mudahan bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan meninggalkan kita, semoga saja meninggalkan kesan yang mendalam bagi umat Islam bahwa Allah SWT benar-benar memberikan ruang yang lapang kepada hambaNya agar kembali ke jalan yang benar sesuai dengan syariatNya. Tidak semata-mata ritual tahunan yang sia-sia. Dan semoga amalan ibadah kita diterima Allah SWT. aamiin. 

Salam

Metro, Lampung, 3/7/2016




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline