Benarkah Kita (eh saya saja) seorang penulis? Entahlah. Tapi sebenarnya siapapun yang suka merangkai kata-kata hingga enak dibaca, atau siapa saja yang hobinya tulis-menulis sudah pasti dia seorang penulis.
Entah penulis berkelas pemula ala saya, atau penulis yang sudah profesional dan menghasilkan uang seperti pak Johan Wahyudi atau pak Hilman Fajrian (maaf namanya tak pinjem ya pak) atau penulis-penulis lain seperti pak Tjiptadinata Effendi yang juga tulisannya sangat kental dan sesuai dengan selera saya.
Tulisan yang diracik dengan bumbu-bumbu penyedap rasa dengan berbagi pengalaman menjadikan tulisan-tulisan beliau sungguh sedap untuk dibaca, dihayati dan diambil manfaatnya.
Begitu pula dengan kita sendiri yang hobi menulis, sejatinya kudu meniru beliau-beliau yang sukses menulis. Menulis dengan ilmu dan pengalaman yang tak hanya sebentar, karena membutuhkan proses yang lama sekali. Tak hanya makan asam garam saja, karena pahitnya jamu menjadi obat dan penyemangat ketika geliat menulis menemui jalan buntu. Faktor kejenuhan seringkali menjadi penyebab seseorang enggan menulis.
Selain faktor kejenuhan, kadangkala semangat menulis itu tiba-tiba mandeg alias vacum atau kehilangan ide.
Ketika kehilangan ide, kita seperti terjebak pada ketidak mampuan mengurai informasi pokok yang kita dapatkan untuk kemudian dituliskan ke dalam sebuah kertas atau media online misalnya, karena untuk bisa mengurai persoalan menjadi tulisan tentu membutuhkan ketelitian dan kejernihan berpikir. Tak hanya ketelitian, kejernihan berpikir dan sumber yang cukup ternyata menulis itu harus ada kesempatan dalam kondisi sehat.
Loh, kenapa mesti ada sehat? Karena setiap orang yang hendak menuangkan gagasannya dalam tulisan tentu membutuhkan kesehatan baik fisik maupun psikis. Tubuh yang sehat ditunjang ole jiwa yang sehat pula.
Meskipun dikenal adagium mensana in corporesano (di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat), ternyata saat ini banyak yang memiliki tubuh yang sehat ternyata jiwanya kurang sehat atau sedikit terganggu. Terganggu lantaran persoalan-persoalan yang membelit.
Ketidak sehatan jiwa ini juga dipengaruhi oleh suasana batin yang cenderung tidak stabil. Merasakan ada yang aneh dalam lingkungan pergaulannya dan status sosialnya.
Kadang malah karena perbedaan persepsi atas persoalan yang muncul menjadikan seseorang kehilangan kestabilan emosi.
Rasa-rasanya ingin selalu menumpahkan amarah. Apalagi ketika menulis itu tidak diimbangi oleh kesadaran penuh bahwa apa yang ditulisnya bisa berefek positif maupun negatif, maka yang terjadi tulisan-tulisan tersebut memancing persoala yang berujung konflik yang berkepanjangan.