Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Ingin Menjadi Orang Jujur Malah Hancur, Benarkah?

Diperbarui: 5 November 2015   00:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa "jujur bikin hancur", kejujuran justru mendatangkan kehancuran dalam hidup seseorang. Sehingga tidak sedikit orang yang harus berbohong dan merelakan suara hatinya demi mencari selamat. Mereka berusaha mencari aman daripada kehidupannya justru susah dan kerepotan. 

Benarkah kita penah mendengar ungkapan itu? 

Kayaknya pernah loh, soalnya hampir dalam lini kehidupan kita selalu saja berbenturan dengan dua sisi kehidupan. Benar dan salah, hitam dan putih, celaka dan aman, serta dua sisi lain yang turut menjadi "hantu" bagi siapa saja yang ingin berlaku jujur. Tak sedikit yang ingin berusaha hidup apa adanya dengan melawan arus, tapi faktanya kehidupannya tetap begitu-begitu saja. Dalam kehidupan kita seringkali pula mendapati orang yang ingin menyuarakan kebenaran, justru menerima kondisi yang tidak mengenakkan.

Mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Bahkan kemalangan demi kemalangan seakan-akan menghantui dan menguji diri. Sehingga tak sedikit orang-orang yang dahulunya benar-benar bersih hati dan fikiran, ingin selalu lurus dalam ucapan, dikarenakan situasi tertentu orang tersebut justru mengorbankan hati nuraninya. Ia merelakan kejujuran hati turut tergadai lantaran kondisi kehidupan yang terlalu keras untuk dijalani.

Bolehlah saya contohkan kejujuran yang berimbas pada kemalangan. Ronny Maryanto, seorang aktivis justru dilaporkan sebagai sosok yang mencemarkan nama baik. Kala itu ia melaporkan tindakan money politik yang dilakukan oleh Fadhli Zon kepada Panwas. Sosok yang dilaporkan saat ini menjadi Wakil Ketua DPR RI.

Karena tuduhannya ini, aktivis ini harus berurusan dengan pihak berwajib dan mendapatkan hukuman wajib lapor lantaran kasus yang menimpanya. Sebagaimana dirilis oleh Kompas.com (Senin, 2-11-2015)

Seorang yang boleh jadi ingin menegakkan kebenaran, tapi justru mendapatkan getahnya. Orang lain yang melakukan yang seharusnya mendapatkan hukuman, ternyata justru melawan balik dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Fenomena hukum di negeri ini memang kadang terlihat kacau, hukum yang semestinya melindungi masyarakat yang melaporkan tindakan pidana justru mendapatkan getahnya. Pantaslah saat ini muncul kecenderungan untuk bersikap abai terhadap apapun yang ditemui. Dengan alasan ingin cari aman, semua tindakan melanggar hukum akhirnya bisa dilakukan tanpa khawatir ditindak secara hukum.

Tak hanya kejahatan kelas kakap, kejahatan kelas teri saja kalau sudah berhadapan dengan uang, maka kebenaran akan selalu kalah. Tak jauh-jauh, bagaimana seorang nenek yang harus mendekam di penjara lantaran dituduh mencuri kayu, padahal nenek ini mengatakan bahwa ia sama sekali tidak pernah melakukan apapun yang dituduhkan. 

Kita tentu masih ingat, bahwa hukum seringkali tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Untuk mengadili masyarakat kelas teri, hukum begitu mudah ditegakkan, tapi bagaimana dengan orang-orang yang berdasi dan bermobil mewah dengan pangkat yang mentereng? Tentu menjadi amat sulit ditegakkan.

Laporan fitnah, menjadi racun penegakkan hukum terkait money politik di kancah Pilkada

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline