Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Tragedi Mina, dan Niatku untuk Pergi Haji

Diperbarui: 2 Oktober 2015   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ibadah haji"][/caption]

Labbaika Allahumma Labbaik, Labbaika Laa syariika laka labbaik, Innal Hamda, Wanni'mata Laka Wal mulk laa syariikalak.

Alhamdulillah sampai malam ini Allah masih memberikan kesehatan buatku. Karena kesehatan ini aku bisa menyapa kembali sahabat-sahabat terkasih di kompasiana. Dan bersyukur pula, saya masih diberikan panjang umur dan keselamatan hingga bisa berkumpul bersama keluarga di rumah. Keluarga kecil yang aku cintai. Yang semoga saja Allah selalu memberikan kebahagiaan kepada keluarga ini.

Doa tak lupa aku panjatkan kepada Ilahi Robbi, atas para korban tragedi Mina yang jumlahnya hingga ratusan orang. Para pejuang suci, para tamu Allah yang hendak menjalankan kewajiban suci itu, hingga merenggut nyawa-nyawa mereka. Semoga para korban diberikan tempat yang layak di sisiNya. Dan saya yakin para tamu Allah itu akan mendapatkan surgaNya. Aamiin. Dan untuk para keluarga korban, semoga ujian ini semakin memperdalam rasa cintanya kepada Allah dan semakin memperkuat keimanan dan ketakwaan, sehingga semua musibah menjadikan diri semakin kuat menjalani setiap ujian dariNya. 

Tidak sedikit korban yang berjatuhan, hingga detik ini berdasarkan informasi dari sejumlah media tercatat 59 jamaah haji asal Indonesia menjadi korban, dan tak sedikit air mata yang menetes atas tragedi ini. Tapi, bukankah ketika kita hendak pergi memenuhi panggilanNya maka segalanya mesti direlakan? Tak hanya harta yang dikorbankan, karena nyawa satu-satunya pun harus diikhlaskan. Semua karena sudah menjadi niat ketika keberangkatan ke tanah suci Mekkah.

Semua berharap kembali dalam keadaan sehat wal afiat, tapi jika Tuhan menghendaki akhir kehidupan ada di tanah suci itu, maka tak dapat ditolak. Semua kembali kepada keputusannya, siapa sajakah yang harus segera menemuiNya. Bahkan beberapa calon jamaah ada yang sudah meniatkan diri mudah-mudahan wafat di tanah Suci Mekkah, lantaran mereka ingin dimakamkan di tanah di mana Nabi Muhammad SAW dilahirkan, dan bersama-sama para syuhada lainnya. Semoga para syuhada itu, benar-benar dikumpulkan bersama Nabi Muhammad SAW di alam barzakh dan di SurgaNya.

Namun demikian, meskipun kematian adalah takdir, saya pun meyakini bahwa di antara jamaah itu, hakekatnya mereka pun ingin kembali dengan selamat. Mereka ingin kembali berjumpa dengan anak-anak mereka, istri-istri, suami-suami, cucu-cucu, ayah, ibu, tetangga, dan semua orang yang begitu dekat dengan keluarga mereka.

Bahkan ketika saya melihat betapa keluarga yang ditinggalkan adalah sosok yang menjadi tulang punggung keluarga, betapa kematian jamaah haji adalah ujian yang luar biasa berat. Berat tuk dihadapi lantaran keluarga di rumah juga membutuhkan kepulangan mereka kembali dari ibadah itu.

Begitu pula ketika saya menyaksikan betapa banyak yang kehilangan sosok panutan, pemimpin lembaga tertentu, ternyata kehilangan menyisakan rasa kepedihan dan haru yang amat dalam. Tak percaya kenapa orang-orang yang begitu dicintai, dihormati dan disegani karena keteladannya begitu cepat berpulang kepada Allah.

Sungguh sebuah pelajaran berharga, tidak ada yang kekal di dunia ini. Jika Allah menghendaki kematian hambanya, nyaris dan tak kan ada satu manusiapun yang mengetahui kapankah kehidupan mereka akan berakhir. Apakah hari ini, apakah esok, lusa, bulan depan, tahun depan, atau berapa tahun lagi pun tidak ada yang tahu. Bahkan ketika kita tidur pun kita tidak akan pernah tahu apakah esok di pagi hari kita bisa membuka mata dan bercanda dan bercengkrama dengan orang-orang disekitar kita. Bahkan para jamaah haji itupun tak kan pernah menyadari, kenapa begitu mendadaknya Tuhan mengambil nyawanya.

Kematian adalah rahasia Tuhan, kullu nafsin dzaiqotul maut, setiap yang bernyawa pasti akan menemui kematian. Laa yas ta'hiruna sa'atan aw laa yastaqdimuun. Tidak dapat dimundurkan sedetikpun dan tidak pula dapat dimajukan. Semua sudah tercatat di catatan kehidupan manusia di lauhil mahfudz. Tidak ada yang bisa melawan kodrat ini, karena semua sudah ditentukan waktunya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline