Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Fenomena Asisten Rumah Tangga, Sebuah Risiko Konflik Kehidupan Pasutri

Diperbarui: 4 April 2016   10:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Menjadi asisten atau menerima seorang asisten rumah tangga tentulah memunculkan beragam dilema, bisa perselingkuhan atau kurang dekatnya hubungan keluarga."][/caption]

Gambar

Asisten rumah tangga, sebutan yang paling pas disandangkan pada para PRT yang tengah berjuang mencari penghasilan "lebih" di negeri orang. Dengan tujuan yang pasti ingin mengubah nasib menjadi lebih baik.

Tak kurang pula, para asisten rumah tangga ini "nekad" keluar rumah lantaran beban ekonomi yang teramat berat untuk dihadapi. Semua bukan karena kebetulan saja, akan tetapi karena tuntutan hidup yang semestinya dipenuhi. Selain godaan ekonomi yang terlalu sulit, ada pula karena godaan gengsi tatkala di sekitarnya berdiri gedung-gedung mewah kerja keras dari PRT.

Adapula bukan semata-mata karena tuntutan ekonomi, dan desakan lingkungan yang menuntut seorang istri harus bersusah payah merantau ke negeri orang tatkala di negeri sendiri tidak menghasilkan apa-apa. Seandainya mereka mendapatkan hasil di negeri sendiri, toh hasilnya tidak sesuai harapan. Jangankan bisa "nyantol" ke bentuk rumah yang diidam-idamkan, beruntung ekonomi tak semrawut saja sudah sangat sulit.

Itulah sebagian dari persoalan asisten rumah tangga. Seorang PRT yang mengadu nasib di negeri sendiri atau di negeri orang dengan resiko gaji mereka tidak dibayar sepenuhnya dengan alasan pemotongan gaji, atau lebih menyedihkan dari itu, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh dari majikan.

Runtutan cerita di atas, sepadan dengan kisah seorang suami yang harus rela ditinggal istrinya merantau. Sebut saja Pak Bohlam, dahulunya kehidupannya mapan karena orang tua mewariskan banyak tanah perkebunan yang dapat dia garap. Jika ternyata peninggalan sang ayah mewakili hati nuraninya saat itu, tentu saja kehidupannya seperti mendapatkan durian runtuh. Tentu saja karena pekerjaan petani, dan tanah garapan yang cukup luas untuk menghasilkan pundi-pundi uang.

Akan tetapi, berbeda dengan impian Pak Bohlam, karena keinginannya bukan menjadi petani, maka merantaulah ke kampung tetangga. Tak ayal, kehidupannya seperti kaum urban kebanyakan. Tak jelas status akhirnya pekerjaan sebagai sopir menjadi. Dan akhirnya menikahlah Pak Bohlam dengan Ibu Melati.

Singkat kata, sang istri menganggap pendapatan suami tidak mencukupi untuk kehidupan rumah tangga mereka. Akhirnya keduanya bersepakat untuk mencari pekerjaan yang dapat menopang kehidupan mereka.

Meski tanpa uang pangkal, sang istri akhirnya berangkat ke negeri Taiwan, hingga bertahun-tahun. Tak terasa, sudah hampir empat tahun sang suami menjadi "duda jadi-jadian" seperti bujangan lagi tetapi masih memiliki istri. Istri yang merantau di negeri orang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline