Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Tatkala Bahasa Indonesia Berada di Titik Nadir

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebenarnya saya bukanlah seorang guru bahasa Indonesia dan bukan pula ahli bahasa, akan tetapi ketika memandang kondisi riil masyarakat Indonesia sejatinya Bahasa Indonesia seperti tak bernyali dan tak lagi dimengerti.

Semakin lama diamati secara mendalam, bahasa Indonesia sepertinya berada di titik nadir. Bahasa pemersatu ini seperti bahasa asing di negeri sendiri. Tatkala pemerintah menggembar-gemborkan tentang kurikulum wajib bahasa Inggris, saat ini sepertinya ghirah dalam menggunakan bahasa Indonesia semakin menipis. Bahkan tidak hanya di pergaulan sekolah, guru-guru dan para siswapun ketika diamati justru lebih banyak menggunakan bahasa gaul yang cenderung alay alias agak leba ditambah lagi penggunaan bahasa daerah yang keluar dari konteks tata krama yang baik.

Tidak saja semakin kehilangan harga dirinya sebagai bahasa pemersatu dan bahasa nasional kita, bahasa Indonesia sepertinya sudah dianggap ketinggalan jaman. Padahal tatkala kita melihat berkembangnya forum-forum yang dibentuk masyarakat Indonesia di luar negeri ternyata keinginan untuk mempelajari Bahasa Indonesia semakin tinggi. Tentunya karena keinginan mereka terhadap khasanah kebudayaan Indonesia yang tinggi.

Jika melihat perkembangan bahasa Indonesia pun tak kalah dibandingkan bahasa asing lainnya. Akan tetapi sayangnya justru masyarakat Indonesia sendiri mulai terserang gejala lupa, bahwa hakekatnya hanya dengan bahasa Indonesia lah Indonesia akan semakin dikenal dan diperhitungkan oleh negara lain.

Tak hanya untuk memperkenalkan Indonesia kepada negara lain, karena ruh persatuan dan kesatuan hakekatnya dimulai digunakannya bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam lingkup masyarakat kecil, keluarga tentunya.

Jika melihat semakin tergerusnya pemahaman Bahasa Indonesia termasuk penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak langsung menunjukkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai enggan menggunakan bahasa sendiri. Tentu saja diawali dari sikap gengsi dan ingin menunjukkan kelihaiannya dalam berbahasa asing.

Boleh jadi karena ada kekhawatiran dianggap ketinggalan jaman atau kuno. Karena faktanya saat ini siswa-siswi sekolah sudah sangat kenyang dijejali tentang pelajaran bahasa Indonesia. Namun sayangnya dengan semakin dijejali semakin jarang mereka menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan ketika melihat hasil evaluasi siswa rata-rata siswa SMA di Indonesia mendapatkan nilai bahasa Indonesia yang rendah.

Tidak hanya pada nilai-nilai evaluasi, pada pola prilaku berbahasa pun akhir-akhir ini semakin kehilangan jatidirinya. Sulit sekali kita temukan muda-mudi yang benar-benar menggunakan bahasa Indonesia dalam bersosialisi. Pun para tokoh, akademisi, politisi tak kalah alaynya dengan anak-anak muda jaman sekarang.

Bolehlah kita memberikan contoh, jaman dahulu para tokoh negeri ini begitu lembut dan halusnya dalam bertutur kata, sehingga kata-kata yang sebenarnya amat menusuk pun tak menyakiti pendengarnya. Akan tetapi saat ini jauh mengalami perberbedaan.  Justru ketika melihat para pemimpin negeri ini seperti tak pernah mengenal bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan baik. Bagaimana mereka menggunakan bahasanya tersebut dengan runtut dan mudah dimengerti. Sehingga akan semakin terlihat betapa bahasa Indonesia yang sejatinya amat santun seperti dikebiri dan kehilangan makna. Lagi-lagi ketika bahasa Indonesia hanya sebatas materi di kelas. Selebihnya bahasa gaul maupun bahasa asing yang sulit dimengerti.

Kenyataan inilah sejatinya yang menjadikan tutur sapa dan cara berbicara anak negeri seperti tak memiliki pakem. Seakan-akan mereka lupa bahwa dengan berbahasa yang baik merupakan salah satu ciri bahwa seseorang tersebut memiliki pengalaman hidup yang baik. Meskipun adapula di antara kita yang menggunakan bahasanya hanya untuk mempengaruhi orang lain. Akan tetapi segi positifnya ketika siapapun menggunakan bahasa yang runtut dan baik, paling tidak orang lain akan menghargai.

Bahasa Indonesia sebagai penghubung silaturrahmi antar suku

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline