[caption id="attachment_332525" align="aligncenter" width="564" caption="Cody Wygant, pembunuh anak karena bermain game (reuters.com)"][/caption]
Mungkin ini salah satu kasus yang turut membuat prihatin bagi semua orang, karena modus kejahatannya sungguh di luar nalar. Pembunuhan yang justru dilakukan oleh seorang ayah kepada anaknya lantaran hobynya bermain game. Gara-gara permainan justru akal sehatnya digadaikan.
Seorang ayah bernama Cody Wygant yang memiliki karakter kejam ini adalah warga kebangsaa Amerika. Dengan usia baru 24 tahun dan memiliki seorang anak ternyata tidak membuatnya lebih dewasa dan mencintai sang buah hatinya daripada hobynya sendiri. Hobynya bermain video game justru membuatnya gelap mata dan bertindak tak senonoh yang berakibat harus mengorbankan anak yang seharusnya dicintai dan dijaga.
Mungkin karena saking hobynya bermain game online Xbox ini, Cody Wygant harus membekap anaknya lantaran ketika merasa terganggu dengan tangisan anak saat ia sendiri tengah bermain game. Karena kejahatannya ini pelaku dicokok polisi atas tuduhan melakukan kejahatan tidak sengaja membunuh anaknya. Anak yang masih berusia 18 bulan harus meregang nyawa lantaran dibekap sang ayah yang tak pantas ditiru.
Pasalnya pelaku menganggap apa yang dilakukannya ingin agar anaknya lebih tenang.Tapi karena perlakuan ayah yang tak senonoh ini, sang anak pun harus meregang nyawa lantaran dibekap dan ditutupi selimut hingga sulit bernafas.
Selama lima jam ayah yang lalai dan super kejam ini asyik dengan game onlinenya, dan ketika hendak melihat bagaimana kondisi anaknya, sang anakpun sudah tak bernafas dan tubuhnya sudah membiru. Sebagaiman dilansir Liputan 6.com (20/4).
Ketika kecenderungan sesuatu justru membunuh anak sendiri
Apa yang dilakukan oleh Cody Wygant hakekatnya karena ketidak pahaman atas tanggung jawabnya sebagai orang tua. Tatkala sang ibu tak berada di rumah mungkin karena keperluan belanja atau bekerja, semestinya sang ayah yang harus menggantikan sang ibu di rumah. Pasalnya karena pelaku kondisinya masih menganggur jadi tidak ada alasan untuk meninggalkan tanggung jawabnya terhadap anaknya. Meskipun prilaku pelaku pembunuhan ini disebabkan karena depresi, namun tetap saja merupakan sebuah kesalahan fatal.
Seorang anak yang seharusnya dijaga dan tumbuh dengan sempurna di bawah pengawasan orang tuanya, ternyata harus dikorbankan lantaran prilaku orang tua yang lebih mementingkan diri sendiri daripada anak-anaknya.
Tak hanya kasus Cody di atas, karena beberapa waktu lalu di wilayah Jakarta, seorang anak terjatuh dari lantai dua lantaran ibu asyik bermain facebook. Asyik bermain-main dunia maya tapi dunia nyatanya justru diabaikan. Ia mendahulukan pertemanan yang tak jelas, tapi membiarkan sang buah hati menjadi korban karena kelalainnya. Akibatnya sang ibupun harus mempertanggung jawabkan akibat kelalaiannya di meja hijau.
Pengaruh Game dan Prilaku Menyimpang.
Apa sih sebenarnya manfaat dari game? Kayaknya Cuma sebatas hiburan namun sangat besar dampak negatifnya. Apalagi game yang berbau kekerasan yang tentu saja mengakibatkan pemain game tersebut ikut terjerambab pada situasi karakter yang sama seperti adegan dalam game. Misalnya ketika game itu adalah aksi brutal, perkelahian dan kekerasan fisik, tentu saja adegan dalam game dapat mempengaruhi jiwa dan pikiran si pemain. Tak hanya bagi anak-anak bagi orang dewasa pun turut menjadi korban kebrutalan game itu sendiri.
Bahkan ada banyak ahli yang mengatakan bahwa game sangat berbahaya bagi pembentukan karakter anak-anak. Karena efek kejam yang ditunjukkan dari permainan tersebut.
Tapi apakah semua game memiliki dampak negatif dan tak ada sedikitpun sisi positifnya? Tentu saja tidak bukan? Karena ada pula game yang dapat membantu mengasah otak kita, bahkan game tersebut dapat merangsang otak para manula agar menjadi aktif dan mengurangi kepikunan.
Ada pula game yang merangsang otak untuk menyelesaikan misteri dan mencari jawaban yang tentunya seperti teka-teki silang tebak kata-kata dalam bahasa Inggris. Atau game berisi tebak-tebakan, siapa saja bisa menjawab akan semakin terasah otaknya dan menemukan pengetahuan baru yang belum mereka dapatkan. Seperti game Who want to be a millionere yang sampai saat ini masih pantas menjadi contoh game yang mendidik bagi siapa saja yang ingin memainkannya.
Yang pasti, apapun jenis gamenya, kita harus pandai-pandai memilih yang terbaik untuk kita dan anak-anak kita. Agar game tersebut tidak memberikan efek negatif yang berbahaya bagi karakter pemainnya. Selain itu jangan karena asyik bermain game sang anak pun menjadi korban.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H