Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Lagi, Cerita Kelam tentang TKI

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)

Tenaga kerja indonesia (Tribun Batam/Iman Suryanto) Kisah memilukan dan tragis masih kerap terjadi terhadap pahlawan devisa kita. Ialah para TKI yang saat ini tengah bermimpi memperoleh penghidupan yang layak dan membangun mimpinya tentang "kehidupan surga" yang dijanjikan oleh para agen PJTKI. Dan juga kawan-kawan mereka yang sudah pensiun dari TKI, yang katanya kehidupan dan uang surga di Luar Negeri suatu saat bisa membangunkannya sebuah Rumah Impian tatkala mereka menyelesaikan kontraknya selama di rantau orang. Memang, tidak sedikit yang merasakan kesuksesan dengan limpahan uang dan kekayaan yang membuat calon-calon TKI kepincut ingin pergi ke sana. Tentu saja, harapannya karena ingin mendapatkan nasib yang sama seperti apa yang dialami mantan TKI tersebut. Kehidupan glamour, rumah bagus, mobil mentereng dan menampilan necis, ternyata membius calon korbannya dan memperdaya akal sehatnya "seolah-olah" yang diceritakannya benar semua dan benar-benar memberikan "surga" seperti yang ditunjukkan mereka. Satu dua orang sukses dan kaya "mendadak", namun ada duka dan nestapa diiringi linangan air mata pun dialami oleh sebagian besar TKI yang harus menerima kekerasan, bahkan kematian yang tak pernah dikhayalkan sebelumnya. Keluarga di rumah hanya bisa meratapi, ternyata surga yang dijanjikan tak seperti yang dinyatakan. Seperti salah satu syair sebuah lagu, surga yang kau janjikan neraka kau berikan. Itulah sebagian kecil dari contoh bahwa menjadi TKI tidak berbuah manis bahkan berbuah kepedihan dan membuat miris. Kisah ini bermula dari obrolan ringan saya dengan famili, tatkala kami membicarakan sosok mantan TKI kog sepulang ke Indonesia tidak mengalami perubahan hidup yang berarti. Justru kerugian yang diderita karena sepetak tanah satu-satunya harus dijual untuk modal keberangkatannya ke luar negeri. Menurutnya, kota tujuannya adalah di negata Taiwan. Ia tak menyangka mendapatkan pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga dengan merawat seorang nenek. Sebenarnya tak masalah merawat seorang nenek, tapi yang membuat ia sengsara adalah karena kekerasannya kepada pembantu. Acap kali ia dimarahi, dibentak-bentak dan dipukul jika pekerjaannya tak sesuai "selera" dari sang nenek majikan. Belum genap setengah tahun, beliaupun memilih angkat koper dan meninggalkan tanah surga "bohongan" dan memilih kembali ke pangkuan suaminya meski tak memiliki hasil sepeser pun. Lain cerita ini, ada pula yang sebenarnya sudah sukses di negeri orang, sebut saja Markonah, ia bekerja sebagai TKI di sebuah negara (yang tidak disebutkan nama negaranya) selama dua tahun masa kontrak. Kebetulan Markonah sudah mujur mendapatkan pekerjaan di tempat tujuan, meski sedikit ilmu yang dimiliki. Terlihat tak seberapa lama rumah tua yang dahulu ditinggalinya kini sudah berubah lebih mewah dan tentu saja suami dan keluarga di rumah bisa tertawa karena kesuksesan istrinya. Tapi apakah istrinya benar-benar mendapatkan pekerjaan yang diinginkan? Ternyata tidak. Ia justru mendapatkan pekerjaan sebagai pelayan hidung belang. Pantas saja penghasilannya tiap bulan melebihi penghasilan TKI lain dengan negara tujuan yang sama. Selama dua tahun ia bekerja, rumahnya terlihat mewah, kemudian menambah kontrak kerja dua tahun lagi karena "mungkin" pekerjaannya sudah menguntungkan. Suami tak menaruh curiga, kenapa istrinya begitu banyak mendapatkan uang padahal hanya sebagai pembantu rumah tangga? Itulah anehnya tatkala uang menggelapkan mata suami hingga merelakan istrinya menjadi "babu" di negeri orang. Bahkan menjadi "budak" seks di tempat kerjanya. Selama empat tahun sudah berlalu, sang istri pun kembali dengan terlihat lebih seksi, tubuh lebih putih, namun pakaian sudah berbeda yang dikenakan. Dahulu terlihat ndeso, kini terlihat lebih "kebarat-baratan" dengan mengenakan rok mini dan pakaian terlihat sebagian tubuhnya. Suami pun masih tak mencurigai gelagat perubahan istrinya. Dan karena kerinduan akan sentuhan istrinya, suaminya pun mengajaknya untuk melepaskan kerinduan tersebut dengan istrinya. Sayang sekali permintaannya selalu ditolak dengan alasan yang tidak masuk di akal. Dan puncaknya begitu terkejutnya suami tatkala sepulang kepergiannya, melihat istrinya sudah menggantung di dalam rumah dengan lidah menjulur. Selidik punya selidik, menurut keterangan saksi yang pernah mengenal almarhumah istrinya, dan melihat perubahan fisik pada istrinya ternyata sang istri "terpaksa" menjadi seorang PSK yang melayani hidung belang di perantauan. Sedih dan pilu sang suami lantaran kekayaan yang ia peroleh ternyata diperoleh dari pekerjaan yang "haram" lantaran ditentang ajaran agama. Pekerjaan yang berharap bisa mengubah nasibnya dan dapat membina keluarganya dengan romantis, ternyata berbuah pahit. Istri yang dicintainya meregang nyawa karena "malu" dan merasa berdosa lantaran apa yang telah dialaminya. **** Kisah tragis ini adalah gambaran nyata, bahwa selama ini pemerintah belum bisa menjamin warga negaranya hidup dalam kenyamanan dan keamanan lantaran harus merantaukan diri ke luar negeri. Rerata para TKI bekerja pada sektor informal yang tak membutuhkan pengalaman dan keahlian khusus. Dampaknya banyak perlakuan keji dan pekerjaan yang tak patut yang harus mereka lakukan. Semoga saja, seperti apa janji presiden baru Joko Widodo, para TKI kita bukanlah sosok yang menjual diri dan keringat saja, tapi menjual keahlian yang bernilai jual tinggi. Mereka adalah tenaga-tenaga profesional dengan keahlian khusus yang akan ditempatkan di sektor-sektor formal yang juga keberadaannya dihormati dan dihargai. Selain dihargai, para TKI ini akan mendapatkan gaji yang layak sesuai dengan keahlian mereka. Tentu saja usaha ini tidaklah mudah, butuh kepedulian kita semua agar pemerintahan yang baru sukses menciptakan lapangan pekerjaan, sukses menciptakan generasi kreatif dan tentu saja melahirkan generasi-generasi yang bisa menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan sendiri. Salam Merdeka! Kota Metro, 18/8/2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline