Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Ketika Sesama Kompasianer Bertukar Nomor HP

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini, salah satu Kompasianer, Mas Tebe, mengirimkan sms via kompasiana dan saya juga membalasnya seperti apa yang ditanyakan. Kebetulan beliau meminta nomer HP yang tentu saja ingin mengetahui nomer kontak yang dapat dihubungi. Tidak hanya itu, saya pun memberikan nomer PIN BB saya.

Saya yakin Mas Tebe tidak hanya cuap-cuap kosong dan mengumpulkan beberapa nomer hp untuk dijadikan koleksi. Meskipun saya tidak tahu maksud yang sebenarnya.

Setelah saya berkirim nomor HP, beliau menelpon dan memastikan bahwa sayalah pemilik nomer tersebut. Kebetulan percakapan tidak terlalu lama, karena terlihat ada kesungkanan antara kami berdua. Maklum, kami belum sama sekali mengenal.

Mas Tebe hanya bertanya nama saya dan tempat tinggal saya, dan setelah itu terputus kemudian dilanjutkan via SMS. Saya pun menjawab namun tidak berlangsung lama. Karena saya sendiri karena waktu itu memang memiliki kesibukan jadi pembicaraan kami terpotong.

Kadang memang menjalin persahabatan itu tak mudah, mesti benar-benar mengenal karakter dan kesibukan masing-masing. Selain itu tentu ada privasi yang tak boleh dilanggar oleh masing-masing.

Dengan saling bertukar nomer HP tersebut, saya sih inginnya bisa berkomunikasi atau minimal bertanya terkait bisnis, buku-buku atau bertanya alamat dan jalan di Jakarta (kebetulan katanya beliau tinggal di Jakarta) jadi saya berharap ketika saya tersesat maka saya bisa bertanya pada sahabat kompasianer ini. Bahkan lebih dari itu, syukur-syukur kami bisa saling mengunjungi tempat tinggal untuk sekedar silaturrahmi. Itulah harapan kenapa kita sesama kompasianer harus saling sharing dan connecting, bukan justru mencari musuh.

Ingat kata bijak teman seribu kurang musuh satu terlalu banyak. Itulah gambaran bagaimana kita menjalin persahabatan di Kompasianer ini.

Mungkin tidak hanya saya yang ingin menjalin pertemanan atau persebatan yang lebih intens dengan sesama kompasianer. Karena sebagai sesama penulis di media sosial ini, tentu mengharapkan ada ikatan persaudaraan walau bukan persaudaraan sejati, tapi dengan saling mengenal satu sama lain akan terasa bahwa konsep awal saling berbagi dan terhubung sedikit demi sedikit.

Bukan mau promosi, tapi sedikit harapan ketika pertemanan lebih intensif maka kemungkinan besar ada silaturrahmi yang lebih baik. Akan berbeda jika kita tak pernah saling mengenal satu sama lain, maka akan terlihat sebuah jurang yang amat dalam. Jika batas tersebut menganga lebar, bukan tidak mungkin persahabatan akan terlihat dingin.

Kadang terlihat tak peduli, bahkan yang lebih rumit lagi tatkala persahabatan tersebut seperti tak memberi arti dan sebuah makna keikutsertaan kita dalam media sosial ini. Sehingga, sebuah persahabatan jika ingin dibangun dengan lebih intens, ada baiknya tidak hanya berkutat pada haha-hihi semata, tapi benar-benar sama-sama memberikan solusi, meskipun solusi tersebut pendapat-pendapat yang dianggap baik, meskipun adakalanya sebuah pendapat dari seorang teman tidak akan mempengaruhi keputusan dan hasil akhir dari sebuah persoalan.

Apalagi sudah setahun ini saya aktif di Kompasiana karena di tahun 2011 hanya sebatas pembaca dan sebagai member di Kompas.com. Saya mulai rajin menulis di awal Juni 2013. Tentu saja karena rasa gatal jika tak menyempatkan diri menyapa teman-teman sesama member dengan tulisan-tulisan sederhana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline