Lihat ke Halaman Asli

M. Ali Amiruddin

TERVERIFIKASI

Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Pak SBY, Buku Sekolah Kami Terlambat Datang

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kurikulum baru 2013 memang penuh tanda tanya, penuh duga-duga apa sebenarnya yang istimewa di dalamnya. Bahkan saking terpana dengan cerita-cerita sejumlah pendidik dan akademisi cukup membawa pikiran menerawang jauh bahwa kurikulum baru benar-benar memberikan harapan. Setidaknya harapan ada proses menuju kesempurnaan. Karena selama ini kurikulum di Indonesia dianggap kurang baik, dilihat dari proses pengejawantahan kurikulum tersebut serta hasil akhir yang didapatkan siswa selaku subyek sekaligus obyek pendidikan.

Tapi paling tidak anggapan bahwa kurikulum 2013 sudah mendekati sempurna, meskipun tidak ada produk manusia yang sempurna apalagi perubahan jaman terus berubah seiring perubahan pola pikir manusia dan gaya hidup yang dinamis. Dampaknya, meskipun di awal-awal perencanaannya dianggap sudah mewakili kebutuhan pendidikan di Indonesia, namun tatkala di tataran implementasi masih jauh dari harapan.

Kurikulum pendidikan yang benar-benar dibutuhkan di negeri ini terlampau sulit diciptakan, lantaran banyaknya permintaan, teori-teori baru, serta kebutuhan dasar yang mendesak saat ini di mana kebutuhan pendidikan tidak hanya anak didik bisa calistung saja tapi benar-benar mengejawantahkan dalam karakter yang baik. Padahal memang tidak mudah mewujudkan semua harapan tersebut.

Terbukti, bertahun-tahun kurikulum dibuat hingga kurikulum terbaru masih saja melewati proses yang rumit dan mengalami kendala, baik dari biaya yang tinggi, waktu yang seringkali tak tepat waktu, infrastruktur penunjang juga masih kurang, di tambah lagi orang-orang yang terlibat dalam penyusunan kurikulum tersebut terlihat terseok-seok ketika dihadapkan dengan deadline atau tuntutan waktu yang harus segera diselesaikan.

Tapi kurikulum tetaplah sebuah kebutuhan yang dapat dibilang mendesak, jika terlambat merespon kebutuhan dunia global, bukan tidak mungkin Indonesia semakin tertinggal jauh dari bangsa lain. Dan naifnya lagi, negara lain sudah fokus pada pengembangan tekhnologi tapi Indonesia masih berkutat pada persoalan yang sama, yaitu karakter bangsa yang semakin menurun drastis. Kenakalan anak-anak semakin mengkhawatirkan dan kenakalan orang tua juga semakin parah. Korupsi masih menjadi wabah yang tak dapat dituntaskan.

***

Terlepas dari fenomena kurikulum baru yang mengundang kontroversial dan hujatan karena sering dianggap "tak layak". Di mana karena keterlambatan dan sulitnya mengaplikasikan bagi lembaga pendidikan yang tak lengkap infrastrukturnya tentu saja menjadi persoalan yang juga rumit dan tak mudah untuk segera diselesaikan. Paling-paling menunggu beberapa tahun lagi sampai infrastruktur sekolah benar-benar siap mengakomodir kurikulum baru. Karena selama ini ada banyak keluhan pendidik dan siswa yang merasa dibuat repot lantaran kurikulum 2013 ternyata terkendala oleh kurang siapnya infrastruktur sekolah, sarana-prasarana yang menunjang kegiatan pembelajaran siswa.

Misalnya saja di sekolah kami, meskipun guru-guru sudah terbiasa memformat proses pembelajaran dengan kreativitas guru namun tatkala berhadapan dengan kurikulum baru ini justru menjadi kebingungan tersendiri. Ketika guru-guru hendak meninggalkan kurikulum lama karena dianggap usang, ternyata ketersediaan perangkat pembelajaran pun masih minim. Terang saja kebingungan dan kekecewaan menjadi kata yang seringkali ditemukan.

Buku-buku yang semestinya dapat dinikmati guru dan siswa, ternyata hingga di awal September ini tak kunjung terpenuhi, hanya kelas 1, 4 dan 7 saja yang sudah dapat dinikmati. Itupun sekolah harus memfoto copy perbuku yang pasti menambah biaya sekolah. Seandainya difotocopy semua pelajaran, sampai saat ini sekolah masih mencetak (mengeprint) satu buku perpelajaran saja. Jadi cara penggunakannya tidak maksimal dan malah terlihat kembali ke tempo dulu. Guru harus menuliskannya lagi di papan tulis, padahal seharusnya siswa benar-benar aktif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan baru terkait pengetahuan yang hendak dipelajari.

Karena buku-buku terlambat, maka tidak ada jalan lain kami kembali menengok ke belakang dengan menggunakan kurikulum KTSP yang masih bisa dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan buku sesuai dengan kurikulum terbaru.

Untung saja, meskipun buku yang kami harapkan hanya beberapa buku saja yang sudah datang, kami tetap optimis, biarpun tidak ada satupun buku kurikulum baru yang sampai ke meja guru dan siswa, sekolah akan tetap mantap mengolahnya dengan semangat profesionalisme yang tinggi. Sebuah keyakinan yang tinggi ternyata tidak diimbangi ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline