Kompasiana memang media sosial yang unik, menarik dan membuat orang bergidik. Uniknya kompasiana adalah satu di antara media warga yang selalu up to date, beritanya selalu menarik untuk disimak, dibaca maupun dinalar karena berdasarkan logika penulis-penulisnya. Berisi para penulis lama maupun pemula yang sama-sama ingin membagi tulisan, berita, artikel, atau semua yang bisa ditulis di media ini.
Dan yang lebih membuat unik lagi, para membernya (kompasianer) mau menulis dan membagi mesti tak dibayar sepeser pun. Meski dunia ini tak ada yang gratis, jangankan menulis berjam-jam, sekedar membaca berita internet saja sudah membayar. Minimal membayar listrik dan pulsa yang tak juga gratis. Tapi itulah uniknya kompasiana, bahkan seperti magnet dan seperti memiliki tuah selayaknya ajimat, setiap orang terpana, terpesona dan akhirnya tergila-gila.
Kompasianer menulis dan membagi tak mengenal usia, waktu dan keadaan. Jika mereka berkesempatan menulis apa yang diketahuinya, maka tak segan-segan membaginya di media sosial ini. Bahkan seandainya gigi yang tanggal pun tak kan rela jika harus terlewatkan begitu saja tanpa diberitakan di Kompasiana. Hebat bukan kompasiana?
Menariknya karena setiap hari tertarik untuk membaca, setelah berhari-hari mereka membaca, lama-lama menjadi member, setelah menjadi member akhirnya mereka menulis juga. Meskipun hanya sebait dua bait tulisan yang kadang tak teratur seperti saya, akhirnya menjadi tulisan yang menarik untuk dibaca, minimal dari kacamata penulis sendiri.
Kompasiana juga membuat bergidik, karena setiap berita dan opini kadang belum pernah terduga-duga tahu-tahu menjadi tranding berita nasional. Semua orang tak sengaja membaca lalu membagikan (sharing) kepada komunitas yang lainnya demi ketok tular berita-berita dari kompasiana. Bahkan lebih dari itu keberadaannya seperti sebuah pemantik yang siap menghanguskan apa saja yang menghadang para penulisnya. Tak ada ruang yang membatasi kebebasan bereskpresi, semua mengalir indah meski tanpa mantra. Menyihir siapa saja yang hidup di sana.
Seandainya ada keong yang mampu mengangkat bongkahan emas pun, berita ini akan tenar di kompasiana, bahkan boleh jadi sebelum tenar di jagad media, di kompasiana sudah diberitakan. Benar-benar kumpulan penulis-penulis yang aneh bin ajaib.
Tapi apa yang telah menyulap para penulisnya begitu tergila-gilanya pada kompasiana? Bahkan sampai-sampai seorang penulis merelakan waktu tidurnya tersita demi mengabarkan sebuah berita yang cukup aktual. Tanpa dikomando, tanpa diperintah apalagi dibayar. Dan anehnya meskipun tak sedikit kompasianer yang harus hengkang dari medsos ini, maka dia tak akan bertahan lama, dan suatu saat akan kembali lagi untuk bergabung di media sosial ini, meskipun hanya membaca.
Jika kompasiana sadar bahwa kompasiana mampu menghipnotis semua member dan pembacanya, maka tak ada jalan lain untuk menerima sebuah keadaan jika suatu saat tulisan itu tak dibaca. Karena meskipun tulisan Anda tak dibaca, tapi warga bangsa lain akan turut membacanya karena semuanya tersimpan rapi dalam memori yang tak kan hilang kecuali dihapus oleh server.
Merenungkan kembali bahwa Anda bergabung di kompasiana karena keinginan yang tinggi untuk bersosialisasi, berbagi pengalaman, dan apapun hasilnya karena diawali dari prinsip Ikhlas untuk beramal, beramal dalam bentuk tulisan yang bermanfaat. Karena siapapun Anda, dan apapun latar belakangnya prinsip beramal tentu menjadi faktor penentu keikhlasan seseorang dalam segala hal.
Kalau ternyata tetap sedikit yang membaca, meskipun tulisan tersebut adalah karya Anda yang terbaik, maka jadilah Anda sebagai sosok pembaca terbaik dari tulisan Anda sendiri. Dan yakinlah bahwa di luar sana, ada sosok lain yang tentu akan mau peduli dengan karya Anda. Jangan bersedih dan bermuram durja, karena seburuk apapun tulisan tersebut pastilah akan mendapatkan balasannya.
Salam