Lihat ke Halaman Asli

Kenapa tak Kau Katakan?

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku tidak pernah menyangka kalau aku akan kembali disini, dan menghirup bau tanah tempat ini sendirian.

Sudah cukup lama sepertinya aku meninggalkan tempat ini, dengan alasan paling pengecut yang pernah kuberikan.

Seandainya saat itu kamu mau mengatakan apa yang membuat kita mengambil jalan yang sangat jauh dari bayanganku..

Hei, Yulian. Dimana kamu sekarang?

***

Esok ini aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Lengang sekali. tidak seperti biasanya yang selalu ramai dikunjungi anak-anak. Ohya, aku ini siswa baru di salah satu (baca: satu-satunya) SMA Negeri di Ibukota Kabupatenku.

Diujung jalan aku melihatmu terduduk sendirian diatas pagar tembok dan menatap lurus kearah parkiran sepeda motor siswa. Aku tidak tau siapa kamu. Aku penasaran dan ingin sekali tau. Siapa anak kurang waras yang memilih duduk di pagar tembok sepanas itu? Syaraf kulitnya pasti rusak. Atau dia mahluk planet berkacamata yang terdampar di bumi.

Aku termangu sepersekian detik sebelum kembali memutuskan untuk melewatimu.

Aku menghitung langkah demi langkah sebelum tiba tepat disebelah pagar tembok tempatmu duduk, sampai akhirnya ketika sampai pada langkah yang kedua puluh empat aku sudah melewatimu sejauh 2 meter.

Kamu dibelakangku. tepat dibelakangku. aku inging sekali menoleh dan melihat senyummu. Tapi.. ah. sudahlah.

Kusadari, aku memang mengagumimu. kacamata yang bertengger manis dihidungmu, gaya cuekmu, dan garis wajah tegas itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline