Assad dan Konflik Suriah
Ketika Opini "si pembunuh" terbentuk oleh media terhadap Bashaar al-Asaad, Presiden Suriah, izinkan saya untuk memiliki pandangan lain. Bashaar al-Asaad, dikenal tak segarang ayahnya, Hafeez al-Assaad. Hafeez al-Assaad, dikenal sebagai salah satu penentu konstelasi politik Timur Tengah pada era 1980-an bersama-sama dengan Anwar Sadat, sehingga (pernah) muncul diktum : "Di Timur Tengah tak ada damai tanpa Mesir, tak ada perang tanpa Suriah".
Siapa Bashaar al-Assaad ?
Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Syiria - Asad adalah ‘ayah’ bagi jutaan pengungsi Palestina dan Irak. Sejak 63 tahun yang lalu, Syria adalah tempat berlindung bagi orang-orang Palestina yang terusir dari tanah air mereka sendiri. Syria bahkan menjadi markas perjuangan Hamas untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Kondisi 500.000 pengungsi Palestina di Syria jauh lebih baik daripada kondisi pengungsi Palestina di Lebanon atau Jordan. Para pengungsi itu mendapat layanan kesehatan dan perumahan yang sama sebagaimana rakyat Syria. Lebih dari itu, perang Irak pun membawa dampak membanjirnya pengungsi ke Syria. AS yang konon datang ke Irak untuk menyelamatkan rakyat Irak, justru telah menyebabkan 1,5 juta warga Irak terpaksa mengungsi, menjauhkan diri dari berbagai aksi kekerasan di Irak. Bagi Syria yang berpenduduk 18 juta jiwa itu, kedatangan 2000 pengungsi per hari (data tahun 2007) , jelas memerlukan sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Bandingkan dengan Mesir era Mubarak yang dengan bengis menutup pintu perbatasan Rafah, menghalangi pengungsi Palestina, yang sekarat sekalipun, untuk mendapatkan pertolongan.
Menurut UNHCR, kedatangan pengungsi dalam jumlah sangat besar itu menambah berat beban Syria karena mereka diberi layanan sebagaimana warga Syria: pendidikan, kesehatan, rumah, dan subsidi minyak. Tak heran bila Syria disebut sebagai negara yang terbaik di kawasan Timur Tengah dalam memberikan layanan sosial dan ekonomi bagi para pengungsi. Dan kini, AS dan sekutu-sekutunya berupaya menggulingkan Assad dengan alasan demokrasi. Namun, alasan sesungguhnya adalah jelas: Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Bagi Israel, Asad adalah duri dalam daging. Dan kepada AS-lah Israel meminta bantuan untuk menyingkirkan Asad. AS, lagi-lagi, menggunakan cara lama, membiayai kelompok-kelompok oposan di Syria untuk melawan Asad. Media pun digunakan untuk membesar-besarkan demo di Syria (bahkan dengan cara curang sekalipun, dengan menggunakan kamuflase gambar- gambar dan video). Bahkan, untuk kasus Libya dan Syria, justru Al Jazeera (yang sering dicitrakan sebagai media non-Barat) yang menjadi ujung tombak untuk menggalang opini dunia agar AS diberi hak untuk melakukan ‘humanitarian intervention’: menyerbu Libya dan Syria, menggulingkan Qaddafi dan Asad, dan mengganti keduanya dengan pemimpin yang bisa ‘diatur’.
-Global Review-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H