Sesaat pada tulisan ini dibuat, penulis merasa bimbang ingin melanjutkan tulisan atau menutupnya, sadar karena dihadapkan kenyataan bahwa apa yang ingin diuraikan oleh penulis sudah merupakan isu lama.
Akan tetapi penulis merasa perlu menuangkan perspektif berbasis hukum ataupun hanya sebuah argumentasi yang berusaha seobjektif mungkin mengenai hal di atas.
Setidaknya penulis merasa puas karena telah menuangkan apa yang selama ini bersarang di dalam kepala. Selain itu, penulis juga mulai merasa rindu dengan irama-irama ketikan.
Kita tahu bahwa saat ini Indonesia masih dilanda pandemi covid19. Sebuah hal yang sebelumnya tak terpikirkan akan membawa dampak yang maha dahsyat untuk semua sektor kehidupan. Pemerintah pun sudah berupaya dengan semaksimal mungkin untuk meminimalisir dampak dari wabah yang amat mengerikan ini. Begitupun dengan seluruh warga negaranya, berupaya serta berdoa menghadap berserah kepada Tuhan agar cepat-cepat mengenyahkan wabah tersebut.
Akan tetapi ditengah-tengah perjuangan yang diupayakan bersama, justru kita dihentakan dengan tertangkapnya Menteri Sosial oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Yang mengejutkan ialah tatkala bahwa sumber untuk korupsi tersebut berasal dari program Pemerintah yang berupa Bantuan Sosial yang selanjutnya disebut Bansos.
Padahal kita tahu betul bahwa program bansos tersebut salah satu langkah upaya pemerintah untuk menopang kebutuhan konsumsi warga negara akibat dampak dari covid-19. Sungguh biadab!
Atas perbuatannya yang demikian, tak sedikit masyarakat yang murka dan melantangkan untuk penjatuhan pidana mati kepada para tersangka yang di dalamnya termasuk juga Menteri Sosial, yaitu Juliari batubara. Akan tetapi adakah kemungkinan dijatuhinya hukuman mati kepada Menteri Sosial tersebut? Untuk itu, penulis akan uraikan mengenai adakah kemungkinan-kemungkinan itu.
Korupsi dalam pandangan masyarakat dunia sering disebut sebagai suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) menyatakan bahwa korupsi, merupakan ancaman bagi keamanan dan kestabilan masyarakat (threat to the stability and security of societies); merusak nilai-nilai dan lembaga-lembaga demokrasi (undermining the institutions and values of democracy), merusak nilai- nilai moral dan keadilan (undermining ethical values and justice); membahayakan "pembangunan yang berkelanjutan. Korupsi yang demikian maraknya terjadi di Indonesia secara sistematis di semua sektor kehidupan masyarakat, telah mengancam upaya pembangunan berkelanjutan dan pencapaian kesejahteraan masyarakat Indonesia. Temasuk apa yang sudah dilakukan oleh Menteri Sosial tersebut.
Perlu diketahui bahwa Juliari disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Alasannya digunakannya pasal ini bahwa karena Juliari diduga menerima uang suap terkait pengadaan bansos Covid-19 sebesar Rp 17 miliar.
Akan tetapi Pakar Hukum Pidana, Asep Iwan Iriawan dalam program Sapa Indonesia Pagi di Kompas TV, Senin (7/9/2020). Menyatakan bahwa "Kalau sekarang menggunakan pasal suap, terlalu ringan itu hukumannya dan itu biasa, coba masukan di unsur Pasal 2." Lalu, apa bunyi dari Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi?
Adapun bunyi dari Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 tersebut ialah: