Lihat ke Halaman Asli

Demi Sebuah Marwah

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kisruh di tubuh partai berlambang Kabah tak kunjung mereda. Dalam kurun waktu kurang dari setengah tahun PPP terlibat dua kali konflik hebat. Semua bermuara pada orientasi dukungan politik berbeda di antara para elit.

Konflik berawal dari sikap sejumlah petinggi PPP, termasuk Ketua Umum, menghadiri kampanye akbar jelang Pileg April lalu. Ketua Umum dianggap melanggar etika dengan berkampanye untuk partai lain (Gerindra). Konflik pun berlanjut saat sejumlah elit menolak pernyataan Ketua Umum Suryadharma Ali (SDA) yang mendukung pencapresan Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden.

Dukungan itu disebut tidak sah, lantaran tidak melalui mekanisme Rapimnas. PPP terbelah dua. Aksi saling pecat antar faksi terjadi. Emron Pangkapi, salah satu petinggi partai ini, didapuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum versi kudeta. Konflik mereda saat Dewan Syariah "turun gunung". Aksi saling pecat dua kubu dinyatakan tidak sah, SDA tetap Ketua Umum yang sah hasil Muktamar 2010 di Bandung. Konflik mereda dukungan politik terhadap Prabowo berjalan lancar.

Konflik berlanjut paska Pilpres berlangsung. SDA dipaksa melepas jabatan Ketua Umum. Status TSK (tersangka) KPK yang disandang SDA dijadikan alasan utama. Dia dituduh telah meruntuhkan harga diri dan marwah partai Islam.

Desakan itu dilawan Suryadharma. Menurutnya, sesuai mekanisme internal partai dirinya hanya bisa diganti lewat muktamar. Dipilih dan diberhentikan oleh muktamar, begitulah kira-kira. Mantan Menteri Agama ini pun bersedia jika pelaksanaan muktamar dipercepat dari semestinya. Asalkan, selepas pembentukan pemerintahan baru yang ditandai oleh pelantikan Presiden hasil Pemilu 2014 pada 20 Oktober mendatang sesuai bunyi AD/ART partai.

Sikap itu ditanggapi dingin oleh kubu lawan. Emron Pangkapi dan Romi Cs menghendaki muktamar dilaksanakan sebelum pembentukan pemerintahan baru. Untuk memuluskan langkah itu kubu ini melakukan pemecatan sepihak terhadap Ketua Umumnya sendiri. Langkah mengangkat Emron sebagai Ketua Umum pengganti pun dilakukan.

Manuver politik tersebut dicurigai oleh sejumlah pengamat politik sebagai upaya PPP kubu Emron dan Romi Cs untuk menyeberang ke kubu Jokowi. Targetnya adalah masuk dalam lingkar kekuasaan dengan mahar menteri kabinet pemerintahan berikutnya. Mereka diyakini berupaya mencari kejelasan kekuasaan sebelum pembentukan pemerintahan baru lewat percepatan muktamar. Karena jika mengikuti SDA jelas gerbong kuasa partai pengusung Jokowi tak mungkin dikejar.

Kecurigaan atas gerakan mengejar gerbong ini diperkuat lewat undangan resmi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kepada PPP saat gelaran muktamar Sabtu (20/9/14) lalu. Undangan ini pun disambut baik Emron Pangkapi yang hadir di lokasi muktamar. Tentu ini bukan sekedar undangan biasa. Apalagi tak semua partai Koalisi Merah Putih diundang. Hanya PPP dan PAN yang diundang sekaligus dihadiri elitnya.

Lalu jika demikian, apakah logika penggulingan Suryadharma dari jabatan Ketua Umum demi menyelamatkan marwah partai betul adanya? Ataukah ada kepentingan lain yang lebih besar dan menggiurkan dalam kekuasaan? Lalu dimana marwah partai itu sebenarnya jika sebelumnya menjadi lawan kita menjilat pemerintah yang menang? Atau barangkali sikap menjilat ini merupakan marwah partai Islam versi Emron Cs?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline