Lihat ke Halaman Asli

Adi Prima

Photojournalist

Etika Berinteraksi dengan Disabilitas

Diperbarui: 21 Juli 2017   09:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.sumbartoday.com

PERLAKUAN diskriminatif kembali diterima disabilitas. Kali ini seorang disabilitas, diolok-olok atau dibully oleh teman satu kampusnya. Sikap tidak terpuji mahasiswa ini tentu sangat disayangkan dan jangan sampai terulang lagi!

Orang yang dikatakan mengalami disabilitas adalah orang yang mengalami body dysfunction, activity limitation dan participation restriction (disfungsi tubuh, pembatasan aktivitas serta keterbatasan partisipasi, International classification of functioning (ICF).

Disabilitas bisa didefinisikan sebagai hasil interaksi antara keterbatasan fungsi seseorang dengan hambatan lingkungan. Hambatan lingkungan dapat berupa terbatasnya akses informasi, infrastruktur, partisipasi, sikap negatif atau stigma, dan kebijakan yang tidak berpihak.

Di Indonesia, segala macam hak dan kebutuhan disabilitas diatur UUD No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Larangan untuk tidak bertindak diskriminasi kepada disabilitas juga tertulis jelas.

Apakah mereka yang membully ini tidak mengetahui adanya UUD No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas tersebut? Atau mereka juga tidak mengetahui bahwa pada setiap tanggal 3 Desember, Dunia Internasional memperingatinya sebagai International Day of Persons With Disabilities atau Hari Disabilitas Dunia? Singkatnya, hak disabilitas sudah menjadi perhatian dunia.

Pada kasus ini, mahasiswa dan universitas tempat menuntut ilmu tentu saja mejadi sorotan. Timbul pertanyaan, sudah sejauh mana universitas sebagai institusi pendidikan, mendidik mahasiswa dan mahasiswinya tentang keberadaan dan etika berinterkasi dengan disabilitas?

Etika Berinteraksi Dengan Disabilitas

Jika seandainya di institusi pendidikan belum dikenalkan tentang etika berinteraksi dengan disabilitas. Lalu, tanggung jawab siapakah ini kedepannya? Atau sudah saatnyakah pemerintah memikirkan supaya etika berinteraksi dengan disabilitas masuk kedalam kurikulum sekolah-sekolah formal? Atau menjadi mata kuliah tambahan di universitas? Supaya tidak ada lagi kita temui kasus diskriminasi terhadap disabilitas?

Etika berinteraksi adalah memahami cara-cara berkomunikasi dengan disabilitas, baik disabilitas hambatan mendengar, hambatan melihat, hambatan bicara atau hambatan gerak.

Etika dan cara-cara beriteraksi dengan orang disabilitas sebenarnya juga bukan barang baru, Mimi Mariani Lusli, pendiri Mimi Institute dan penulis buku helping children with sign loss yang juga praktisi pendidikan dan konsultan disabilitas mengatakan, "Pergerakan pengertian disabilitas dari medis ke sosial, dari amal ke hak, serta dari penerima ke pelaku, dan dari eksklusif ke inklusif, presepsi tentang disabilitas memang harus dirobah. "Kami adalah pribadi yang unik dan tidak perlu lagi dikasihani".

Bergesernya pemahaman disabiilitas dari justifikasi medis menjadi hak, merupakan langkah awal untuk merobah pemamahan salah terhadap orang dengan disabilitas. Bicara disabilitas tidak lagi bicara tentang rasa iba atau kasihan, namun sudah bicara hak dan kesamaan, ucap Mimi sewaktu memberikan pelatihan etika berinteraksi dengan disabilitas yang diadakan oleh Lembaga kemanusiaan Jerman, Arbeiter Samariter Bund (ASB), beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline