Undang -Undang (UU) Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005, memberi ruang peningkatan kesehjateraan bagi guru dan dosen. Regulasi yang sudah diberlakukan kurang lebih empat belas (14) tahun yang lalu ini, secara tidak langsung meningkatkan martabat guru dan dosen.
Guru dan dosen diberikan pendapatan satu kali gaji pokok dengan mekanisme pembayaran per tri wulan atau setiap tiga bulan sekali selama satu tahun anggaran, dengan rincian triwulan pertama Januari hingga Maret direalisasi awal April, Triwulan kedua awal Juli, Triwulan ketiga awal oktober dan triwulan keempat dibayar pada awal bulan Januari tahun berikutnya.
Sesuai Peraturasn Pemerintah (PP) Nomor 30 tahun 2015, tentang kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), rata -- rata gaji guru yang menerima tunjangan sertifikasi besarannya diatas Rp. 2.000.000.
Artinya dalam setiap triwulan, seorang guru yang sudah disertifikasi, diberikan penghasilan tambahan berkisar antara Rp.8.000.000 hingga Rp 16.000.000. Atau setara dengan Rp. 24.000.000 hingga Rp.60.000.000 dalam setahun.
Baca juga: 7 Dosen FTI UMBY Lolos Sertifikasi Microsoft Certified Educator (MCE)
Angka yang fantastik, jika jumlah uang ini hanya dimanfaatkan untuk membeli fasilitas pendukung kerja guru.
Misalnya, beli laptop, beli buku sebagai bahan bacaan, alat praktek, membiayai sebuah penelitian, berlangganan media informasi cetak, mengakses internet dan biaya lain dalam proses peningkatan profesionalisme dan kompetensi guru.
Sayang, penambahan penghasilan guru dan dosen belum memberikan korelasi yang positif dalam meningkatkan profesionalisme dan kompetensi guru.
Jarang (di daerah) kita menemukan guru yang sudah disertifikasi memiliki fasilitas-fasilitas ilmiah pendukung kerja, sebagai salah satu indikasi guru profesional. Pendapatan tambahan yang diperoleh, belum dimaksimalkan secara efektif dan efisien.
Kondisi hari ini, demikian. Di sana sini, kita masih mendengar, melihat dan menemukan keluhan -- keluhan soal kesehjateraannya. Seolah, gaji pokok, tunjangan sertifikasi dan tunjangan -- tunjangan lainnya, belum mampu menunjang aktivitas dan kerja guru menjadi guru yang profesional dan berkompoten.
Baca juga: Ulama Tidak Butuh Sertifikasi Lagi
Yang diharapkan sebenarnya adalah, guru yang mendapatkan tambahan penghasilan, pada pribadinya terdapat perubahan -- perubahan kinerga yang signifikan dalam upaya mendongkrak kualitas pendidikan.
Padanya, lahir gagasan-gagasan baru, karya yang baru, metode pembelajaran yang unggul, dan tentunya, bisa juga guru bersangkutan dapat menjadi tutor terhadap guru lain untuk banyak hal berdasarkan basic ilmu yang dimilikinya.