Lihat ke Halaman Asli

maksimianus jandu

belajar menjalani hidup

Seni Menjaring Makna Hidup

Diperbarui: 16 April 2021   09:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Kutip Kata

Mari menikmati hidup dengan lebih baik dan penuh makna. Hidup kita amatlah singkat di dunia ini. Kita tidak pernah hidup untuk selama-lamanya. Pun pula kita tidak pernah tahu kapan, jam berapa, tanggal berapa, tahun berapa dan dengan siapa kita mati. Semuanya tergantung Dia yang memanggil. Pemazmur berkata demikian, "umur kita hanya sampai tujuh puluh tahun atau delapan puluh jika kuat". Jadi, umur di atas tujuh puluh merupakan sebuah kado terindah dari Tuhan. Sebuah kado yang melambangkan tindakan apresiatif Tuhan atas hidup kita. Bahwa kita telah berusaha memaknai hidup dengan baik seturut cara dan kemauan kita. Maka kita patut bersyukur atas hidup. Hidup itu sangat berharga dari sekian banyak harta yang ada di dunia.

Apabila kita berkaca pada fenomena hidup dewasa ini, bahwasannya penghargaan terhadap kehidupan mulai merosot alias berkurang. Dimana-mana berita tentang perilaku bunuh diri dan dibunuh secara kejam semakin menjadi-jadi di setiap negara manapun. Semuanya disebabkan oleh sebuah persoalan yang sifatnya sepeleh saja. Apakah kemudian tindakan semacam itu merupakan sebuah bentuk tindakan apresiatif atas kehidupan? Bahwa orang telah merasa bosan untuk hidup karena hidup itu kejam dan mati itu bahagia? Ataukah sebagaimana yang didengungkan oleh Kierkegaard bahwa karena kehadiran orang lain itu dianggap sebagai neraka bagi saya. Lantas kemudian orang saling membunuh?

Dalam dekade terakhir ini, tidak banyak orang yang merayakan kehidupannya. Segelintir orang dengan penuh riang merayakan kehidupan yang telah mereka jalani dan nikmati selama bertahun-tahun. Merayakan perjuangan keras mereka dalam menjalani sekaligus memberi makana setiap peristiwa hidup. Bersyukur kepada Tuhan karena telah mencapai usia senja. Orang-orang seperti ini telah melakukan sesuatu yang besar atas hidup. Mereka telah mencapai tingkatan paling tinggi dalam mengapresiasi hidup yang telah dijalaninya.

Marilah kita berpikir ekstra keras tentang hidup agar timbul kesadaran baru dalam diri kita bahwasannya manusia tidak akan hidup selama-lamanya. Tapi itu mustahil. Bagaimanapun juga pikiran tentang kematian pun melekat dalam setiap benak kita. Hal yang sama terjadi sebaliknya: hanya dengan membangkitkan perasaan mendalam bahwa pada titik tertentu orang pasti mati, maka dia dapat menghargai betapa senangnya dia bisa hidup. Apabila kita tidak pernah merasakan sakit, kita tidak pernah tahu betapa menyenangkan hidup sehat. Ketika kita tidak pernah merasa lapar, kita mungkin tidak pernah akan tahu seperti apa itu kenyang. Pun pula ketika kita tidak pernah merasakan pengalaman jatuh, mungkin kita tidak pernah tahu betapa menyenangkan hidup sukses dan bahagia. Dengan demikian, yang terpenting bahwa kita menyadari akan aspek kesementaraan hidup kita di dunia ini.

Dengan itu pula, kita selalu terdorong untuk terus memberi makna atas hidup. Sebab, hidup tidak ada yang sia-sia. Yang menjadi sia-sia manakala kita merasa miskin dan mengabsenkan makna dan gagap untuk mengapresiasi diri kita. Maka marilah kita sedini mungkin memberi makna terhadap pengalaman suka-duka hidup kita dengan baik. Hanya dengan begitu, kita sedang mengapresiasi hidup kita dan diri kita. Kita sedang merayakan sebuah peristiwa besar dalam hidup, yaitu mengapresiasi hidup itu sendiri. Ingat, hidup itu lebih berharga daripada hal mana pun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline