Lihat ke Halaman Asli

Aku Berharap Dia adalah Ayahku (Bagian 2)

Diperbarui: 4 Desember 2022   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri 

"Arief ayo makan!"

"Nak, Ayo Makan, Kamu sedang mikirin apa sayang?" kata bunda, menyadarkanku dari lamunan.

"Eh, iya ada apa bun? dengan suara terbata-bata.

"Kamu menghayal ya?" goda bunda.

"Ngak kok bun, ayo kita makan", ajakku berusaha mengalihkan pembicaraan.

Saya tidak mau jika bunda bertanya lebih panjang lagi, malu dong, jika bunda tahu saya menghayalkan suasana berumah tangga. Lah wong Sekarang, baru saja masuk SMA.

memang plecing buatan bunda sangat The Best, rasanya selalu pas di lidah,  cocok dengan lidah saya yang tidak suka pedas. Sebenarnya ingin rasanya nambah nasi, tapi nasi sudah di bagi-bagi sama bunda dan bunda selalu mengajarin kita untuk tidak serakah dan selalu bersyukur dengan apa yang kita punya. Bunda selalu bilang jangan banyak makan, nanti ngantuk pas belajar, nasi yang harus dimakan 1/3, sayuran 1/3 dan sisakan ruang untuk air minum dan udara.

Setelah menghabiskan sarapan, saya mencuci piring sendiri, hal ini sudah biasa saya lakukan pada saat mondok selama 3 tahun. Dan kemudian tikar alas untuk makan dilipat kembali dan kemudian saya taruh di tempat semula di sudut pojok dapur.

Setelah perpamitan dengan bunda, saya berangkat ke sekolah dengan semangat. O ya, sekolah saya cukup jauh.  Sekitar 11 Km.

Jadi untuk bisa sampai ke sekolah saya harus menaiki kedaraan umum, yang sering kami sebut bemo kota. Berkat kebaikan dan kasih sayang Ayah, yang selalu menyisihkan uang untuk ongkos bemo hingga saya bisa sampai ke sekolah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline