Lihat ke Halaman Asli

Perjalanan Pulang

Diperbarui: 3 Maret 2017   21:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Irina Krupina/Saatchi Art

"Bulshit! Perjalanan bukanlah proses menemukan. Ia adalah perjuangan melupakan. Sebuah upaya menyempurnakan kehilangan."

Begitulah sepenggal percakapan yang kudengar dari orang-orang di halte. Di tengah perjalanan menelusuri ketiadaan yg ingin sekali kuciptakan.

Bus tak kunjung datang. Orang-orang yang mulai kehilangan kesabaran menunggu kepulangan itu terus saja larut dalam perdebatan.

Bagiku, perjalanan bukan apa-apa. Ia hanya kenangan-kenangan yang tak berhak disisihkan. Sebab, pertemuan dan perpisahan tetap saja akan menjadi rumah bagi kesunyian.

Seperti yang telah kuputuskan, meninggalkanmu tak pernah kucita-citakan. Maka, kala itu, pernah kusampaikan, bahwa hidup deras mengalir kepada ketidakpastian. Dan kamu mengaminkan.

"Tunduk saja kita kepada waktu," katamu. Seolah duka dan bahagia tak berarti apa-apa. Jatuh cinta dan melepaskan sama nikmatnya.

Bus telah tiba. Orang-orang berebut menunaikan rindu. Aku terjebak dalam waktu. Merenungi masa lalu. Tenggelam dalam tubuhmu.

Ingatkah? Ketika aku menari-nari sambil baca puisi tetang kemolekanmu, kamu terpingkal-pingkal melihat nyawaku tinggal sejengkal. Sebelum kita menangisi setiap awal yang tak pernah kekal.

Bus kedua memanggil. Tubuhku menggigil. Aku mulai percaya pesan terakhirmu, bahwa waktu dan kenangan benar-benar usil.

"Aku sudah muak jadi petualang, sayang. Temui aku saat kembali pulang. Akan kulunasi hutang pelukan yang kauberikan saat mengantarku menuju kepergian."

Pekanbaru, 3 Maret 2017

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline