Tahukah kau, sayang? Aku selalu kelimpungan
setiap kali kau memintaku menulis puisi.
Padahal, doa-doa yang kupanjatkan atas namamu,
tak pernah sekalipun kalah indahnya
atas kenikmatan rindu.
Percayalah! Aku tak kan bisa menjadi penyair
di hadapanmu. Kata-kataku luruh. Melebur
dalam tatapmu. Buku-buku, laptop dan smartphone
tempatku menulis, secara ajaib menyatu dalam
wajahmu. Bahkan, jari jemariku berayun
jadi rambutmu.