Kembali Pada Zaman Sekarang
Pada 24 mei 2015, seorang milisi Houthi Yaman mengatakan kepada dunia luar, bahwa mereka telah menembak jatuh sebuah jet tempur Arab Saudi dari pasukan gabungan. Mereka juga menunjukkan reruntuhan jet tempur yang tertuliskan “Royal Saudi Air Force”.
Seorang Komandan Haouthi, Abdel Qadir al-Shami memberi penerangan : “Pesawat ini salah satu yang berhasil kita tembak jatuh sekitar jam 2:15 subuh di pagi hari. Sebelum ini, pesawat ini telah melakukan beberapa kali serangan udara terhadap Departemen Keamanan di berbagai tempat di sekitar Sana’a, termasuk pusat komando Angkatan Udara Yaman.
Pada 5 Maret 2015, milisi Houthi melakukan serangan besar terhadap kota Aden, Yaman Selatan, dan Presiden Yaman Abdullah Rabbuh Mansur Hadi dipaksa melarikan diri. Keesok harinya, aliansi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan serangan udara terhadap pasukan Houthi diseantero Yaman yang terus berlangsung hingga kini.
Banyak pengamat dunia luar mempertanyakan : Apa yang layak diperhatikan dalam serang ini? Ini adalah untuk pertama kalinya Arab Saudi masuk langsung dalam kancah peperangan dalam 25 tahun, sejak Perang Teluk pada tahun 1991.
Juru bicara Arab Saudi, Ahmad Asiri mengemukan, AU Kerajaan Saudi melakukan serangan udara terhadap pusat komando dan kantor pasukan Houthi, serta lebih dari 17 tempat mimpinan dan asosiasi serta afiliasi mereka.
Mengapa Arab Saudi yang selama ini terlihat selalu moderat tiba-tiba ikut campur dalam urusan negara lain?
Sebenarnya sudah sekian lama Arab Saudi terlihat sangat jelas dan bersih dalam konflik yang terjadi di Timteng selama ini. Dan Riyadh Ibu kota Arab Saudi sekarang menjadi “rumah bagi orang yang terbuang” (pelarian dari negara lain).
Reyad Yassin Abdulla mantan Menteri Luar Negeri Yaman, yang melarikan diri bersama mantan Presiden Yaman, Hadi. Yang kini memimpin sebagai Menlu sementara di hotel bintang lima di Riyadh. Ahmad Jarba mantan pemimpin oposisi Syria --“Syrian National Coalition”, dia juga berada di Riyadh. Selain itu ada juga banyak pemimpin lain dari “Free Syrian Army” (Tentara Syria Bebas) yang bernasib sama hidup dalam pengasingan seperti begini. Mereka mendapat uang dan senjata dari Arab Saudi dan harus menaati perintah Arab Saudi.
Demikian juga dengan Zine El Abidine Ali, mantan presiden Tunisia, yang pada Januari 2011 digulingkan selama “Revolusi Musim Semi Arab” (Arab Spring), setelah itu hidup tenang di Riyadh sebagai pelarian.