Lihat ke Halaman Asli

Sucahya Tjoa

TERVERIFIKASI

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Sepuluh Tahun di Depan Air Bisa Menjadi Penyebab Perang

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Menurut Intel AS sepuluh tahun didepan, air bisa menjadi penyebab perang. Air bisa menjadi obyek sasaran terroris. Musim kering yang berkepanjangan, banjir, dan kekurangan air bersih, bisa menyebabkan ketidak stabilan dunia, serta menimbulkan konflik antar negara. Demikian laporan dari Intel AS dalam Hari Air Sedunia ( World Water Day ).

Kajian dari beberapa intelijen federal dari berbagai tempat di AS mengatakan adanya resiko terjadi perang yang disebabkan oleh masalah air tawar, ini bisa terjadi minimal setelah 10 tahun dari sekarang. Ketegangan antara negara bagian dan negara ini dapat mengganggu pasar pangan secara nasional dan internasional.  Setelah 2022, diperkirakan air bisa menjadi senjata perang atau alat terrorisme, terutama di Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Utara.

Laporan ini didasarkan pada ramalan intelijen AS yang diklasifikasikan tentang keamanan untuk air, yang diminta oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton pada akhir musim gugur yang lalu.

Menurut Hillary, banjir, kelangkaan dan kualitas air, dikombinasi dengan kemiskinan, ketegangan sosial, kepemimpinan yang buruk dan pemerintahan yang lemah akan memberi kontribusi pada ketidak stabilan yang menjadi sebab kegagalan banyak negara. Unsur-unsur ini yang kemungkinan akan meningkatkan resiko kegagalan, ketidak stabilan negara, memperburuk ketegangan regional, dan dapat mengalihkan perhatian negara tersebut untuk bekerjasama dengan AS untuk kebijaksanaan-kebijaksanaan penting. Demikian laporan yang diumumkan dalam Hari Air Sedunia.

Hal tersebut diatas dikemukakan, berhubung ketika AS meluncurkan usulan kemitraan kerjasama Air baru untuk tujuan berbagi keahlian dalam pengelolaan air AS dengan seluruh dunia, mendapati temuan-temuan ‘serius’ ini, ancaman ini kelihatannya nyata dan mengkawatirkan sekali.

Dalam lapora tersebut diungkapkan bahwa memang ada beberapa negara yang telah berusaha untuk menyelesaikan maslah air ini dengan berunding, tapi dengan makin langkanya air situasinya akan berubah. Diperkirakan 10 tahun didepan kelangkaan air yang makin akut. Sehingga air bisa digunakan untuk menjadi senjata menekan dan mengacam bagi negara dan juga oleh teroris.

Diprediksi negara yang berada di hulu sungai akan lebih berkuasa dari negara tetangga yang berada dihilir. Bisa saja negara dihulu membatasi akses terhadap air karena alasan politik, demikian juga negara akan bisa alasan untuk mengatur pasokan untuk internalnya dalam menekan separatis dan rakyat yang membangkang. Pada saat yang sama, teroris dan negara-negara jahat  dapat mengatur aliran air dengan membangun bendungan, waduk dan dam, kemudian mengancam dengan menunda atau membuka aliran air ke hilir. Serangan demikian walaupun pada akhirnya tidak dilakukan, atau sebagian dilakukan, tetap saja akan membuat ketakutan bagi negara hilir untuk terjadinya kebanjiran dan kehilangan sumber daya airnya. Hal ini dapat mendorong negara untuk mengeluarkan biaya besar untuk infrastuktur airnya.

Dalam laporan ini walaupun tidak secara gamblang menyebutkan negara-negara yang ber-resiko tinggi untuk masalah ini. Namun studi ini dilakukan untuk cekungan air dan sungai-sungai seperti sungai Nil di Mesir, Sudan, dan negara-negara disebelah selatan seperti Sungai Tigris, Eupharate di Irak dan timur tengah lainnya. Sungai Mekong di Tiongkok dan Asia Tenggara, Sungai Yordan yang memisahkan Israel dan Palestina, Sungai Indus dan Brahmaputra di India dan Asia Selatan, dan Sungai Amu Darya di Asia Tengah.

Di Indonesia menurut Sinar Harapan ( 22-03-2012 ) 80% Sumber Daya Alam -  Air kita telah dikuasai perusahaan asing. Ini jelas telah melanggar amanat dari konstitusi kita UUD 1945 Pasal 33, bumi, air dan kekayaan alam dikuasai negara dan diberikan untuk kemakmuran rakyat. “ Dikuasai berarti harus dimiliki dan tidak termasuk dalam private capital. Harus masuk state capital” demikian menurut Wakil Ketua DPR – Aria Bima. Karena itu, pemerintah diminta untuk kembali kepada amanat konstitusi itu dengan cara merevisi aturan mengenai privitisasi modal asing di sektor air.

Sekjen Kiara, Riza Damanik menegaskan bahwa air sebagai SDA yang strategis harus dikuasai negara. Untuk itu pelaksanaanya harus diberikan sebesar-besarnya bagi rakyat sesuai dengan UUD 45 Pasal 33.  "Dengan dikuasainya air oleh perusahaan-perusahaan asing dalam pengelolaan sumber daya air ini, pemerintah telah gagal dalam melaksanakan konstitusi. Ini artinya pemerintah telah melanggar konstitusional," ia menegaskan.

Menurutnya, pemerintah tidak menjalankan fungsinya dengan baik dalam melaksanakan amanat konstitusi sehingga tidak memberikan jaminan hak atas air di negeri ini. Tidak hanya di Jawa, hampir di seluruh penjuru negeri praktik ini sudah dilakukan secara berjamaah. "Atas keadaan ini, seharusnya pemerintah sudah harus merevisi dan melakukan perbaikan untuk kembali ke konstitusional kita," katanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline