Lihat ke Halaman Asli

Sucahya Tjoa

TERVERIFIKASI

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Hari Ceng Beng – 清明节(Qing Ming Jie)

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Apakah Hari Ceng Beng atau Qing Ming Jie清明节 itu? Hari Ceng Beng (logat Hokkian) jatuh pada setiap 5 April penanggalan masehi setiap tahun, merupakan salah satu dari “24 hari penentuan musim”(二十四节气ershi si qijie atau 24 solar terms). Penentuan berdasarkan garis edar bumi terhadap matahari yang dipelajari oleh orang Tiongkok kuno ( sekitar 2500 tahun yang lalu), yang mengambil patokan posisi bumi didaerah aliran bagian tengah Sungai Kuning (Huanghe黄河) di Tiongkok, dimana menunjukan fenomena alam ditahun tahun yang bersangkutan, dan karakteristik musim dalam setahun berjalan ini yang bertalian dengan pertanian.  (Hal ini akan dibahas tersendiri ditulisan lain).

Tapi yang terpenting ada 4 yang menunjukkan datangnya dan mulai penggantian musim yaitu Awal Musim Semi (立春Lichun- 4 Pebruari ) ; Awal Musim Panas (立夏Lixia- 5 Mei ) ; Awal Musim Gugur (立秋Liqiu- 7 Agustus ) ; Awal Musim Dingin (立冬Lidong- 7 Nopember). Sedang Cen Beng atau Qing Ming Jie清明节 tepat jatuh pada 5 April, dimana biasanya didaerah aliran bagian tengah Sungai Kuning, hari cerah dan udara mulai berubah menjadi hangat, sehingga semua tumbuhan-tumbuhan berdaun rimbu dan bunga-bunga bermekaran, demikian juga rerumputan tumbuh subur dan menghijau.

Hari Ceng Beng ini dalam bahasa Inggeris disebut Tomb-sweeping Day atau Pure Brightness, beberapa tahun yang lalu Pemerintah Tiongkok (RRT) menetap hari ini sebagai hari libur nasional selama 3 hari ( 3 s/d 5 April).

Bagi kebanyakan orang Tionghoa mereka tahu bahwa hari ini adalah salah satu hari penting untuk menunjuk salah satu sikap “Bhakti Orang Tua atau Leluhur”, salah satu pendidikan untuk sanak keluarga untuk berbhakti kepada orang tua, bagaimana sebagai kepala keluarga tetap tidak melupakan leluhurnya, dan menunjukkan bahwa walaupun yang tadinya pernah hilaf berbuat salah dan tidak berbhakti ketika orang tuanya masih hidup. Kini setelah ditinggalkan,  dia menunjukkan akan penyesalannya, dengan merawat dan membersih makam leluhur, perbuatan ini terutama ditujukan untuk ditunjukkan kepada sanak keluarga yang masih hidup.

Pada hari ini sanak keluarga akan sibuk mempersiapkan untuk pergi ke makam keluarga dan leluhur untuk membersihkan makam, dan mengadakan persembahan. Pada umumnya mereka akan menyiapkan pengganan berupa daging babi ( pork belly) dan ayam rebus, beberapa macam buah-buahan, kue-kue basah berupa kue mangkok ; bolu kukus, arak putih (beras) atau air teh ( kini di Indonesia orang lebih suka dengan air teh, karena kadangkala jika dengan arak putih akan menjadi obyek pemerasan dari “oknum-oknum” ). Tidak lupa kimcoa (kertas uang orang mati), hio (dupa batangan), lilin dan bunga rampai.

Biasanya orang Tionghoa dimulai 10 hari sebelum dan sesudah tanggal 5 April akan pergi kemakam untuk membersihkan makam, memperbaiki makam dan mengecat ulang Bongpai ( prasakti terbuat dari batu/mamer/granit yang dipasang dibagian muka makam, yang biasanya tertulis nama almarhum/mah, tanggal/tahun kelahiran dan tanggal/tahun kematian, nama-nama anggota keluarga yang ditinggalkan saat kematian ). Setelah sajian ditata, semua anggota keluarga akan sembayang dengan membakar hio, pertama mereka sembayang kepada “Tian” dengan menghadap kelangit dimuka makam, sambil mengucapkan segala harapan/doanya, setelah itu menancapkan beberpa hio ketanah. Kemudian kekanan kiri makam yang biasa ada altar kecil untuk Dewa Bumi, Dewa Keberutungan ( altar ini sudah diberi sesajian dan lilin ) juga menancapkan hio ketempat yang telah disediakan dilatar tersebut. Terakhir, sisa dari hio-hio dihadapan makam leluhur atau keluarga mengucapkan segala harapan/doa untuk dirinya dan mewakili semua anggota keluarga yang tidak bisa hadir, agar mendapat perlindungan dan minta maaf atas segala perbuatan dirinya yang lalu, dengan harapanan tidak mengulang perbuatan serupa, dan meneruskan perbuatan ketauladan leluhur jika hal itu memang ada dan patut ditauladani. Setelah selesai sembayang, membakar kertas-kertas kimcoa sampai habis dan menyiramkan arak putih atau air teh di baranya, yang tadinya disajikan dalam altar didepan bongpai. Sebagian orang meletakkan dua keping koin atau uang logam dialtar. Setelah hio-hio habis terbakar, maka kepala keluarga akan mengambil dua keping koin tersebut, dipegang degan dua tangan sambil mengayung-ngayungkan didepan bongpai sambil menanyakan apakah sajiannya sudah selesai, lalu melemparkan dua keping koin ini ke udara, jika ketika jatuh ke tanah letak koin tersbut menunjukkan berlainan gambar (siopuoi dialek Hokkian), maka berarti sudah selesai dan sajian boleh diberesi dan boleh pulang. Jika tidak harus menunggu beberapa saat dan mengulangi pelemparan koin tersebut lagi, hingga terjadi “siopuio”.

Maka tidak heran pada hari menjelang hari H ( 5 April ) semua tiket pesawat akan naik berkali lipat jurusan dari Jakarta ke Medan – Bangka – Potianak dan tempat-tempat lain, dimana yang warga suku Tionghoanya banyak merantau ke Jakarta untuk pulang ke kampung halamannya untuk nyekar. Juga tempat makam-makam orang Tionghoa akan mulai banyak pungutan-pungutan “liar/resmi” dan “terorganisir” untuk menambah penghasilan sesaat bagi “mereka yang berkepentingan”, lebih-lebih pada saat kacau pada tahun-tahun yang lalu terjadi banyak “pemerasan-pemerasan kecil” bagi penyekar makam. Kiranya untuk tahun-tahun dimuka perlu ada perhatian dari pihak yang berwenang untuk dapat menertibkan keadaan ini, agar dapat terjadi keharmonisan bagi kehidupan kita semua.

Asal muasal dari Hari Raya Ceng Beng ini akan diposting ditulisan berikut ini.

Bahan :

-http://baike.baidu.com/view/3148.htm?fr=ala0_1_1#3

-http://baike.baidu.com/view/6385.htm

-http://www.chinadaily.com.cn/dfpd/heilongjiang/2011-03-25/content_2113885.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline