Yu Yongding(余永定)
Lahir di Provinsi Jiangsu 1948, Lulus dari Sekolah Beijing Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada 1969, kemudian bekerja sebagai tukang listrik di Pabrik Beijing Haevy Mesin 1969-1979. Bergabung dengan Institut of World Economics di tahun 1979 dan diangkat sebagai Research Fellow (1983-1986), menjadi Kepala Reset (1986), Senior Reseach Fellow (1987) dan Senior Fellow (1995) pada lembaga ini.
Anggota CASS (Academician of Chinese Academy of Social Sciences中国社会科学院学部委员), mendapat gelar S3 PhD bidang ekonomi dari Oxford University, Editor-in-Chief, China and World Economy (1998-), Anggota dan Penasehat Komite Masalah Luar Negeri Tiongkok (2010, Anggota Komite PBB Kebijakan Pembangunan (2010). Mantan Direktur Jenderal Institute Ekonomi Dunia dan Politik (Director-General of Institute of World Economics and Politics/IWEPwith the CASS tahun 1998-2009) dan Anggota Komite kebijakan Moneter Bank Rakyat Tiongkok (Member of the Monetary Policy Committee of People’s Bank of China) tahun 2004-2006.
Bidang penelitian utamanya adalah masalah Keuangan Internasional, Pertumbuhan ekonomi dan stabilitas makroekonomi Tiongkok. Telah ratusan makalah yang diterbitkan sejak 1981. Disertasi masterpiecenya : Macroeconomic Analysis and the Design of Stabilisation Policy in China. Makalah ini adalah tentang aplikasi studi teori maktoekonomi modern, stabilitas makroenomi Tiongkok bagian barat, upaya lebih komprehensif serta derivasi dari Tiongkok dalam hal fungsi komsumsi, fungsi penawaran agregat, dan model pertumbuhan ekonomi Tiongkok termasuk segala macam inovasi.
Yu Yongding(余永定)digolongkan sebagai Free Market Egalitarian, seorang makro-ekonom terkemuka,Presiden Masyarakat Ekonomi dunia Tiongkok dan Direktur Institut Ekonomi dan Politik Dunia di Akademi Ilmu Sosial Tiongkok (President of the China Society of World Economics and Director of the Institute of World Economics and Politics at the Chinese Academy of Social Sciences). Dia juga menjabat sebagai anggota Komite Kebijakan Moneter Bank Rakyat China, anggota Komite Penasehat Perencanaan Nasional Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi RRT. Seorang kritikus terhadap pemerintahnya dimana Tiongkok yang telah menginvestasikan surplus perdangangannya yang besar dalam US dollar dengan membeli surat hutang AS. Karyanya terkenal dengan kombinasi antara ekonomi liberal tapi menekan kuat pada keadilan sosial.
Dia pernah menyatakan bahwa Renminbi (mata uang Tiongkok) harus diizinkan untuk mengambang bebas sebagai cara untuk mempercepat beralih dari ketergantungan dari ekspor murah. Pemerintah harus sangat berhati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam proses konvertibiltas renminbi, dengan memperingatkan bahwa pemerintah harus tidak tergoda oleh kepentingan pribadi yang terpanggil oleh lobi(lobby) keuangan Hong Kong untuk meliberalkan rekening modal (capital account).
Menurut pengamatan panjang Yu Yongding melihat bahwa Tiongkok perlu berpindah dari orientasi ekspor, investment-driven, low value added ekonomi ke arah konsumsi domestik dan produksi nilai tambah tinggi (high value added produtions). Sejalan dengan pesan dia bertahun-tahun lalu ketika dia masih menjadi anggota Komite Kebijakan Moneter Bank Rakyat Tiongkok dan memberi masukan pada Rencana Lima Tahun Partai.
Pada saat Tiongkok mengalami kelambatan ekonomi yang lalu, banyak pakar yang mengatakan bahwa hal itu membutuhkan stimulus lebih lanjut untuk menjamin 8%. Sebagai contoh, ada banyak diskusi tentang runtuhnya industri baja Tiongkok, yang mana keuntungan anjlok hingga 50% pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan industri bahan mentah dan produksi semen juga melambat. Namun seruan untuk stimulus ekonomi merupakan penilaian yang berlebihan dan meremehkan konskuensi kegagalan dalam jangka panjang untuk restrukturisasi dan pengalihan pola pertumbuhan Tiongkok secara tepat waktu. Para pemimpin Tiongkok harus berpendirian kuat dan menolak godaan untuk mengubah arah dalam rangka untuk meningkatkan pertumbuhan. Sebaliknya mereka harus mempercepat mengadakan penyesuaian ekonomi Tiongkok, walaupun hal itu dapat memperlambat pertumbuhan dan selama itu tidak meningkatkan pengangguran. Jika Tiongkok tidak melakukan retstrukturisasi sekarang, maka akan membayar biaya penyesuai yang lebih tinggi kelak. Kata Yu Yongding.
Penyebab Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok
Menurut Yongding ada beberapa penyebab penting atas perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun itu. Dalam beberapa hal sampai batas tertentu merupakan cerminan keberhasilan pemerintah dalam upaya meredahkan terjadinya gelembung bidang real-estate. Dua tahun lalu ( 2008 ) Tiongkok dalam Repelita yang ke 12 menetapkan target pertumbuhan PDB rata-rata tahunan sebesar 7% untuk periode 2010-2015. Pengaturan target pertumbuhan yang lebih rendah bertujuan untuk menyediakan cukup ruang untuk restrukturisasi dan pergeseran dalam pola pertumbuhan. Dengan kata lain perlambatan ini sebagai bagian dari kebijakan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Investasi dan ekspor merupakan mesin pertumbuhan utama Tiongkok. Pola pertumbuhan ini telah berhasil untuk mengubah negara sangat miskin atau pendapatan rendah menengah Tiongkok. Tapi kini tingkat investasi Tiongkok mendekati 50% dari PDB, yang mana 10% disebabkan oleh investasi real-estate. Sebagai akibat effisiensi modal Tiongkok telah jatuh secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu tidak dapat dikatakan apakah ada atau tidak gelembung pertumbuhan yang berkelanjutan itu. Yang jelas pertumbuhan berkelanjutan tidak dapat dibangun mengadalkan beton dan semen.
Rasio ekspor terhadap PDB Tiongkok telah melampaui 35% pada tahun 2007, hal ini diargumenkan oleh sebagian orang bahwa ekonomi Tiongkok tidak tergantung dari ekspor karena proporsinya dengan PDB tidak tinggi. Tetapi argumen ini secara konseptual salah. Karena ekspor tidak dapat digunakan untuk mengukur ketergantungan ekonomi pada permintaan eksternal. Jika memang ekonomi Tiongkok tidak tergantung pada ekspor, mengapa pertumbuhan terpukul begitu parah dengan adanya perlambatan dunia sejak 2008 ? Untuk membuat pertumbuhan berkelanjutan, Tiongkok harus beralih ke pola pertumbuhan baru yang lebih bergantung kepada domestik daripada luar negeri. Pemerintah Tiongkok memahami hal ini. Awal tahun itu PM Wen Jiabao (kini matan) mengatakan : “Dalam menetapkan tingkat pertumbuhan PDB sedikit lebih rendah, kami berharap ... membimbing rakyat disemua sektor untuk mengfokuskan perkerjaan mereka pada percepatan transfromasi pola pembanguan ekonomi yang lebih berkelanjutan (sustainable) dan effisien....” (http://www.theguardian.com/world/2012/mar/05/china-cuts-growth-target-7-5China cuts growth target to 7.5%)
Tindakan pada umumnya telah dilakukan untuk mengedalikan investasi dan real-estate yang mengalami penurunan hingga 16,3% pada paruh pertama tahun 2012, dan ini berdampak pada industri terkait seperti kontruksi, mebel dan appliances (alat kebutuhan rumah tangga) , dan dapat dipastikan ini akan menyebabkan penurunan yang signifikan dalam pertumbuhan.
Pertumbuhan Tiongkok juga telah melambat secara dramatis kerena ada krisis keuangan dunia. Untuk menghadapi perlambatan ini ada dua pilihan: merangsang ekspor dengan memberi potongan pajak atau dengan re-Pagging mata uang Yuan terhadap dollar AS dan seterusnya., atau dengan memanfaatkan keburukan situasi eksternal ini untuk mempercepat restrukturisasi industri ekspor Tiongkok dengan mendorong kompetisi, merger dan ekuisisi, peningkatan industri, merelokalisasi tempat produksi dan sebagainya. Untungnya pemerintah Tiongkok telah mengambil langkah-langkah untuk mempromosikan ekspor, yang akan mempertaruhkan bergulirnya kembali kemajuan Tiongkok, dimana telah diambil tindakan untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor pada 2005.
Sehingga dengan waktu singkat, perlambatan dan kegagalan untuk pulih dapat dilakukan dengan cepat, terutama konskuensi dari tekad pemerintah untuk memulai mendorong melalui penyesuaian sebelum krisis keuangan dunia berdampak pada Tiongkok. Pemerintah harus diberi dukungan untuk berani jalan pada jalur tersebut tanpa harus melakukan paket stimulus yang lain.
Beberapa Opsi bagi Tiongkok
Tiongkok masih mempunyai ruang untuk mengejar kebijakan ekspansi fiskal dan moneter, terlepas dari semua persoalan posisi fiskal Tiongkok masih kuat. Rasio defisit anggaran masih kurang dari 2% dari PDB, sedang rasio utang publik terhadap PDB kurang dari 20%. Berdasarkan statistik yang tersedia, utang pemerintah daerah dan kebijakan pinjaman mencapai 27% dan 6% dari PDB masing-masing. Bahkan jika semua pinjaman utang dan kebijakan daerah yang buruk dan pemerintah pusat masih punya kemampuan untuk membayar.
Sistim perbankan Tiongkok juga dalam kondisi yang relatif baik. Pinjaman non-performaing (tak terbayar baik) rasionya akan tetap rendah dan terlihat tetap masih demikian, meskipun pertumbuhan turun. Sulit bagi Bank Sentral Eropa untuk membujuk Bank Komersial untuk meminjamkan uangnya daripada menabungnya. People Bank of China (PBOC) tidak menghadapi masalah seperti itu, terhadap empat bank komersial besar BUMN yang dominan di Tiongkok. Suku bunga pasar uang Tiongkok sekitar 3% dan masih dapat dikurangi lebih lanjut. Yang lebih penting lagi persyaratan dana cadangan Tiongkok yang digunakan sekitar 10% dan sekarang 20% , bahkan dengan mudah dapat dikurangi jika PBOC menghendaki. PBOC juga bisa memotong suku bunga deposito dan kredit demi kepentingan benchmark Tiongkok. PBOC menetapkan suku bunga bank komersial untuk perpanjangan kreditnya atau membayar uang muka yang diterimanya. Meskipun mereka memiliki peluang yang terbatas untuk mengatur tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Dengan pemotongan angka ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sejauh ini pemerintah telah menahan godaan untuk merangsang ekonomi melalui kebijakan fiskal dan moneter yang ekspansif. Tapi tindakan itu memungkinkan jika ekonomi menunjukkan tanda-tanda melemah atau terjadi stres di pasar tenaga kerja, pemerintah mungkin akan merubah pikiran. Mei yang lalu NDRC ( National Development and Reform Commission-Komisi Pemabangunan Nasional dan Reformasi ) menyetujui suatu rangkai proyek besar senilai 800 milyar yuan. Itu terlihat jelas tanda-tanda pemerintah menyerah atas tekanan untuk paket stimulus baru, meskipun pada skala yang lebih kecil dari tahun 2008-2009. Untungnya NDRC membantah untuk klaim itu. Bahkan belum ada tindakan lebih lanjut sehubungan dengan proyek-proyek tersebut. Jika pemerintah daerah dan perusahaan tidak dapat mendapatkan dana yang memadai dari sumber lain, maka tidak akan ada investasi baru dalam proyek ini. Jika kinerja ekonomi loyo terus berlanjut, pemerintah juga bisa membongkar dengan tindakan administratif yang bertujuan untuk mengenkang harga perumahan. Perubahan itu akan menjadi jantung untuk mengekang investasi real-estate, yang barang tentu akan menghasilkan rebound harga rumah dan kemajuan dalam mengedalikan demam investasi dalam pengembangan real-estate akan mudah untuk diluncurkan kembali.
Dengan singkat kata, apa saja tindakan yang akan diambil pemerintah Tiongkok saat ini dapat mempengaruhi kinerja ekonomi. Jika pemerintah yakin pertumbuhan tidak akan jatuh dibawah 7,5-7% pada 2012 dan seterusnya, mungkin akan stick/tetap pada pendekatan yang telah diambil sejak 2010. namun jika tidak yakin, mungkin memerlukan mengubah arah dengan segala koskuensi jangka panjang negatif . saat ini. Saya berani bertaruh bahwa pemerintah akan tetap pada jalurnya. Saya melihatnya kata Yu Yonding. Bahwa jika pemerintah tidak mengambil tindakan lebih lanjut, ekonomi Tiongkok juga akan beres dalam waktu dekat tahun ini dan tahun-tahun yang akan datang.
Kesimpulan
Kesimpulan bahwa Tiongkok memiliki pola pertumbuhan yang tidak bersinabungan. Hal ini harus dibayar mahal jika terjadi perlambatan pertumbuhan. Biaya dan pengorbanan ini harus dibayar. Untungnya Tiongkok saat ini masih dalam posisi fiskal yang baik, sehingga memberi ruang bernafas untuk melakukan penyesuaian struktural tanpa menyebabkan terlalu banyak merasakan sakit.
Yu mengharapkan pemerintah Tiongkok mau bertegang syaraf dan melanjutkan pendekatan seperti saat ini meskipun terjadi perlambatan. Tentu saja dalam menanggapi situasi perubahan ekonomi harus diadakan penyesuaian kebijakan untuk memastikan kecepatan yang diperlukan untuk pertumbuhan. Tapi jika meluncurkan paket stimulus lain dengan penyesuaian biaya baru, itu akan menyebabkan suatu masalah besar dalam waktu tiga atau lima tahun yang akan datang.
Tiongkok sekarang mungkin telah memasuki masa penyesuaian jangka panjang dari periode lima tahun, dimana ekonomi mungkin berjuang dengan sedikit melambat pada tingkat rata-rata 7%, seperti apa yang telah direncanakan Repelita yang ke12. Tantangan terbesar dalam periode ini adalah tentang siapa yang harus menanggung biaya apa, yang pada dasarnya adalah masalah politik ketimbang masalah ekonomi. Tidak dapat diragukan lagi penyesuaian akan menyakitkan. Namun saya akan tidak ragu bahwa jika pemerintah berhasil dalam penyesuaian ini, Tiongkok akan memiliki dekade lain atau pertumbuhan yang melebihi 8% yang kedua.
Dalam istilah per kapita yang diukur dalam hampir semua indikator, Tiongkok masih tergolong negara yang sangat miskin. Yang lebih penting lagi dalam reformasi kelembagaan masih banyak yang harus dilakukan. Semua ini menunjukkan bahwa Tiongkok masih harus menempuh jalan yang panjang untuk mengangkat dirinya dari negara berpenghasilan menengah ke bawah menjadi negara maju. Masalahnya masih banyak yang harus dipecahkan yang berarti bahwa Tiongkok masih memiliki potensi yang luar biasa untuk kemajuan lebih lanjut. Saya harus optimis tentang masa depan Tiongkok. Demikian menurut Yu Yongding. (Bersambung ..... )
Sumber :
(http://www.aisixiang.com/data/72481.html余永定:重振中国再平衡)
( China 3.0 by Mark Leonard – European Council On foreign Relations – ECFR November 2012 )
( http://finance.sina.com.cn/economist/pingyixueren/20100817/23118499097.shtml
( http://www.sina.com.cn 2010年08月17日 23:11 新浪财经 )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H