Lihat ke Halaman Asli

Sucahya Tjoa

TERVERIFIKASI

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Bagaimana Kiranya Peran RRT Dalam Dua Dekade yang Akan Datang Di Dunia Dan Siapa dan Apa Peran Intelektual Dalam Negerinya ( 16 )

Diperbarui: 18 Juni 2015   05:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Padangan Pakar Tiongkok Dalam Reformasi Politik

Sun Liping(孙立平)

Sun Liping(孙立平) salah seorang sosiolog terkemuka di Tiongkok, pernah menjadi supervisor Xi Jinping (Presiden RRT sekarang) di Universitas Qinghua saat mengambil PhD (S3). Sun telah lama memperingatkan pembuat kebijakan bahwa adanya ancaman besar bagi rakyat Tiongkok akan pembusukan sosial ketimbang gejolak sosial. Awal tahun itu, dia menulis laporan yang menguatirkan dan pentingnya bagi Universitas Qinghua dimana secara terbuka mengutuk “vested interest” yang kuat, karena telah “menyandera reformasi”. Dia berkeyakinan bahwa stabilitas sosial dapat dibuat dengan memperkenankan rakyat untuk mengekspresikan pandangan mereka sendiri dan membela hak-hak mereka sendiri.

Lahir tahun 1955 Mei. 1978 Masuk Universitas Beijing jurusan bahasa Tionghoa, 1983 lulus sarjana. 1983 -1999 bekerja di Departemen Sosiologi Universitas Beijing. Sebagai asisten professor sosiologi, Direktur Pusat Penelitan Kehidupan Sosial, Direktur Pusat Penelitian Pengembangan Komunitas Sosial, semuanya pada Universitas Beijing. Tahun 2000 pindah ke Universitas Qinghua, Bagian Penelitian Pembangunan Sosial, Perubahan Struktur Sosial dan Sejarah Sosial Lisan.

Pada tahun1980 arah penelitian utama untuk modernisasisosial. Menerbitkan antara lain Modernisasi Sosial( 社会现代化), Menuju Cara Modern (走向现代之路), Intropeksi Dan Pengembangan Ekplorasi (发展的反省与探索) dan karya-karya lainya.*1

Berikut ini disajikan tentang “Insiden Wukan” sebuah peristiwa protes rakyat Wukan terhadap Anti korupsi dan Anti penguasaan lahan yang dimulai pada September 2011 dan eskalasinya meningkat hingga bulan Desember tahun itu, sehingga terjadi penyanderaan antara rakyat desa setempat dan kepolisian setempat. Yang mana konflik berakhir dengan diselesaikan dengan diadakan negosiasi antara perwakilan desa dan pejabat provinsi yang setuju untuk memperkenankan desa ini untuk mengorganisasi sendiri untuk mengadakan pemilihan desanya sendiri pada Pebruari 2012 (4 Maret 2012)*2 tanpa campur tangan PKT. “Pendekatan Wukan” ini di-elu-elukan para intelektual Tiongkok sebagai model untuk bagaimana meningkatkan otonomi desa dan menyelesaikan konflik sosial melalui pembicaraan dan negosiasi daripada dengan cara kekerasan dan represif.

Wukan (乌坎) sebuah desa nelayan di pesisir Guangdong, Tiongkok. Berpopulasi sekitar 13 ribu saat itu, berjarak kira-kira 120 km sebelah timur Hongkong. Pada 2011 menjadi terkenal akibat terjadinya Insiden Wukan. Insiden ini mungkin mempunyai makna sejarah yang signifikan bagi Tiongkok. Menyusul adanya protes penduduk desa tersebut, terpilihlah perwakilan desa melalui proses demokrasi yang dianggap adil bagi penduduk desa. Tapi ini bukan pemilu yang pertama di Tiongkok. Namun dalam konteks rantai peristiwa seputar insiden ini, peristiwa ini dibutuhkan penanganan berbeda jenis signifikansinya. Setelah terjadi kerusakan parah pada hubungan antara pejabat dan rakyat desa, kedua pihak akhirnya memilih untuk menggunakan metode rasional yaitu dengan pemilu dan proses demokrasi, yang memungkin terjadinya penyelesaian sengketa dengan kompromi dengan baik antara masyarakat dan pemerintah. Resolusi sukses sengketa Wukan memberi bukti bahwa cara-cara demokratis dapat digunakan untuk memecahkan masalah di Tiongkok. Dalam hal ini juga menandakan bahwa masyarakat Tiongkok memiliki potensi untuk menjadi lebih demokratis dan mampu menjadi stabil dalam jangka panjang.

Problem di Tiongkok

“Masalah Wukan” benar-benar merupakan mikrokosmos yang lebih luas dari “masalah Tiongkok”. Pertanyaan kunci yang diajukan dalam percobaan/eksprimen Wukan: Apakah Tiongkok akan mampu secara bersamaan untuk memastikan bahwa rakyat memiliki hak untuk berdiri dan berjuang untuk kepentingan mereka sendiri dan untuk mempertahankan tingkat dasar stabilitas saat menyelesaikan konflik. Tujuan akhir ada pada inti persoalan yang dihadapi masyarakat dan upaya untuk menyelesaikan kontradiksi Tiongkok, dimana akan menguji kebijaksanaan Tiongkok.

Arti penting dari insiden Wukan karena tidak begitu banyak kemerdekaan dan transparansi proses pemungutan suara, tetap setelah keadaan menjadi tenang pemerintah bersedia memperkenankan salah satu pemimpin protes Lin Zuluan (林祖) untuk menjabat sebagai Pemimpin PKT desa tersebut. Demikian pula dengan Hong Ruichao () yang berpartisipasi dalam protes dan merupakan salah satu dari  lima orang yang ditangkap polisi pada Desember, terpilih sebagai anggota panitia pemilihan. Putri dari Xue Jinbo (薛锦波) yang memimpin rakyat desa Wukan dalam protes dan kemudian meninggal dalam tahanan polisi juga terpilih sebagai perwakilan desa.

Hal ini sangat tidak biasa, dimasa lalu pihak berwenang akan selalu menghukum pemimpin protes bahkan ketika mereka sudah mengakui tuntutan mereka, yang seharusnya wajar membuat kosesi kepada mereka. Hal ini di Tiongkok sering disebut “perhitungan pasca musim gugur (秋后算账), yang mempunyai arti menunggu sampai situasi tenang dan menunjukkan kepada yang lain bahwa pemimpin protes yang menjadi bos tetap diberi palajaran, agar dikemudian hari bagi orang lain untuk mempertimbangkan tindakan serupa di masa yang akan datang. Memberi pelajaran bagi yang lain bahwa “hukuman” serupa bisa juga terjadi pada dirinya.

Peristiwa Wukan juga menjadi pengakuan prinsip yang sangat nyata bahwa wajar bagi publik untuk menuntut kepentingan mereka dan harus diperhatikan, serta secara prinsip harus dihornati bahwa masyarakat harus berusaha berdiri memperjuangkan hak-hak mereka. Wukan memberi contoh untuk menghentikan “perhitungan pasca musim gugur”dan menjadi model baru untuk menyelesaikan konflik antara pejabat dan rakyat. Tentu saja, perkembangan ini merupakan produk kedua kekuatan dengan meningkatnya masyarakat untuk menolak dan menuntut keterbukaan yang lebih besar pada bagian dari pemerintah.

Masalah Guangdong  Yang  Cukup  Signifikans

Sun Liping mengatakan, kita (Tiongkok) bisa menghargai jika kita meletakkan pentingnya terobosan di konteks dua kecendrungan di Guangdong dalam beberapa tahun terakhir . Pertama ada sejumlah insiden massa di Guangdong beberapa tahun terakhir.  Ada dua alasan utama untuk masalah ini : Guangdong merupakan daerah “perintis dalam membuka diri” untuk kebijakan Tiongkok dan juga salah satu daerah yang paling berkembang ekonominya. Maka masalah ini yang mungkin pertama kali yang muncul dan bahkan dalam jumlah yang besar di Guangdong. Salah satu contoh penduduk yang tinggal di Guangdong sekitar 20 hingga 40 juta dari penduduk provinsi ini berasal dari bagian lain di Tiongkok. Dengan demikian masalah dan konflik yang terjadi terkait dengan masuknya pendatang ini menjadi lebih dari sebuah isu di Guangdong dibandingkan dengan daerah lain.

Guangdong juga memiliki tradisi yang jauh lebih kuat, bahkan cukup kuat untuk “masyarakat sipilnya”, sehingga masyarakatnya tidak begitu didominasi oleh pemerintah. Orang Kanton umumnya orang yang prakmatis dan tidak mudah tertipu, dan jaringan keluarga sangat berakar. Selain itu, khususnya dibagian timur provinsi, kesadaran masyarakat tentang hak-hak mereka relatif selalu lebih kuat. Dengan kondisi tersebut ditambah dengan kelompok-kelompok sosial yang merajut dengan erat, maka tidak sulit untuk bisa memahami mengapa rakyat Guangdong banyak protes melebihi tempat lain. Di masa yang akan datang masyarakat Tiongkok juga mau tidak mau harus berurusan dengan fenomena ini, dan akan makin banyak lagi orang biasa menyadari akan hak-hak mereka.

Pemerintah provinsi telah mencoba cara-cara baru untuk meredakan tumbuhnya ketagangan sosial ini. Penanganan pihak pemerintah dari protes Wukan ini dapat dilihat sebagai perpanjangan dari upaya ini. Tahun lalu (kala itu) Sekretaris Partai Guangdong Wang Yang membuat penjelasan bahwa pemerintah harus menemukan keseimbangan yang tepat ketika akan menjaga stabilitas (维稳) dan melindungi hak-hak (维权). Dalam bulan-bulan lalu baru-baru ini, pejabat Guangdong telah mentoleransi beberapa demontarasi (termasuk tahap awal protes Wukan) dan mereka juga telah mempromosikan kontruksi sosial( 社会建设pembangunan sosial) dengan mengendurkan persyaratan untuk mendirikan kelompok-kelompok sosial dan organisasi. Pendek kata Guangdong sedang bereksprimen untuk tujuan ganda yang memungkinkan warga negara untuk mengekspresikan kepentingan mereka dan menjaga stabilitas sosial memalului mekanisme sosial tertentu (社会机制).

Mengoreksi keadaan

Jadi apa yang terjadi di Wukan menyentuh pada isu-isu penting terkait dengan dilema yang lebih luas tentang bagaimana Tiongkok harus berusaha untuk mengatasi peningkatan ketegangan sosial. Yang terpenting adalah apa yang disebut oleh Sun Liping sebagai “Koreksi Keadaan (纠错困境). Kami kuatir jika kita bertindak terlalu jauh dalam menanggapi masalah-masalah sosial, kita tidak akan dapat menemukan jalan untuk kembali. Pemerintah menghadapi dilema ini terutama ketika masyarakat mengajukan tuntutan yang wajar, jika anda menyelesaikan satu masalah , maka sepuluh orang lain akan muncul; jika anda menyelesaikan sepuluh, maka anda akan menghadapi seratus. Secara terori isu-isu sulit yang ada dalam masyarakat Tiongkok saat ini, termasuk ketegangan sosial dan konflik, harus diselesaikan sesuai menurut hukum yang berlaku. Tapi ini akan memicu semacam reaksi berantai, dan serangkaian masalah yang sebelumnya muncul kembali, banyak dari masalah ini sebenarnya bisa diatasi, atau setidaknya dapat diatasi menurut aturan hukum.

Insiden Wukan menggambarkan dilema ini. Kejadian sebenarnya adalah masalah kepemilikan tanah: permintaan dasar masyarakat adalah mereka menginginkan tanahnya yang disewakan oleh pemimpin mereka kepada orang lain dikembalikan. Menurut persepektif hukum, kasus mereka jelas akan tergantung pada validasi asli menurut perjanjian transfer lahan dan kontrak. Menurut hukum kontrak Tiongkok, semua kontrak tidak berlaku/sah jika terjadi dengan cara penipuan atau pemaksaan saat mengadakan kontrak. Kontrak juga tidak sah jika mereka menganggap merugikan untuk negara, kolektif atau kepentingan pihak ketiga. Ada dua cara berurusan dengan kontrak yang tidak sah yaitu mengembalikan pada situasi semula atau menawarkan kompensasi.

Desember lalu, Zheng Yanxiong (郑雁雄) kepala Partai Shanwei mengumumkan dalam konferensi pers bahwa pengembangan sebidang tanah yang disewakan kepada Lufeng Fengtian Live Stock Company Ltd (丰田有限公司) sudah dipanggil untuk ditangguhkan dan pemerintah akan melakukan sidang kordinasi untuk memberi kompensasi bagi mereka yang kehilangan tanah dan juga akan mengklaim kembali 404 hektar tanah. Pembicaraan akan dilakukan dalam konsultasi dengan departemen pemerintah terkait, dan melibatkan masukan-masukan dari desa, dan sepenuhnya melindungi kepentingan desa. Meskipun mungkin akan ada keraguan tentang legalitas komite partai secara sepihak memutuskan untuk mengambil kembali tanah, pengumuman menyetujui permintaan utama desa dengan menyatakan kontrak transfer lahan asli dinyatakan batal demi hukum.

Selama 404 hektar tanah yang masih belum dikembangkan, maka tanah bisa dikembalikan kepada pemilik asalnya--- rakyat Wukang. Namun, jika tanah yang sudah dikembangkan atau digarap, pemerintah akan meberi kompensasi dari dana publik, ini akan menjadi satu-satunya solusi yang tepat. Tetapi jika pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk membayar kompensasi (meskipun kita ketahui bahwa Shanwei merupakan dearah yang relatif terbelakang) akan tetapi untuk adilnya harus memberi kompensasi mereka yang terlibat dalam kontrak komersial yang tidak adil ini dari uang pembayar pajak? Bahkan di Wukang situasinya lebih rumit, pemerintah telah menyewakan 3.000 are tanahnya dalam beberapa tahun terakhir, tetapi untuk saat ini hanya mereklamasi 404 are.

Pertanyaan kedua adalah terkait dengan kemungkinan akan membanjirnya klaim serupa. Selama beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan masalah terkait dalam akuisisi tanah dan pemukiman diseluruh negeri. Jika kita melihat lebih dekat salah satu dari kasus-kasus yang tidak teratur, Sun Liping yakin bahwa beberapa akan cendrung juga didasarkan pada kontrak yang tidak sah. Jika Wukang dapat menangani masalah mereka dengan mengadalkan aturan hukum, mengapa di tempat lain tidak bisa? Apakah mungkin di tempat lain juga bisa menggunakan metode kontrak yang tidak sah ini untuk memecahkan masalah mereka? Dengan tanpa ragu jawaban adalah tidak.

Hal ini dapat menggambarkan betapa sulitnya bagi Tiongkok kini untuk menghadapi masalah demikian. Sangat mudah untuk menyelesaikan satu kasus individual, tetapi jika ingin meningkatkan polanya, maka harus membongkar dilema ini secara efektif. Bahkan kita akan segera menghadapi dimana selalu melakukan “koreksi keadaan/correction predicament” dalam semua masalah yang terkait dengan perdebatan seperti petisi, pengangguran dan pekerja di PHK, serta keluarga berrencana. Jika kita akan coba untuk kembali pada hal-hal seperti sebelumnya, serasa tidak dapat dilakukan; jika di sisi lain dikatakan kompensasi harus dibayarkan, kami menemukan bahwa kita tidak mampu membayarnya. Bagaimana kita menangani masalah ini adalah suatu tes nyata bagi reformis Tiongkok dan ini membutuhkan keberanian dan kebijaksanaan.

Melarikan Diri Dari Koreksi Keadaan

Reformasi dan Kebijakan Keterbukaan Tiongkok telah berlansung 30 tahun. Reformasi ini telah membawa Tiongkok memasuki era baru, tetapi juga menciptakan banyak masalah. Maka perlu diadakan koreksi, salah satu contoh spesifik dari logika apa yang telah dikemukan oleh Sun Liping dimasa lalu yang disebutkan Jebakan Transisi/Transition Trap (转型陷阱). Kesulitan dalam memecahkan masalah Tiongkok ini tidak hanya karena kepentingan melindungi sistem yang korup, atau karena hal itu terkait dengan seberapa kompleknya masalah ini dan betapa lemahnya sistim ini. Sebaliknya kesulitan lebih berkaitan dengan keadaan koreksi keadaan. Jika kita tidak menyelesaikan masalah, maka akan menumpuk dari waktu ke waktu dan menjadi semakin sulit untuk diatasi. Tetapi jika kita mencoba terlalu keras untuk menyelesaikannya, bisa menyebabkan reaksi berantai dan bahkan dapat lebih jauh untuk menguji kemampuan sisitm untuk menanggung tekanan. Ada dua kemungkinan respon terhadap dilema ini : menghadapi masalah ini dengan keberanian dan menentukan atau tidak sama sekali.

Sun Liping lebih lanjut mengatakan, Tiongkok perlu berbicara dengan kejujuran dan ketulusan tentang masalah yang mereka hadapi. Untuk menghadapi masalah ini harus berani disongsong dan tidak menghindari kesalahan dan keterbatasan dari 30 tahun terakhir reformasi. mereka harus jujur tentang keadaan saat ini dimana kesulitan dan kendala dan kesulitan yang berhubungan dengan itu dan mencoba untuk menemukan jalan tujuan yang sama. Bagi mereka yang berkuasa harus menunjukkan tekad mereka untuk bergerak maju dan rakyat harus menampilkan toleransi dan pemahaman mereka atas kesulitan bagi yang terlibat dalam memecahkan masalah tersebut. Kita perlu membangun kembali konsensus sosial tentang cara terbaik untuk keluar dari dari keadaan ini, bekerja pada dasar keadilan dan dalam suasana rekonsiliasi. Tiongkok memiliki kesempatan sekilas untuk menghadapi tantangan ini.

( Bersambung..... )

Referensi :

http://www.baike.com/wiki/%E5%AD%99%E7%AB%8B%E5%B9%B3*1

http://blogs.wsj.com/chinarealtime/2012/11/19/wukan-still-unsolved-and-still-significant/   *2

http://en.wikipedia.org/wiki/Wukan

China 3.0 Mark Leonard

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline