Lihat ke Halaman Asli

Sucahya Tjoa

TERVERIFIKASI

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Perekonomian Tiongkok Ditengarai Menjadi Nomor Satu di Dunia dan Latar Belakang Apa Bagi AS dan Barat (4)

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

AS Nomor Satu di Dunia

Sejak P.D.I, AS menyebut dirinya bangsa dunia yang paling kuat, menggantikan pemimpin tradisional Inggris. Dalam P.D.II, AS bergabung bersama dengan negara-negara dunia untuk mengalahkan Jerman dan Jepang yang barbar. Selama Perang Dingin, AS memimpin aliansi kuat untuk menghancurkan Uni Soviet dan Negara-negara Eropa Timur.

Tapi, Tiongkok sangat berbeda dari AS dulu yang menjadi lawannya. Tiongkok tidak hanya memiliki ¼ populasi dunia dan memiliki tradisi, kebudayaan, etika dan ekonomi yang bersejarah lama yang kini terus mengejar dari ketinggalannya dari AS.

Zhang Yunling mengemukakan : “Saya kira yang sangat dikuatirkan AS dan beberapa negara lain untuk hegemoninya adalah apa yang akan kita (Tiongkok) gunakan dengan kekuatan ekonominya yang kini sedang tumbuh. Meskipun kita telah mengatakan akan membangun dengan jalan damai, dan bukan dengan jalan tradisional yang telah dilakukan negara-negara besar (kuat) selama ini. Bahwa kita tidak ingin menjadi supremasi, dan kita akan memecahkan permasalahan dengan damai, tapi mereka tidak mau percaya. Bahkan ketika kita telah memiliki kekuatan besar seperti mereka, kita tetap akan bersikeras pada jalur pembangunan yang damai. Dan tidak mencari supremasi. Kita tidak akan bertindak atas hanya untuk kepentingan terbaik kami sendiri, dan tidak menggunakan kekerasan. Hal ini belum pernah kami lakukan.”

Margaret MacMillan, penulis “The War That Ended Peace” mengatakan hal itu menggoda dengan serius untuk membandingkan hubungan saat ini antara Tiongkok dan AS dengan hubungan antara Jerman dan Inggris pada abad lalu.

John Meassheimer, dari Universitas Chcago mengatakan “ Terus terang Tiongkok tidak bisa berkembang naik dengan jalur damai”

Pada 4 Desember 2014, website AS “The National Interest” yang terbit dua bulanan, memposting artikel dengan judul “Wanted: An Enemy for America’s Third Offset Strategy” (Dicari: Musuh Amerika Untuk Strategi Offset Ketiga) yang menarik banyak perhatian. Dalam artikel ditulis “Menteri Pertahanan AS, Chuck Hagel mengumumkan Pentagon Initiative Baru yang bertujuan untuk membina “game changing” ketiga dari Strtegi Offset, yang berarti penggunaan teknologi tinggi untuk mengalahkan strategi offset.

Dalam artikel ini juga ditulis “Karena itu AS harus melakukan dengan baik untuk menyesuaikan Stretegi Offset Ketiga*1 untuk tujuan yang lebih kongkret mengalahkan tantangan A2/AD pada umumnya. Dan secara khusus Strategi Offset Ketiga berusaha untuk memanfaatkan inovasi teknologi untuk melestarikan keunggulan militer Amerika di masa depan”.

Menururt Sun Zhe, AS menganggap dirinya sebagai bangsa global. Jadi perlu memiliki begitu banyak kekuatan militer di seantero dunia, juga berharap untuk terus memperluas pengaruh ekonomi dan budaya. Saya pikir ini sikap supremasi yang bahkan dapat dilihat lebih dalam lagi, mereka tidak ingin pengaruh global dirinya pasca P.D II melemah. Sejak Uni Soviet bubar pada 1991, musuh besar AS sudah lenyap.

Tiongkok sebagai negara sosialis menjadi target berikutnya bagi AS, jadi konsep “Ancaman Tiongkok (China Threat)” lama-lama seperti momok menghantui mereka.

Pada 1992, Ross H Munro, Director Program at the Foreign Reseach Institute di Philadelphia, AS, menerbitkan “Awakening Dragon: The Real Danger in Asia Is Coming From China” (Kebangkitan Sang Naga: Bahaya Nyata Segera Datang Dari Tiongkok di Asia) mempercayai bahwa konflik militer antara Tiongkok dan AS akan tak terelakkan. Setelah itu menggambarkan secara sensiasonil “ancaman Tiongkok” di AS dan Dunia Barat.

Pada 1994, sebuah artikel dengan judul “ Siapa yang akan memberi makan Tiongkok” dituliskan dengan meningkatnya penduduk Tiongkok dan pendapatan rata-rata, dunia tidak akan mampu mendukung permintaan Tiongkok untuk kebutuhan biji-bijian. Bahkan dalam artikel ini juga menghadirkan isu “Bagaimana Tiongkok yang tidak akan bisa memberi makan dirinya sendiri akan merugikan dunia...”

Pada  tahun 2000, seorang cendiakwan AS mempublikasikan sebuah artikel dengan judul “Apa yang terjadi dengan statistik PDB Tiongkok ?” yang mengatakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok palsu, dan juga memberi pendapatnya bahwa Tiongkok berada di ambang kehancuran dan runtuh/kolaps.

Dalam beberapa tahun terkahir ini, Barat telah menggembar gemborkan tentang “tanggung jawab ekonomi” Tiongkok,  dengan menyangkal peran positif Tiongkok dalam mempromosikan pemulihan dan tumbuhnya ekonomi global, dengan menganggap pertumbuhan pesat ekonomi Tiongkok sebagai faktor utama ketidak seimbangan ekonomi global, bahkan menyatakan Tiongkok menyadi penyebab kekurangan pasokan sumber daya dunia.

Akhir-akhir ini ada wacana “tanggung jawab negara surplus”, “tanggung jawab negara kreditor”, “tanggung jawab tabungan negara”, “tanggung jawab konsumen utama energi”, “tanggung jawab utama emitor karbon”  telah diperkenalkan. Ini memberi kesan bahwa setiap masalah dengan ekonomi dunia adalah kesalahan Tiongkok.

Pada bulan Agustus 2012, mantan Menlu AS, Hillary Clinton mengatakan dalam pidatonya di Senegal, Afrika “hari-hari dimana orang luar datang untuk menyedot kekayaan Afrika untuk dirinya sendiri, tapi tidak meninggalkan apa-apa atau sangat sedikit, harus sudah ditinggal pada abad ke-21 ini.”. Menuduh Tiongkok dengan tanpa menyebutkan namanya, dengan penjarahan sumber daya alam Afrika dan menghancurkan lingkungannya. Tapi para pemimpin Afrika berturut-turut membantah pendapat tersebut.

Ketika konsep “ancaman ekonomi” sedang menyebar, gagasan “ancaman militer” juga tidak ketinggalan. Sejak thaun 2000, AS telah menulis dan menerbitkan laporan yang berjudul “ Laporan Tahunan Kekuatan militer RRT” (Annual Report on Militery Power of People Repbulic of China), seperti laporan tentang kekuatan militer Uni Soviet selama Perang Dingin, ini jelas memberi kesan AS berpikir Tiongkok seperti pasca Perang Dingin dengan Uni Soviet.

Seorang anggota senior “Cato Institute” AS, Ted Galen Carpenter, menekankan bahwa sejak Perang Dingin berakhir, bagian terpenting dari strategi keamanan nasional AS, tidak akan rela adanya sebuah bangsa yang bangkit berkembang yang dapat menantang supremasi AS di dunia. Poros strategis AS untuk ke Timur dan “strategi untuk membuat keseimbangan di Asia-Pasifik” adalah melakukan penindasan terhadap Tiongkok, dan arah strategi ini tampaknya tidak akan berubah.

Namun, kenyataan kekuatan Tiongkok terus tumbuh berkembang, kebijakan AS dua arah untuk menekan plus kontak diplomasi terhadap Tiongkok menjadi semakin lebih sulit.

Poeses tumbuh dan pembangunan ekonomi Tiongkok terus-menerus mendapat sorotan dari AS dan Barat, dengan suara-suara sumbang dan menciptakan konsep “ancaman dari Tiongkok”.  Tapi orang juga menyadari bahwa Tiongkok melakukan pembangunan dan perkembangan dengan jalur damai, sebagian besar masalah eksternal dan resistensi yang timbul telah berhubungan dengan AS.

Mantan Menlu Henry Kissinger percaya bahwa urusan dunia saat ini, salah satu aspek ketegangan strategis dikarenakan Tiongkok kuatir bahwa AS berusaha untuk menekan, sedang AS kuatir Tiongkok sedang berusaha mendorong keluar AS dari Asia. Sehingga ketika Tiongkok berjanji kepada dunia bahwa akan bertahan dijalur damai, lalu kebijaksanaan apa dan strategi militer yang akan Tiongkok lakukan ?   ( Bersambung ....... )

*1Offset strategy, beberapa cara asimetris yang mengkonpensasikan kerugian, terutama dalam kompetisi militer. Strategi menyeimbangan yang berusaha mengubah kompetisi untuk menarik lebih dari satu kelebihan untuk keungtugan bagi pelaksana. Jenis strategi bersaing yang berusaha untuk mempertahankan keunggulan atas lawan potensial melalui jangka waktu lama sambil menjaga perdamaian sebisanya.

Periode pertama ditrapkan oleh Dwight Eisenhower saat Perang Dingin dalam deteren nuklir untuk menghindari peningkatan pengeluaran pertahanan yang diperlukan untuk mencegah pasukan konvensional Pakta Warsawa pada tahun 1950-an. Periode kedua, dengan menggunakan “Offset Strategy” moniker, yang dikembangkan saat rezim Gerald Ford dan Jimmy Carter serta dilanjutkan oleh Ronald Reagan. Keduanya untuk mengimbangi strategi yang menekankan keunggulan teknologi untuk mengimbangi inferioritas kuantitatif dalam pasukan konvensional. Offset Strategi Ketiga - Pertahanan Inovasi Initiative diumumkan oleh Menhan AS Chuck Hagel pada 2014 di Reagan Defense Forum, yang akan  menggunakan kekuatan teknologi tertentu memerangi domain untuk mengimbangi tumbuhnya pasukan AS menghadapi sistim yang tidak menguntungkan ketika meng-proyeksikan  kekuasaan di wilayah anti-akses dan daerah-penolakan (A2/AD).



Sumber : Berbagai Media TV dan Tulisan Luar Negeri.

http://www.foxnews.com/world/2014/12/06/china-surpasses-us-to-become-largest-world-economy/  China surpassed U.S. to become largest world economi

http://www.marketwatch.com/story/its-official-america-is-now-no-2-2014-12-04

http://qz.com/278012/nope-chinas-economy-hasnt-yet-surpassed-americas/

https://www.cigionline.org/thematic/chinas-role-global-economy?gclid=COenosft0cMCFQURjgodGDcA6A

http://zh.wikipedia.org/wiki/%E5%92%8C%E5%B9%B3%E5%85%B1%E5%A4%84%E4%BA%94%E9%A1%B9%E5%8E%9F%E5%88%99

http://language.chinadaily.com.cn/60th/2009-08/26/content_8620300.htm

http://en.wikipedia.org/wiki/Peaceful_coexistence

http://en.wikipedia.org/wiki/Offset_strategyhttp://www2.hkej.com/instantnews/current/article/

http://www2.hkej.com/instantnews/current/article/935334/奧巴馬與習近平瀛台散步對話首曝光

http://news.xinhuanet.com/2014-11/12/c_1113206992.htm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline