Sebut saja namanya Bowo Pramoedito. Salah seorang pejabat di lingkungan Departemen Keuangan. Beberapa kali memposting dirinya yang sedang berlari. Aktivitas yang begitu dicintainya. Membuatnya mengikuti tur maraton hingga ke Eropa.
Di usia yang hampir mendekati setengah abad, berlari sepanjang 42,195 km. tentu bukan urusan yang mudah. Hal itulah yang membuat saya juga termotivasi. Alumni UGM 1989 berhasil membuat saya 'gila' dengan olah raga lari.
Sehingga beberapa kali even lari lokal maupun nasionalpun saya ikuti. Termasuk lari lintas alam yang terakhir diadakan di sekitaran Prambanan tahun 2017 kemarin.
Sayangnya, pasca jatuh di even terakhir tersebut, persendian lutut belum pulih benar. Memupus harapan untuk dapat ikut berlari di awal tahun ini. Termasuk event maraton nasional yang diadakan oleh Bank Mandiri. Namun, kesedihan itu segera terhapuskan. Saat Kompasiana mengumumkan bahwa Kompasianer Jogja diberi kesempatan untuk dapat meliputnya.
Tanpa berpikir panjang, langsung saya sambar peluang tersebut. Di awal pengumuman, diyakinkan oleh Mas Ang Tek Khun bahwa harus hadir dini hari di lokasi acara. Tentu saja bukan masalah bagi saya. Sebab rumah hanya berjarak sekitar 7 km. dari Komplek Candi Borobudur.
Alhamdulillah akhirnya terpilih juga. Bersama belasan Kompasianer lainnya, kami berkesempatan meliput Mandiri Jogja Marathon 2018, Ahad (15/4) kemarin. Dibandingkan lomba lari maraton lainnya, tentu even kali tentu ada yang begitu istimewa.
Bukan saja akan dibuka langsung oleh Menteri BUMN, Rini Soemarno. Namun pilihan lokasi Komplek Candi Prambanan dan desa sekitarnya, menjadi daya tarik yang tak akan terlupa.
Para pelari di 4 kategori (full marathon, half marathon, 10 km., dan 5 km.) akan benar-benar akan disuguhi eksostisme Kab. Sleman. Sebab semua rute yang dilewati oleh para pelari dipastikan akan melalui beberapa deswita (desa wisata). Sebagaimana diketahui, Sleman sebagai salah satu dari Kabupaten di Provinsi DIY yang benar-benar menggenjot potensi wisatanya.
Hal itu pula yang rupanya menjadi daya tarik bagi para pelari. Selain untuk berlari meraih prestasi, menikmati hawa pagi pedesaan tentu akan memunculkan sensasi tersendiri. Tak pelak, 8 hari sebelum pelaksanaan even, pendaftaran peserta maraton sudah ditutup. Padahal delapan ribuan (8.000) kuota pelari merupakan jumlah yang sangat banyak. Luar biasa bukan?
Pagi yang Membuncah
Hujan pagi dan mati lampu, sempat meninakbobokkan. Setelah Sabtu seharian Jogja seperti terbakar. Rencana bangun pukul 2 pagipun gagal total. Beruntunglah, si kecil terbangun dan pingin ke belakang. Refleks sayapun melihat angka di jam dinding. Jam 02.40.