Lihat ke Halaman Asli

Mas Nuz

Bloger

Meminang Kambing Kurban dengan Mas Kawin Emas Murni

Diperbarui: 28 Agustus 2016   20:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harga kambing kurban setara 1 dirham dr masa ke masa. (dokpri)

Tak terasa, pelaksanaan penyembelihan hewan kurban tinggal beberapa hari lagi. Ini yang tadi pagi sempat membuat saya galau. Betapa tidak. Seminggu yang lalu saat saya bernegosiasi masalah harga kambing kurban, harga masih dipatok di harga 2,1 jutaan rupiah. Tadi pagi ketika saya datang untuk membeli tunai, harga sudah menjadi 2,5 juta rupiah.

“Itu juga sudah harga dua hari yang lalu, Mas,” ujar Cak Pingi, peternak kambing di kampung sebelah.

Wah, gila ini, gumam saya. Masak gak sampai seminggu harga langsung meroket. Tapi saya pikir, memang ini kan hari rayanya para peternak, pengepul, serta penjual hewan kurban. Kalau tidak momen seperti ini, tentu harga akan normal kembali. Saya pun jadi teringat nasehat seorang advisor bank syariah yang saya temui kapan hari.

“Bagaimanapun harga kambing tak akan jauh dari standar harga dinar, Pak. Di zaman Rasulullah sampai zaman sekarang, harga kambing kurban tak akan jauh dari nilai satu (1) dinar. Bapak tidak percaya?” Mbak-mbak itu pun mencoba meyakinkan saya.

“Percaya sih, Mbak. Tapi seringkali kita melalaikannya. Sebagaimana saya pernah mengalami. Oleh karena itu, mulai tahun kemarin, saya mencoba untuk memulai ‘menabung’ emas. Meski masih dengan cara mencicil,” jawab saya.

Benar juga. Kita asumsikan bahwa 1 dinar = 4,25 gram emas 22 karat. Harga 1 gram emas 22 karat saat ini berkisar pada 570 ribu rupiah. Maka hitungan kasar untuk 1 dinar sama dengan 2,422 juta rupiah. Harga yang hampir sama untuk satu ekor kambing jantan layak kurban. Luar biasa bukan?

Apa Hubungan Kambing Kurban dengan Generasi Emas?
Nah, harga kambing kurban membuat pikiran saya tergelitik. Ada satu pelajaran berharga yang bisa kita petik dari peristiwa kurban tersebut. Secara spiritual jelas bahwa kita menyadarkan diri kita untuk menjadi manusia yang berbagi rezeki. Namun dalam hal pendidikan sosial, peristiwa tersebut menyadarkan kita bahwa tak ada suatu keberhasilan yang diperoleh dengan mudah.

Sebagaimana pepatah Jawa yang sudah sangat terkenal, jer basuki mawa bea. Tidak kebahagiaan/kesuksesan yang diperoleh dengan gratis. Pasti ada proses panjang untuk menempuh jalan yang terjal dan penuh liku. Pun tumbuhnya keringanan hati untuk berkurban/berbagi.

Meskipun banyak orang yang ‘berharta’, tapi tak semua orang kaya tersebut mau berbagi. Sebab dia mungkin berpikir bahwa apa yang diperolehnya adalah dengan cara kerja keras. Sudah jamak dia untuk menikmati hasil kerja kerasnya itu. Sementara jika dia memberi orang lain, akan membuat orang tersebut akan bermalas-malasan. Berharap selalu untuk menerima sedekah dari orang lain tanpa mau bekerja keras seperti dirinya.

Ternyata memang tak mudah untuk menumbuhkan kesadaran untuk berbagi bukan? Padahal kita tahu bahwa manusia terbaik adalah mereka yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. Baik itu kepada dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, agama, serta bangsa dan negaranya. Itulah generasi emas yang semua orang akan mendambakan bisa diwujudkan untuk dirinya maupun keluarga (keturunannya).

Bayangkan saja. Di tahun 2011 yang lalu, keluarga saya berkurban kambing dengan harga 1,75 juta rupiah. Saat itu, Upah Minimum Kabupaten (UMK) Mojokerto sebesar Rp 1.050.000,- Bandingkan dengan saat ini. Ketika harus membeli kambing kurban dengan ukuran yang hampir sama dengan harga 2,5 juta rupiah. Sementara UMK Mojokerto sebesar Rp 3.030.000,-

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline