Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Ali Mashuri

Orang Biasa Seperti Umumnya Yang Ingin Luar Biasa

Menelisik Sepenggal Puasa Arofah dan Tanah Arofah

Diperbarui: 17 Juli 2021   19:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Puasa Tarwiyah dan Arofah

Ketika bulan sudah menginjak pada Dzulhijjah, maka yang terlintas dalam fikiran adalah fenomena kejadian Nabi Ibrahim yang mendapat perintah untuk menyembelih anaknya yang bernama Isma'il. Tepat 8 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim merenung, berfikir dari pagi hingga sore apakah mimpi tersebut benar-benar perintah Allah atau justru hanya tipu daya setan penghuni neraka?. Kejadian berpikir-pikir inilah yang dinamakan Tarwiyah. Sedangkan pada 9 Dzulhijjah, Nabi Ibrahim mengetahui bahwa memang benar kalau mimpi tersebut murni dari Allah. Arofa annahu minallah. Karena dua peristiwa ini, setiap 8 Dzulhijjah disunnahkan puasa tarwiyah, sedangkan 9 Dzulhijjah puasa arafah.

Selain itu, ternyata di Makkah ada daerah yang dikenal dengan sebutan Tanah Arofah. Yang menarik, antara penamaan nama daerah ini dengan puasa 9 dzulhijjah tidak ada saling keterkaitannya. Lantas bagaimana asal mula Tanah Arofah?

Menelisik sepenggal Muna - Muzdzalifah - Arofah - hingga Jabal Rahmah

Ketika kejadian terkait buah khuldi, Nabi Adam dan Ibu Hawa diturunkan dari surga ke dunia. Keduanya dipisahkan. Nabi Adam di benua hindia (ada yg berpendapat di srilanka). Sedangkan Ibu Hawa turun di Jeddah, Keduanya berpisah selama ratusan tahun. Ketika di dunia, setiap tahun bulan Dzulhijjah Nabi Adam diperintah Allah thowaf mengelilingi ka'bah. Dengan harapan  barangkali Nabi Adam atau anak cucunya ketika punya salah, dengan thowaf tersebut kesalahannya di ampuni. Disamping itu, ternyata Ibu Hawa juga melakukan rutinitas tiap tahun naik ke Gunung Arofah. Walaupun  Jarak antara ka'bah (Makkah) dan arofah itu  hanya 21 km, keduanya tidak pernah dipertemukan hingga ratusan tahun.

Pada suata saat setelah thowaf, Nabi Adam jalan ngalor wetan +- 6 Km, Nabi Adam mencium aroma yang tidak asing. Setelah dipikir-pikir, itu adalah aroma Ibu Hawa. Aroma tersebut bisa sampai karena terbawa angin. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ketika aroma tersebut ada, maka orangnya pasti masih hidup. Dan ketika masih hidup, maka ada harapan untuk bertemu. Harapan bahasa arabnya muna (). Tempat tersebut sekarang Bernama Mina/Muna.

Nabi Adam tetap berusaha mencari, berjalan menentang angin. Kira-kira 7 KM setelah Mina, aroma tersebut semakin tercium. Ketika aroma semakin semerbak, maka dapat di ambil kesimpulan Ibu Hawa semakin dekat. Dan bahasa arabnya dekat adalah zulfa, kalau tambah dekat bahasa arabnya muzdalifah. (Kalau Haji, tempat untuk membalang jumrah).

Setelah itu perjalanannya masih berlanjut hingga sampailah di tanah datar. Yang mana sejauh pandangan mata yang terlihat hanyalah gunung-gunung berbatu, kerikil-kerikil, dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Ketika mendongakkan kepala ke atas gunung, ternyata ada sesosok wanita tak asing baginya , yang selalu didamba, Dialah Ibu Hawa. Arofa adamu annaha hawa'(Adam telah mengetahui Ibu Hawa) , maka tanah tersebut disebut tanah Arofah. Dengan bergegas Nabi Adam naik menuju Ibu Hawa dan ketika sampai pada gunung tersebut, keduanya saling merangkul dan  mencurahkan kasih sayang setelah ratusan tahun tak dipertemukan. Kasih sayang itu bernama rohmah, maka gunung tersebut sekarang familiar dengan nama Jabal Rohmah. Sedangkan bangunan tugu yang berada di Jabal Rahmah adalah Persis  posisi letak keduanya saling berangkulan, meluapkan segala kerinduan.

Nb : Cerita ini bersumber dari Guru saya di pengajian Malam Selasa, Kh. Moch. Djamaluddin Achmad. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan sehingga masih tetap bisa membimbing santrinya yang mbeling ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline