Lihat ke Halaman Asli

Nurfi Majidi

Kesuntukan berada dalam ritme kehidupan perlombaan yang serba terburu-buru menjadikan hidup semakin kering. Mencoba melihat sisi kehidupan yang lebih menyesuaikan dengan ritme alam seperti petani yang sedang menunggu padi yang tumbuh menguning tanpa dipaksa oleh keserakahan manusia. Puisi dan cerpen menjadi media kontemplasi.

Sulit Berniat Ikhlas? Sederhanakan Niatnya

Diperbarui: 11 Agustus 2015   22:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kata ustadz, ikhlas itu suatu perbuatan baik yang hanya didedikasikan karena Allah SWT semata. Kata ustadz lain, ikhlas itu perbuatan baik yang tidak dipengaruhi pujian atau caci makian orang lain. Kata ustadz yang lain lagi, ikhlas itu sikap menerima terhadap apapun yang terjadi tanpa reserve. Itu semua merupakan teori ikhlas. Apabila kita bisa melakukannya, maka maqom ikhlas kita sudah sampai kepada maqom paripurna dimana perbuatan baik kita tidak terdeteksi oleh malaikat maupun syetan sekalipun. Hanya Allah dan yang bersangkutan yang tahu. Malaikat tidak bisa mencatatnya dan syetan pun tidak bisa menggodanya.

Bagaimana pelaksanaannya, barangkali tidak semua kita punya tingkat pengalaman ikhlas yang seperti teori di atas. Banyak hal kenapa hal itu bisa terjadi. Salah satunya (kalau saya boleh berteori) adalah karena niat kita sudah tidak sederhana lagi. Niat kita sudah melebar dan memanjang kesana kemari, banyak variasi dan ornamennya. Bahkan niat aslinya yang ikhlas sudah tertutupi oleh niat-niat tambahan. Contohnya ; saat kita menyekolahkan anak. Niat awal kita adalah memberikan pendidikan kepada anak yang merupakan perintah agama agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah dan siap menjadi khalifah Allah di muka bumi. Insya Allah keikhlasan kita melaksanakan perintah agama ini semata-mata karena pengabdian kita kepada Allah SWT. Dalam perjalanannya niat kita itu berkembang. Kita ingin memberikan pendidikan terbaik buat sang buah hati. Niat ini berkembang lagi, tidak sekedar pendidikan terbaik buat anak, namun sudah masuk unsur gengsi orang tua. Sekolah anak dihitung untuk peningkatan status kita orang tuanya. Dan nilai gengsi inilah yang malah mendominasinya. Kita menjadi uring-uringan karena nilai anak tidak bagus dan tidak mendapatkan sekolah favorit. Kita uring-uringan karena nilai anak tidak masuk ranking besar. Nah kalau sudah urusan gengsi ini agak susah kita merangkai niatnya agar tetap ikhlas karena Allah.

Awalnya kita berniat bekerja sebagai kewajiban orang tua mencari nafkah keluarga. Niat ini sebagai pelaksanaan perintah ibadah agama, yang Insya Allah kita ikhlas menjalaninya. Dalam perjalanannya niat ini terus berkembang. Tidak sekedar mencari nafkah keluarga, namun sudah saling berkejaran dan bersaing dalam mencari penghasilan besar dan kedudukan tinggi untuk memuaskan keinginan-keinginan kita. Hiruk pikuk pekerjaan di kantor membombardir niat suci kita. Mulai dari persaingan dan intrik di tempat kerja, kebijakan mutasi rotasi promosi, pembagian kerja, pencapaian target, penilaian kerja, peningkatan karir dan pembagian bonus. Di sini lebih sulit lagi merangkai niat ikhlasnya, karena ada hubungan kerja antara teman kerja, atasan - bawahan dan mitra kerja lainnya. Harapan balasan sebagian besar berbelok dari semula niat ikhlas bekerja karena Allah SWT menjadi harapan kepada penilaian atasan agar karir dan gajinya naik, bonusnya besar dll.

Demikian juga kalau kita menjadi wiraswasta. Niat berbisnis karena mengharap ridlo Allah berbelok mengharap ridlo supplier, ridlo pembeli dan ridlo pembuat kebijakan bisnis.

Begitu banyak belokan-belokan niat suci di awal hanya berharap kepada Allah menjadi berharap kepada manusia lain. Jangankan aktivitas duniawi, lha wong ibadah yang jelas-jelas diperintahkan di dalam Alqur’an pun bisa berbelok niat. Niat karena Allah dari ibadah Sholat, puasa, zakat, sedekah, haji mudah dibelokkan syetan. Saat dermawan sedang bersedekah, saat ustadz sedang berceramah, saat mujahid sedang berjihad di jalan Allah, syetan sibuk membelokkan niat suci hamba-hamba Allah. Termasuk tulisan ini. Niat untuk berbagi ilmu sebagai amal jariyah, bisa berubah menjadi niat untuk mendapatkan applaus dari pembaca. Kalau penulisnya bersedih karena tidak ada yang membaca atau menyukainya, berarti niatnya memang sudah berbelok.

Syetan sangat takut dengan hamba Allah yang ikhlas. Syetan adalah jagonya membelokkan niat kita. Belokan-belokan niat itu terasa sangat halus dan tidak terasa. Sampai kita menyadarinya di Akhirat nanti, dimana amal baik kita yang segunung ternyata ditolak oleh Allah SWT karena menurut penilaian Allah SWT tidak diniatkan untuk mencari ridloNYA.

Jadi kalau niat kita sudah melebar dan memanjang ke sana ke mari, marilah kita sucikan dan sederhanakan kembali, agar kita bisa bungkus dan hunjukkan ke hadirat Allah SWT bahwa niat kita hanya untukNYA. Bahwa ada  hasil sampingan dari niat awal, kita anggap saja itu sebagai balasan, bonus atau persekot pahala dari Allah SWT.

--0--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline