Lihat ke Halaman Asli

Majawati

Wiraswasta

Minyak Kayu Putih Aroma, Cara Kekinian Mengatasi Kembung

Diperbarui: 22 November 2017   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah merasakan perut kembung? Rasanya penuh di perut, mendesak di segala rongga perut sampai dada. Apalagi kalau juga menderita sakit maag. Begah rasanya. Bagi orang yang gampang masuk angin seperti saya, rasa kembung di perut itu sungguh menganggu dan tak bisa diabaikan begitu saja. Oleh sebab itu saya selalu punya cara untuk mencegahnya. Tahu dirilah saya, pada keadaan-keadaan tertentu tak bisa saya terjang begitu saja. 

Duduk di lokasi terbuka, seperti taman, atau teras dalam keadaan berangin (termasuk angin sepoi-sepoi yang biasanya berhembus seperti di pantai) itu bisa membuat saya masuk angin. Bila bagi kebanyakan orang angin sepoi-sepoi terasa segar, tidak demikian dengan saya. Yang sederhana saja, misalnya bertamu di rumah orang dan pintu dalam keadaan terbuka. Angin berhembus tepat ke arah saya, maka saya perlu minta izin untuk menutup pintu atau berpindah tempat. Resikonya fatal, bisa masuk angin lalu perut menjadi kembung. Termasuk pula, hembusan AC atau kipas angin yang agak kencang, rawan membuat saya masuk angin.

Persoalan kedua penyebab saya masuk angin adalah terlambat makan, karena saya memang menderita sakit maag. Tidak akan kambuh kalau saya tidak terlambat makan. Saya harus makan tepat waktu dan tidak sampai perih menahan lapar. Jangan tanya bagaimana jadinya kalau kedua hal itu berkolaborasi. Sudah terlambat makan, lalu kena hembusan angin. Bisa pingsan saya, hehehe.... Yah dua hal itu harus benar-benar saya perhatikan dan berusaha saya atasi agar jangan sampai badan saya sakit ambruk oleh keduanya.

Mencegah lebih baik daripada mengobati

Dulu saya kesal dengan diri saya sendiri. Mengapa tubuh saya yang tampak sehat, ternyata gampang ambruk hanya karena masuk angin. Masak hembusan angin yang seharusnya bisa dinikmati dengan nyaman justru harus saya hindari. Tapi yah beginilah keadaan saya, rentan masuk angin. Saya merasa tak perlu dilawan , tetapi diantisipasi. Selain menghindari penyebabnya saya juga selalu membawa pasmina di tas saya, ketika bepergian. 

Pashmina tipis dan warnanya indah, kesannya keren kalau dipakai. Tak ada yang mengira bahwa saya memakainya untuk menghindari terpaan angin. Bila saya ragu pashmina belum cukup , karena tipis. Maka saya bawa cardigan / bolero dan syal. Cardigan warnanya indah, berpadu dengan syal, kesannya modis dan tampak modis kan... Padahal semua itu saya lakukan untuk mengelabui kerentanan tubuh saya dari terpaan angin. Satu hal lagi yang selalu ada di tas saya adalah minyak kayu putih dan permen anti masuk angin. 

Di kala sudah terasa kembung, minyak kayu putih yang dioleskan ke permukaan perut dan sebagian punggung terasa hangat di badan dan tak lama kemudian bisa buang angin (kentut) sehingga rasa kembungnya agak mereda. Permen anti masuk angin juga bisa membuat tubuh terasa hangat, dapat membantu gejala kembung cepat reda. Rasanya bisa mengurangi mual.

Syal, cardigan, phasmina dan minyak kayu putih aroma

Tak semua orang suka aroma khas minyak kayu putih

Minyak kayu putih adalah salah satu minyak gosok yang sangat membantu meredakan kembung. Bagi saya aroma minyak kayu putih sudah menyatu dengan tubuh saya, karena sebelum tidur saya suka mengoleskan di area perut dan punggung. Minyak kayu putih dan minyak telon memang kerap sudah dipakai manusia sejak bayi. Meski demikian, ternyata ada beberapa orang yang tidak nyaman dengan aroma asli minyak kayu putih. Pekerjaan saya sebagai guru, membuat saya menemukan hal tersebut. Suatu kali saya merasa mual dan kembung karena terlambat makan. Perut saya menjadi perih, mual karena jam mengajar sudah dekat sehingga saya pun makan dengan terburu-buru. 

Seperti biasa, untuk mengurangi rasa kembungnya saya oleskan minyak kayu putih di area perut dan punggung saya. Saat di kelas murid-murid yang duduknya berdekatan dengan saya menunjukkan sikap tidak nyaman. "Ibu pakai minyak kayu putih ya?" tanyanya spontan sambil menutup hidungnya. "Oh ya, perut ibu kembung. Kenapa, kamu tidak suka baunya?" tanya saya. Ia mengangguk. Tampaknya tak cuma dia, ada lagi murid lain yang menunjukkan sikap yang sama. 

Saya bisa memahami, tidak semua aroma disukai semua orang. Jangankan minyak kayu putih yang sudah kita kenal dan pakai sejak bayi. Bau parfum pun bisa mengganggu penciuman orang lain. Saya pun menjauh dari mereka untuk menghindari bau yang mengganggunya. Di satu sisi, saya merasa reda kembungnya, di sisi lain ada orang lain yang terganggu oleh aroma minyak kayu putih yang saya pakai. Sementara kami berada pada situasi yang saling membutuhkan, saya guru dia murid.

Minyak kayu putih aroma jadi win-win solution

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline