Menjadi Guru yang Memiliki Selera Humor
Oleh : Majawati Oen
Sumber foto :
http://ayip7miftah.wordpress.com/tag/manga/
Saya menjadi guru selama 28 tahun, pernah mengajar anak-anak dari TK sampai SMU. Dalam perjalanan karier saya sebagai guru saya memperhatikan bahwa anak-anak menyukai guru yang mempunyai selera humor. Guru yang bisa membawa suasana segar di kelas, asal jangan kebablasan tentunya.
Sebelum menjadi guru, tentunya saya juga seorang murid selama 18 tahun, mulai dari TK sampai selesai kuliah. Saya pernah mengalami berganti-ganti guru, dan pada umumnya sebagai murid memang menyukai guru yang mempunyai selera humor, bisa melucu dan membawa suasana segar di sela-sela menyampaikan pelajarannya di kelas.
Salah seorang guru yang berkesan di hati saya adalah dosen saya saat kuliah. Beliau setiap kali mengajar hanya bawa kunci kontak mobilnya saja. Tidak pernah terlambat hadir, dan hampir dibilang tidak pernah absen. Bila ada keperluan atau tugas yang mengakibatkan tidak bisa memberi kuliah, pasti ada penggantian. Di saat mengajar tidak pernah bertanya pada mahasiswanya pelajaran yang terakhir sampai di mana. Materi kuliah yang disampaikan sudah ada di kepala. Satu hal lagi, beliau humoris, kelas sesekali dibuat ger-geran dengan ucapan yang terlontar dari bibirnya. Dan apa yang diajarkan jelas serta mudah dimengerti. Pemberian nilai objektif dan tidak permah mempersulit mahasiswanya. Sempurna...., itulah kesan saya!
Bertahun-tahun menjadi guru, bergaul dengan murid-murid dan mendampinginya dalam belajar, saya paham bahwa mereka sering merasa jenuh dan lelah. Apalagi di saat mengalami kesulitan dan tidak paham-paham. Rasanya buku pingin dibanting!
Oleh sebab itu guru harus bisa membawakan suatu materi pelajaran disampaikan kepada murid-murid dengan menarik sehingga disambut antusias oleh mereka, apalagi kalau sampai menumbuhkan rasa penasaran. Pertanyaan demi pertanyaan akan terlontar dari pikiran mereka, itulah suasana belajar yang sehat dan hidup. Semudah itukah? Apalagi kalau kebagian jam mendekati pulang sekolah. Menghidupkan suasana kelas tidaklah mudah.
Guru di panggung kelas
Mengajar itu seperti seorang di panggung. Jika guru mengajar dan mampu membius murid-muridnya memperhatikan dirinya mengajar secara antusias, dia berhasil. Mengapa penonton mau memperhatikan seorang penyanyi, pemain teater atau pelawak lalu memberikan tepuk tangan, tentunya karena menarik dan hebat penampilannya. Begitu pula dengan seorang guru. Guru harus punya banyak modal untuk dapat mengajar dengan sukses. Bukan sekedar ijazah dengan sederetan nilai bagus. Bahkan berdasarkan pengalaman saya merekrut guru, justru guru dengan nilai bagus kurang sabar dalam mengajar. Sebabnya adalah karena mereka tidak mengalami kesulitan saat belajar seperti yang dialami muridnya sekarang. Baginya soal sepele begini saja, kok nggak bisa sih...? Bingung juga jadinya bagaimana menjelaskan sebuah soal yang menurut dia tidak sulit.
Ketika saya berdiri di depan kelas, itulah panggung saya. Ketika semua mata memandang saya dan siap untuk berangkat belajar mengikuti petualangan saya saat mengajari mereka, itulah seninya mengajar. Semua murid memandang saya penuh keingintahuan atas informasi yang ingin saya sampaikan. Ada kerinduan untuk mendengarkan saya. Pertanyaan-pertanyaan juga mengalir dari satu murid berganti ke yang lain. Kelas terasa hidup, menyenangkan dan bergairah belajar. Selingan dalam mengajar itu penting, karena membuat para murid memperhatikan. Kemampuan guru mencuri perhatian murid, menariknya untuk lebih memperhatikan adalah teknik mengajar yang tidak gampang. Kemampuan itu berhubungan dengan karakter guru yang bersangkutan. Hal ini tidak sama dengan guru yang tidak siap mengajar dan mengalihkan perhatian murid sebagai bentuk penyamaran tidak siap bahan yang diajarkan.
Guru yang hebat mengajar, mempersiapkan materi yang diajarkan agar dapat diserap oleh muridnya dengan gampang dan menarik. Seperti tukang masak, mengajar juga harus disertai bumbu-bumbu untuk menambah sedapnya bahan pelajarandan membuat murid bernafsu untuk mempelajarinya bahkan bikin penasaran.
Mengajar itu tidak gampang, tetapi adanya hasrat mengajar, cinta mengajar, menyukai anak-anak. Membuat seorang guru terus berupaya untuk mengajar lebih baik dari waktu ke waktu. Menjadi guru yang mempunyai selera humor adalah salah satu cara untuk menarik perhatian murid. Salah satu jurus jitu untuk membuat pengajaran menarik sehingga siswa mau lebih mengenali pelajaran yang dipelajarinya, dapat menanggalkan beban-beban di pikirannya akan kesulitan dari bahan ajar tersebut. Hasrat belajar juga tumbuh karena guru sebagai pembawa pelajaran itu menyenangkan.
Saya termasuk guru yang tidak suka suasana belajar-mengajar di kelas membosankan. Jangankan muridnya, saya sendiri ini bosan, kalau selama jam belajar monoton terus begitu, sesekali ger-geran di kelas adalah selingan yang memberi suasana segar. Murid serasa dikejut-kejut dengan humor singkat untuk membangkitkan gairah belajarnya. Dengan cara ini pula, murid-murid juga akan merasa “diorangkan” sebagai murid. Komunikasi guru-murid juga akan lebih mudah. Guru yang ditakuti justru akan sedikit sekali mendapat masukan dari murid-muridnya. Apalagi guru yang merasa dia sok paling pintar. Bisa capek deh....!! Betapa mengajar terasa membosankan, karena murid hanya sebagai pendengar yang pasif, karena tak berani bertanya apalagi membantah gurunya.
Humoris, tapi jangan kebablasan
Humoris yang maksudkan di sini adalah sisi lain dari guru yang menjadi point plus dirinya sebagai strategi yang sangat membantunya untuk lebih mudah mengajar. Harus diingat, sebelum mencoba jurus humoris ini guru harus memiliki kharisma disegani oleh murid-muridnya. Tanpa itu, guru bisa-bisa tak menguasai kelas. Dan yang terjadi murid-murid menjadi kurang sopan kepada guru. Berani humoris harus diimbangi dengan sikap guru yang tegas, tahu batas-batas humornya dan bisa menguasai kelas. Jangan sampai humoris jadi senjata untuk disukai murid-murid saja, tetapi kerja utama mengajarnya tidak becus. Murid-murid tidak suka juga dengan guru type seperti ini.
Humoris tidak bisa dibuat-buat, humoris itu spontanitas dan perlu ketulusan. Oleh sebab itu bila guru bukanlah orang yang humoris, jangan mencoba-coba strategi ini karena nanti yang terjadi kebalikannya, tingkah si guru yang jadi ledekan muridnya atau guru ketawa sendiri sementara muridnya hanya senyum kecut karena tidak lucu. Menggali kemampuan diri adalah penting. Setiap orang pasti punya kelebihan masing-masing, gunakan hal itu untuk menjadi point plus diri guru dalam mengajar.
Saya memilih strategi humor dalam mengajar, karena dengan cara ini saya merasa enjoy dalam mengajar. Humor-humor segar bisa terlontar spontan dan disukai murid-murid. Murid-murid juga gampang menyerap pelajaran. Hubungan guru-murid juga baik, sehingga murid berani berkomunikasi kepada saya atas kesulitan yang dialaminya, berani mengkritik saya, berani memberi masukan kepada saya. Sebagai guru, saya bukanlah apa-apa tanpa adanya murid-murd di sekeliling saya. Bekerja di sekeliling mereka memberi spirit dalam kehidupan saya. Harapan saya tidak muluk-muluk, semoga sedikit waktu yang dihabiskan mereka bersama saya di masa sekolah mereka ada manfaatnya dan berkesan baik di mata mereka.
Salam untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H