Lihat ke Halaman Asli

Majawati

Wiraswasta

Sukses Dicaci, Gagal Disoraki

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sukses Dicaci, Gagal Disoraki

Oleh : Majawati Oen

Pada suatu kesempatan saya bertemu dengan seorang teman, ngobrol sana-sini saya jadi ingat dengan salah seorang kerabatnya yang juga saya kenali. “Bagaimana kabar Si Joko (nama samaran), saya dengar dia sukses, ya!” tanya saya. Tiba-tiba wajah teman saya ini langsung berkerut, “Yah... memang sih! Kebetulan saja momentnya tepat, sehingga kerjaan dia melejit tiba-tiba!” Jawaban dan bahasa tubuhnya menunjukkan sikap negatifnya pada Si Joko. Lalu dia melanjutkan,”Dia bisa begitu kan karena ada channelnya, kalau nggak ya belum tentu! Apalagi bisa sebesar itu apa bukan uang dari utang!” Nada sinis di akhir kata-katanya membuat saya tak ingin melanjutkan bicara tentang Si Joko. Bila saya lanjutkan pembicaraan ini, maka saya akan terjebak pada rumor yang lebih banyak dipengaruhi oleh opini teman saya dibandingkan fakta sebenarnya tentang Si Joko.

Dalam kehidupan sehari-hari kita tak luput dari hal-hal seperti di atas, dimana orang yang sedang kita bahas itu belum tentu punya masalah dengan kita, juga tak pernah melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada kita. Tetapi serta-merta orang menilai buruk dirinya. Bergunjingmemang tidak ada pasal hukumnya, tetapi apabila hal itu berlanjut akan menjadi racun dalam pikiran. Dimana justru merugikan diri sendiri.

Apa yang terjadi dengan “Si Joko” sesungguhnya? Detailnya saya memang tidak tahu pasti. Tetapi dari cara bekerjanya dan gaya hidupnya sekarang, Si Joko sangat berbeda sekali dengan beberapa waktu sebelumnya. Dia sukses dalam pekerjaannya, itu memang kasat mata terlihat. Dia menambah kekayaannya itu juga nampak. Sekarang penampilannya jadi beda, gaya hidupnya juga berubah. Tentengan dan mobilnya juga sudah lain. Mengapa begitu? Karena punya dana untuk membiayai semua itu. Apa urusan kita untuk mengusut dari mana datangnya? Toh juga nggak pernah minta ke kita kan!

Berpikir positif

Menjadi orang tak gampang iri itu beruntung. Tidak gampang panas kalau lihat orang lain lebih dari dirinya sendiri, tidak merasa kalah karena orang lain bisa lebih. Justru ikut berbahagia karena orang itu sukses! Apa yang terjadi pada Si Joko, justru bisa menjadi inspirasi kalau kita mau berpikir positif? Contoh pertanyaan dan pernyataan positif itu adalah :

-Joko sukses bekerja di bidang apa? Apa peluang dari pekerjaan itu kok bisa-bisanya dia sukses?

-Bagaimana cara dia bekerja sampai bisa sesukses itu?

-Apa masih ada peluang bekerja di bidang yang sama, atau bisa mendapatkan sub pekerjaan dari Si Joko?

-Wah dia saja bisa sesukses itu, masak aku tidak bisa? Aku bisa mencari pengalaman dari kesuksesannya.

-Joko memang hebat, dia pekerja keras. Aku juga harus kerja keras seperti dia supaya bisa sukses

Berpikir negatif

Berbeda dengan teman saya yang langsung membuat pernyataan-pernyataan negatif tentang si Joko, baginya kesuksesan Joko membuatnya tidak nyaman, menimbulkan rasa iri di hatinya. Tidak dapat menghargai kesuksesan orang lain dan mencacinya. Bahkan muncul kedengkian, kalau gagal dan terjatuh akan disoraki. Orang semacam ini akan selalu merasa tersaingi dan resah melihat keberhasilan orang lain. Ia akan berlomba-lomba agar tidak sampai kalah dengan Si Joko, dan di saat ada kesempatan membicarakan Si Joko akan dicari-cari kesalahan dan kekurangannya. Padahal Joko tak punya masalah dengan dirinya. Aneh kan!

Harga Mahal Kesuksesan

Saya masih meyakini, di dunia ini tidak ada gratis. Semua ada bayaran mahalnya! Apa yang terjadi dengan Joko sekarang itu juga sebanding dengan beban, tanggung jawab dan kewajiban-kewajibannya yang makin bertambah daripada sebelumnya. Dan dia menyanggupi, dia berani membuat keputusan, dia berani ambil resikonya. Kalau sekarang dia menuai kesuksesan seperti yang kita lihat dengan mata, bukan berarti hanya enak-enakan saja supaya kesuksesan yang diraihnya langgeng. Selagi ia selalu konsekuen menyelesaikan tugas-tugasnya secara bertanggung jawab dan tidak terlena maka kesuksesan itu akan selalu menjadi miliknya dan dinikmatinya bersama keluarga.

Kita yang tidak terlibat, seringkali hanya melihat dari satu sisi yang tidak berimbang. Menjadi panas, karena Si Joko ganti mobil baru, buka perusahaan baru, jalan-jalan ke luar negeri, istrinya selalu pakai baju buatan desainer ternama, beli tanah di mana-mana. Kita juga perlu melihat sisi lain Si Joko, bahwa dia banyak berkorban atas beban kesuksesannya ini. Seperti, harus sering ke luar kota urusan untuk bisnis. Pusing dengan tagihan dari sana-sini. Beban pengeluaran yang besar harus diimbangi dengan pendapatan yang besar pula. Karenanya target penjualan harus tercapai. Si Joko harus memacu penjualan dengan strategi pemasaran yag jitu. Jatuh bangun sudah pasti menjadi bagian dari sebuah kesuksesan, tersaruk-saruk juga akan dialami dan itu menjadi bagian penempaan diri.

Kesuksesan selalu mempunyai dua sisi yang seimbang. Hak dan kewajiban. Mustahil orang bisa menuai kesuksesan tanpa bisa menyeimbangkan keduanya. Sudah pasti tak perlu waktu lama akan jatuh terpuruk dan terbelit hutang. Bertambahnya pundi-pundi pendapatan dari kesuksesan selalu diikuti dengan bertambahnya beban kewajiban yang harus diselesaikan. Ketika orang sudah berani merambah lebih dari pekerjaannya sekarang dan itu menuai keberhasilan, biasanya jadi makin tersulut. Merasakan bahwa hasilnya berlipat membuat orang menjadi makin loyal untuk bekerja keras dan makin berani mengambil tanggung jawab lebih. Cacian dari berbagai pihak yang kurang suka bisa menjadi “pengendali positif” tetapi bukan hambatan. Mencapai kesuksesan bukan perkara mudah, seringkali orang harus berlaku diluar batas kemampuannya, diluar batas kewajarannya, diluar batas ketakutannya yang tak semua orang tahu akan hal itu. Harga mahal inilah yang terkadang membuat orang ingin menebusnya dengan mewujudkan impian di kepalanya.

“Pengendali positif” dari orang-orang yang kurang suka dengan kesuksesannya justru sangat dibutuhkan, agar tidak sampai terlena pada kesombongan dan gengsi yang membuat dia terlupa akan asalnya. Banyak menghabiskan waktu untuk menikmati hidupnya dan mulai melalaikan langkah-langkah kelanjutan usahanya. Bagaimanapun sukses bukan sekali direngkuh akan dimiliki selamanya. Sekali lagi, tidak ada yang gratis. Pengawasan, pengembangan dan inovasi akan selalu dibutuhkan secara berkesinambungan. Kegagalan dan jatuhnya kesuksesan seringkali dikarenakan terlena pada kenyamanan yang sedang dinikmati saat ini saja.

Sebagai orang yang berdiri di luar Si Joko, kita justru punya kesempatan mendapat inspirasi darinya. Belajar dari kesuksesannya, juga bisa belajar dan kegagalannya. Tetapi tidak menjadi orang yang ikut mencacinya di saat sukses dan menyorakinya di saat gagal. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline