Lihat ke Halaman Asli

Abdul Susila

Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

Statistik Santuy Vs Realitas Leh Uga Timnas Indonesia U-19 di Kroasia

Diperbarui: 13 September 2020   03:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemain Indonesia U-19 berduel dengan Kroasia U-19 pada 8 September 2020. Indonesia U-19 takluk 1-7. (HNS)

Tak ada kemenangan di Kroasia, tapi ada selebrasi bahagia. Hasil imbang, skor 3-3, timnas Indonesia U-19 saat melawan Arab Saudi U-19 pada Jumat (11/9/2020), membuncahkan suasana. Seolah, gol dari Braif Fatari saat injury time itu adalah ejakulasi. Klimaks.

Hasil imbang pun membahagiakan. Itulah faktanya. Dalam sudut pandang kalangan konstruktivis, Indonesia tak butuh menang untuk bahagia. Imbang sudah cukup. "Kalau imbang sudah senang, mengapa harus menang?" Itu sarkasmenya. Bagi penganut positivistik, teriakan "percaya proses" melengking. Itu bahasa, jika bukan ajimat, nasionalis untuk menyerang kritik. 

Santuy bung!

Mari kita lihat statistik. Selama dalam asuhan Shin Tae-yong, pria Korea Selatan yang pernah mencak-mencak dari pinggir lapangan saat Piala Dunia 2018, ada sembilan laga uji coba. Hasilnya, tujuh kekalahan, sekali imbang, dan sekali menang; kebobolan 31 kali dan melesakkan 8 gol. 

Sekarang, kita cek kuantitatif. Tiga lawan timnas Indonesia U-19 adalah tim kelas dunia. Dalam ranking FIFA, Kroasia menempati posisi enam dunia, Bulgaria di peringkat ke-56, sedangkan Arab Saudi bertengger di tangga ke-67. Indonesia? Tim guram. Penghuni peringkat ke-173. 

Santuy bung! 

Timnas Indonesia U-19 bertarung dalam ajang International U-19 Friendly Match dalam keadaan lelah. Begitu informasi yang digambarkan PSSI. Selama pemusatan latihan di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, sejak 7 Agustus 2020, David Maulana dan kawan-kawan dijejali materi latihan fisik berlipat. Bahkan, disebutkan, saat di Kroasia latihan berlangsung tiga kali sehari. Oh, iya, katanya ada yang sampai pingsan. 

Bila mengacu sejumlah buku kepelatihan, fase pondasi fisik tak bisa disatukan dengan fase uji coba. Itu dulu. Old schools. Jadul. Jika menilik buku Filosofi Sepak Bola Indonesia (Filanesia), latihan fisik harus dikombinasi dengan bola. Bola dan fisik bukan lagi air dan minyak. Sebaliknya, teknik, fisik, taktik, dan mental bagai piramida. Sama penting dan krusialnya. 

Santuy bung! 

Saya jadi teringat SEA Games 1991. Ya, saat itu timnas Indonesia juara. Menang penalti atas Thailand dalam laga final. Saat itu, selama 1991, dalam masa persiapan menuju kejuaraan, Anatoli Polosin membingkai latihan fisik dengan keras. Dari enam laga uji coba internasional, lima di antaranya berakhir dengan kekalahan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline