Lihat ke Halaman Asli

Abdul Susila

Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

Ingatlah 1942, Romusha, Merdeka 1945, dan Piala Asia 1961

Diperbarui: 26 Oktober 2018   08:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bek timnas Indonesia U-19 Rachmat Irianto terjatuh saat melawan UEA U-19 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Rabu (25/10). Photo by: TopSkor

Tak perlu kebencian untuk menaklukkan Jepang.

Seperti halnya penyambutan Dai Nippon pada 1942. Tentara cebol, begitu mereka dihina kakek nenek kita, diharapkan bisa membantu mengusir Belanda. Disambutlah Jepang dengan raing gembira. Dengan suka ria. Belanda pun menyerah. Pergi tunggang-langgang. Sayang, pada akhirnya Jepang malah menjajah. Melakukan kejahatan yang melegenda. Romusha.

Kita, bangsa Indonesia, sepertinya memang tak punya kebencian untuk Jepang. Bahkan juga Belanda. Meski dijajah dua Negara ini, jarang terlihat ada dendam mengerang di ruang suara. Malah, ada banyak orang di Negeri ini yang tergila-gila dengan Jepang dan Belanda. Termasuk sepak bolanya. Atau filmnya.

Pernah suatu ketika, pada 7 Juni 2013, saat timnas Belanda melakukan latih tanding di Jakarta melawan timnas Indonesia, sebagian isi stadion mendukung Belanda. Pendukung itu bukan orang Belanda, juga bukan keturunan dan pemegang paspor berlambang singa bermahkota. Mereka itu masyarakat Indonesia. Mereka mencintai timnas Indonesia, namun tak bisa berbohong menyukai sepak bola Negeri Kincir Angin tersebut.

Memori keterjajahan itu tak sampai menyentuh kebencian. Rasa ini hanya dipelihara nenok moyang saja. Dulu. Dulu sekali. Mungkin, era kebencian terhadap Belanda dan Jepang sudah entas sejak 1970-an. Atau malah lebih cepat. Sebaliknya, kebencian menyala-nyala setiap berhadapan dengan Malaysia.

Tapi, berkat Jepang pula Indonesia merdeka. Saya ingin tak setuju dengan kalimat ini. Namun ada benarnya. Bukan niat Jepang memberikan kemerdekaan, tetapi kehadirannya memberi celah. Indonesia merdeka pada 1945. Suka atau tidak, sering disebutkan Jepang turut berperan.

Yang jelas, Belanda dan Jepang akhirnya menyingkir. Pergi selamanya dengan membawa berbera mereka yang telah robek atau hangus.

***

Minggu (28/10) malam nanti, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, timnas Indonesia U-19 akan menghadapi Jepang U-19. Ini pertandingan babak delapan besar Piala Asia U-19 2018. Jepang melaju ke babak ini dengan status juara Grup A dengan menyapu bersih tiga laga, sedang Indonesia runner-up Grup A dengan modal dua kemenangan.

"Tak ada yang tidak mungkin dalam sepak bola," kata Bambang Nurdiansyah. Itu saya baca dari tulisan wartawan di sebuah koran. Bambang ini, yang lebih biasa disapa Banur, mantan striker tajam di masanya. Ia pernah tampil di Piala Dunia U-20. 40 tahun lalu. "Sepak bola tak seperti matematika," sambungnya.

Maksud Banur, Indonesia punya potensi mengalahkan Jepang. Tim asuhan Indra Sjafri itu sangat mungkin mengalahkan Young Samurai Blue. Segagah apapun Jepang, Indonesia punya kualitas tak kalah bagus. Kecepatan ada, kemampuan punya, kolektivitas terlihat, dan mentalitas sudah terbukti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline