Lihat ke Halaman Asli

Abdul Susila

Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

Paradoks demi Paradoks, Indra Sjafri Dibelenggu Marjin Kanan

Diperbarui: 14 Juli 2018   03:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemain timnas Indonesia U-19 Witan Sulaiman menangis karena gagal penalti saat jumpa Malaysia, dalam laga semifinal Piala AFF U-19 2018, Kamis (12/7) lalu. Photo by: OkeZone

Piala Asia U-19 2018. Itulah target utamanya. Bukan Piala AFF U-19 2018. Kejuaraan antar negara Asia Tenggara ini hanya uji coba. Batu loncatan. Sekedar memanaskan mesin. Sudah lima bulan diparkir. Namun, kegagalan di AFF juga cerminan kekuatan. 

Indra Sjafri, pelatih timnas Indonesia U-19, terlalu apatis. Egy Maulana Vikri, yang baru memulai adaptasi di Polandia, dipaksa pulang. Ini buang-buang energi. Egy belum mendapatkan apa-apa di Gdansk. 

Kota pantai berpenduduk 463 ribu orang itu pun belum mengidolakan Egy. Belum ada gol pula yang diciptakan pemuda 17 tahun tersebut. Calon bintang ini dipaksa benderang. Padahal, dua tahun lagi sinarnya baru terasa. Anak puber ini dijadikan paradoks. Nostalgia 2013 menggelayuti Indra, juga pecinta bola lokal macam saya.  

Ah, mari lupakan sejenak Egy. Biarkan ia bersenang-senang di sana. Bersama klub barunya Lechia Gdansk.

Masih ada tiga bulan waktu menuju Piala Asia U-19 2018. Ini waktu minimal untuk bersiap. Cukup ideal. Program menuju puncak performa masih bisa dirancang. Itu kata Ivan Kolev. Mantan pelatih Indonesia (senior). 

Ada tiga lawan Indonesia di Piala Asia U-19; Taiwan, Qatar, Uni Emirat Arab (UEA). Dari tiga itu, dua di antaranya mantan juara. UEA angkat piala pada 2008, sedang Qatar pada 2014. Meski kekuatan terkini kedua tim sudah berbeda, level dan sejarah berbicara. 

Panjang atau Berkala

Ini pertanyaan yang sedang hangat. Bagaimana fotmat pemusatan latihan Garuda Nusantara? Jangka panjang atau periodik (berkala)?  Keduanya sama-sama punya plus minus. 

Kelebihannya, chemistry niscaya terjalin. Fisik pemain juga terjaga. Hanya saja, kejenuhan pasti mendera. Eksklusivitas tercipta. Dan ini sangat berbahaya. Kisah 2014 kiranya bisa jadi cerminan. 

Pakar selalu berkata, kompetisi yang menciptakan tim juara. Dari 23 nama skuat Indonesia U-19 saat ini, 21 di antaranya memiliki klub. Hanya dua yang masih menimba pengalaman di PPLP Ragunan. Namun, dari 21 itu, siapa yang konsisten mendapat jam terbang? 

Hanya ada lima yang rutin tampil; Saddil Ramdani (Persela), Nurhidayat Haji Haris (Bhayangkara FC), Syahrian Abimanyu (Sriwijaya FC), Rafi Syarahil (Barito Putera) dan Firza Andika (PSMS). Sisanya seperti Hanis Saghara (Bali United), Asnawi Mangkualam (PSM), Todd Rivaldo Ferre (Persipura), Rifad Marasabessy (Madura United), sesekali saja dimainkan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline