Lihat ke Halaman Asli

Suci Maitra Maharani

Tidak suka kopi

(Bukan) Dongeng Ironi

Diperbarui: 13 Oktober 2016   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber : glasshouse images

Tak habis-habis ia menyesali keteledoran, kebiasaan menjadi pelupa. Melihat wajah anak itu selalu saja rasa bersalah membayang hebat. Mengapa tak ada penjelasan? Mengapa lupa? Dan sederet tanya yang tentu tak menemukan jawab. Terlanjur semua sudah lewat, mau apa lagi.

***

Seketika usai jengger yang bergetar dari para kokok jantan pagi hari, saat itu pula lengan rentanya meraba Rahmat, minta dipapah ke kamar mandi.

“Subuh, Le*. Bapak mau wudhu.”

Dan oleh setia yang mutlak, bocah sepuluh tahun itu menyibak sarung lalu bangkit, menarik tubuh kurus lemah bapaknya untuk segera dibawa ke sumur. Begitulah rasa memilikinya, tidak perlu menunggu nanti ketika matahari agak lebih tinggi, atau sejenak duduk hingga hilang kantuk.

Setelah usai segala wirid dan do’a-do’a, tua itu berganti minta. Kali ini halaman belakang rumah.

“Le, apa sudah pagi? Ayo anter Bapak ke belakang. Mau lihat langit.” hingga matahari terasa hangat nanti ia masih akan betah duduk menikmati.

Rahmat tetap siaga, dengan senang hati melakukan apapun yang Bapaknya inginkan, meski sesekali sempat ia merasa nelangsa. Apa yang dimaksud Bapak dengan melihat langit?

Sudahlah, mereka hanya makhluk makhluk sederhana dengan standard bahagia yang juga amat sangat sederhana.

Sesederhana pekerjaan dari seorang bocah yang belum genap balighnya, turut menyusuri rumah demi rumah asal dapat barang sebongkah besi tak layak pakai dan menukarnya dengan uang pada pengumpul rongsok. Dan uang itu, kemana lagi jika bukan dibawa pulang dalam kerat tahu atau tempe juga olahan lain kedele semisal kecap, sebagai lauk nasi raskin yang rasa manis gurihnya lesap disesap status ‘miskin’.

“Makan dulu ya, Pak. Terus minum obat.” begitu Rahmat tak kunjung bosan mengganti waktu, tentu saja dengan harapan kesembuhan dari satu-satunya di bumi yang ia sebut keluarga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline