Lihat ke Halaman Asli

Maira Ressa

Myrressa

Pembatalan Kebijakan SKB 3 Menteri

Diperbarui: 24 Mei 2021   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

SKB 3 MENTERI

(Essay for Creative Writing)

Pada beberapa minggu lalu dunia pendidikan di Indonesia di heboh kan tentang SKB 3 Menteri, lewat SKB No 02/KB/2021,yang disahkan dan ditetapkan pada Rabu, 03 Februari 2021, Pemerintah memberi waktu 30 hari atau sebulan kepada pemerintah daerah dan sekolah untuk "membereskan" aturan soal seragam dan atributnya yang tak sesuai dengan ketentuan dalam SKB. Kementerian Pendidikan membuat pengaduan yang berkaitan dengan pelanggaran "SKB tiga menteri" itu melalui unit layanan terpadu atau melalui website dan email. "Akan kami monitor untuk memastikan pelanggaran-pelanggaran itu tak terjadi," ujar Nadiem Makarim, Rabu pekan lalu.

Tak sekedar "perintah," SKB ini juga seolah-olah mengancam memberi sanksi kepada sekolah hingga kepala daerah yang tak segera melaksanakan kebijakan tersebut. Pemda memberi sanksi kepada sekolah yang tak mematuhi SKB ini, gubernur menjatuhkan sanksi kepada kepala daerah yang mengabaikan SKB, dan Kementerian Dalam Negeri menjatuhkan sanksi untuk gubernur yang tak melaksanakan. Menteri pendidikan juga akan memberi sanksi berkaitan dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sekolah-sekolah yang tidak mengikuti SKB tersebut.
Menurut Menteri Agama, Yaqut Cholil, latar belakang terbitnya SKB 3 Menteri ini karena adanya kasus-kasus pelarangan dan pemaksaan pakaian seragam bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang dilakukan pemerintah daerah. Ia memberi contoh peristiwa yang terjadi di Padang. "Saya meyakini itu hanya puncak gunung es," kata Yaqut.

Setelah kebijakan itu diumumkan para orangtua yang beragama non-muslim resah dan banyak yang lebih baik tidak sekolah di pemerintahan daripada anak-anak mereka harus mengenakan jilbab dan sebagainya.
Kebijakan SKB 3 Menteri ini mengundang kontra bagi orangtua siswa yang beragama non-muslim, banyak dari mereka yang mengatakan tolerensi dari beragama sudah menyeleweng dan adanya SKB 3 Menteri membuat siswa-siswa yang beragama non-muslim merasa tertindas dan jatuhnya pemaksaan terhadap suatu kepercayaan.
Namun sekarang para siswa dan orang tua tidak perlu resah lagi dengan kebijakan SKB 3 Menteri karena kebijakan tersebut telah dibatalkan sehingga siswa tidak perlu lagi tertekan dengan adanya pemaksaan memakai jilbab ke sekolah khususnya sekolah negeri.
Untuk orangtua yang muslim merasa ini adalah hal yang bagus dan yang sangat dianjurkan untuk anak-anak mereka, saya rasa tidak ada orang tua yang beragama muslim yang menolak kebijakan ini, dikarenakan ini adalah salah satu syariat agama islam maka dari itu mereka merasa baik-baik saja dan malah sangat senang.

Namun dibalik semua pro dan kontra oleh orangtua dari yang beragama muslim hingga non-muslim, saya merasa kebijakan ini sedikit merugikan untuk siswa-siswa yang beragama non-muslim.Walaupun siswa yang beragama muslim dan non-muslim disatukan dengan sekolah yang sama, tidak seharusnya membuat kebijakan yang merugikan salah satu agama, mereka dan para siswa bisa hidup berdampingan dengan pakaian dan agama yang mereka anut tanpa adanya tekanan dari pemerintah yang membuat para siswa non-muslim merasa tidak dipedulikan. Saya sebagai seorang muslim merasa tidak setuju dengan diberlakukannya kebijakan SKB 3 Menteri ini, ini seperti membuat tekanan bagi siswa-siswa yang beragama non-muslim, kecuali jika sekolah itu memang sekolah terkhusus untuk muslim dan orang-orang didalam sekolah itupun mengetahui terlebh dahulu aturan yang diberlakukan , bukan kebijakan yang tiba-tiba ditetapkan dan merugikan agama lain.

Di Indonesia sendiri agama Islam adalah agama mayoritas dan disetiap sekolah-sekolah negeri pun pelajaran tentang agama islam selalu dimasukkan pada setiap tahunnya. Semoga dengan dihilangkan atau dibatalkannya kebijakan SKB 3 Menteri ini orang-orang yang beragama non-muslim tidak merasa tertindas dan tidak merasa diminoritaskan. Untuk yang beragma islam sendiri semoga bisa tetap mematuhi aturan menggunakan jilbab meskipun setelah selesai sekolah banyak dari siswa-siswa yang belum sepenuhnya menggunakan jilbab. Tolerensi beragama sangat diutamakan di Indonesia, semoga kedepannya kita bisa hidup bertetangga atau berdampingan dengan aman walaupun berbeda adat dan agama.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline