Lihat ke Halaman Asli

Cinta Tukang Cukur

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Azan subuh telah membangunkan tubuhnya yang ringkih,
Segera dia ajak raganya untuk beranjak meninggalkan tempat tidur
Kasur lusu dan seprei kumal tak mampu untuk menahannya
Dia bergegas seakan ingin menemui seseorang yang begitu penting dalam hidupnya
Baju koko warna coklat yang sudah terlihat tidak baru lagi
Peci putih yang baru dibeli di pasar pagi minggu kemarin
Adalah pakaian kebesaran yang digunakan untuk menghadap sang kekasih
Rupanya dia tidak ingin ketinggalan shalat sunnat 2 rakaat
Yang konon lebih baik dari dunia serta seluruh isinya.
Dalam doanya yang panjang dia tumpahkan seluruh beban hidupnya
Beban yang membuat dia kelihatan lebih tua dari umur yang sebenarnya
Beban yang selama ini membebani pundaknya yang kelihatan kokoh
Kemarin dia mendapat kabar kalau ibunya jatuh sakit
Uang jerih payahnya sebagai tukang cukur pinggir jalan ternyata belum cukup
Yah, belum cukup untuk beli obat dan ongkos pulang
“Pulanglah segera kak, ibu sakit lagi, sesak napasnya semakin parah.
Ibu sering mengigau memanggil kakak”
Begitu pesan pendek dari adiknya yang dia terima lewat Hp tetangganya.
Hidup ini kejam, Yang Maha Kuasa telah memanggil ibunya tanpa sempat dia temui
Lima tahun yang lalu saat hendak berangkat ke kota ini dia menitip pesan janji pada adiknya
“Biarlah kakak ke Jakarta untuk cari uang untuk biaya sekolah kamu, kakak berharap kelak kamu akan menjadi orang yang berhasil.
Jaga ibu baik-baik karena dia sering sakit setelah kematian ayah”
Mengigat kembali pesan janji itu membuat hatinya makin perih, janji yang tidak sepenuhnya dia bisa penuhi walau dia telah berusaha
Kadang dia tidak bisa mengirim uang karena keadaan yang memaksa.
Dia sadar bahwa modal kerja keras dikota ini ternyata tidak cukup.
Dia salah satu dari sekian banyak orang yang menjalani perihnya hidup
Dia adalah tukang cukur langgananku,
kemahirannya memotong rambut ternyata tidak sanggup memotong nasibnya yang buruk.
Kini dia mencoba bertahan karena cinta,
Cinta yang tulus kepada adiknya
Semoga nasib adiknya lebih baik dari nasibnya, gumamnya.
M.J Juanna




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline