Lihat ke Halaman Asli

Ibuku Pahlawanku

Diperbarui: 16 Januari 2024   15:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Source by Mainar/dok. pri

Harniyati, itulah nama lengkap wanita yang kuanggap sebagai pahlawan dan panutan di dalam hiduku. Beliau lahir di Banjarnegara pada tanggal 12 September 1968. Menikah dengan lelaki yang kesebut "Bapak" yang sangat aku hormati sebagai kepala keluarga.

            Wanita baya yang biasa kusapa Ibu di dalam rumah yang penuh kedamaikan itu kini menjadi yatim piatu. Kakek dan Nenek, yang merupakan orangtuanya telah kembali pada sang maha pemilik hidup. Bangga sekali rasanya saat melihat kelopak bunga indahnya dipenuhi air mata tulus setelah ditinggalkan oleh orangtua tercintanya. Ibuku adalah wanita yang mampu menghadapi segala permasalahan dengan kekuatan. Senang mendidik dan mengasuh anak. Dia tidak peduli betapa lelahnya dia atau seberapa banyak dia berkeringat, hanya untuk membuat anak-anak bahagia. Memikirkan kesulitan yang ibu saya lakukan hingga melakukan pengorbanan yang sangat besar untuk menyekolahkan saya ke SMA, saya merasakan pengorbanan luar biasa yang dilakukan ibu saya selama ini. Terkadang saya melakukan kesalahan tanpa saya sadari telah menyakiti perasaannya, namun ibu saya sangat sabar dan selalu memaafkan kesalahan anaknya. Seperti inilah ibu dimataku.

            Ibuku bukanlah tipe wanita yang suka manja pada suami, juga bukan tipe wanita yang selalu bergantung pada suaminya. Dia juga bukan tipe wanita yang hanya bersantai di rumah. Tapi ibu adalah wanita pekerja keras, apapun kesibukannya, dia selalu meluangkan waktu untuk melakukannya, dan tentunya dia juga sibuk membantu suaminya mencari nafkah dan memberi makan anak-anaknya. Sesibuk apapun seorang ibu, ia tidak akan pernah melupakan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, ia tidak akan pernah mengabaikan tugas-tugas seperti memasak, membersihkan rumah, dan mencuci pakaian untuk suami dan anak-anaknya.

            Setiap malam aku selalu bisa melihat ibuku salat tajahjad, bahkan aku melihat air mata mengalir di pipinya. Entahlah, entah apa yang didoakan ibuku, tapi yang pasti dia mendoakan agar anak-anaknya bisa berguna dan membahagiakan orang tuanya. Ibu saya juga senantiasa mengingatkan saya akan kewajiban saya sebagai seorang muslim, yaitu shalat lima waktu, puasa senin dan kamis, shalat sunnah, dan beliau selalu mengingatkan saya akan hal ini ketika saya jauh darinya. Beliau selalu menyemangatiku di belakangku, "Nak, raih cita-citamu dan lulus tepat waktu." Kata-kata ini selalu kuingat. Mungkin inilah harapan ibu saya kepada saya, agar saya dapat lulus dengan sukses dan mendapatkan gelar sarjana.

            Terkadang ibu mengeluh ketika mulai merasa lelah. Namun perlahan ia mulai bangkit kembali, ia mulai berjuang kembali, dan terus bekerja keras hingga puncak kebahagiaan pun tiba. Saya juga tahu bahwa hanya ada satu hal yang diinginkan ibu saya, yaitu melihat anak-anaknya bahagia di masa depan, dan saya berharap itu bisa saya capai. Saat aku melihat wajah ibuku yang lesu, aku selalu melihat cahaya doa. Dia memanjatkan doa ini kepada anak-anaknya. Bu, saat aku melihatmu, aku hanya bisa berdoa dalam hati. Namun doa ibu itu tulus. Sama seperti ibuku yang tidak pernah lupa mendoakanku. Aku yakin dimanapun ibu berada, di luar sana ada doa-doa sederhana yang akan tumbuh indah seiring berjalannya waktu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline