"There is a vague popular belief that lawyers are necessarily dishonest." Demikian pernah disampaikan salah satu advokat handal yang diakhir kariernya menjadi Presiden Amerika Serikat ke 16, Abraham Lincoln. Ungkapan tersebut jika diterjemahkan dalam bahasa bebas akan berarti bahwa, " Ada rumor terkenal yang dipercaya masyarakat bahwa advokat sebenarnya berlaku tidak jujur karena dipaksa oleh keadaan." Ungkapan yang pernah dikatakan Abraham Lincoln lebih dari seratus tahun lalu ini, sebenarnya masih relevan dengan kondisi sekarang dan mungkin hingga hari kiamat nanti.
Betapa tidak, sebenarnya pada diri advokat disandarkan harapan akan kemenangan dalam berperkara atau kebebasan dari jerat hukum bagi klien yang telah mengeluarkan biaya jasa advokat.
Siapapun orangnya pasti tidak ingin berurusan dengan hukum, akan tetapi manakala sudah terlanjur terjerat kasus hukum pasti akan berusaha dengan segala upaya agar bisa terlepas dari kasus tersebut. Bagi orang yang tidak paham hukum pada saat seperti ini biasanya mereka akan meminta bantuan jasa advokasi dari advokat.
Dalam perkembangannya semakin maju dan kompleks suatu peradaban, akan semakin banyak pula orang yang membutuhkan bantuan jasa advokat. Hal karena semakin kompleks suatu peradaban dalam masyarakat akan semakin banyak peraturan dibuat serta semakin banyak pula terjadi perbenturan kepentingan di dalamnya.
Sebagai contoh adalah lahirnya Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 beserta perubahannya. UU ITE dibuat karena adanya kebutuhan masyarakat setelah maraknya penggunaaan internet dan data elektronik, hampir seluruh warga masyarakat menggunakan internet untuk beraktivitas setiap hari.
Sehingga untuk menjaga dan mengatur ketertiban sosial perlu peraturan dalam bentuk undang-undang yang mengaturnya yaitu UU ITE. Akan terasa aneh dan mubadzir jika UU ITE dibuat 50 tahun lalu saat masyarakat belum memahami dan menggunakan internet.
Oleh karena itu semakin maju suatu peradaban akan semakin banyak peraturan dibuat untuk menjaga ketertiban sosial serta akan semakin banyak jasa advokat diperlukan. Menurut Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003, Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
Pengguna jasa advokat bukan hanya orang yang tidak memahami hukum tetapi juga bisa orang yang tahu hukum namun tidak punya waktu untuk melakukan proses hukum. Sebagai contoh misalnya Direktur perusahaan pertambangan yang lebih memilih menggunakan jasa advokat untuk suatu urusan daripada harus melakukannya sendiri karena menilai waktunya akan lebih berharga jika dipergunakan untuk mengerjakan hal-hal lain yang lebih penting dan lebih bernilai secara ekonomis.
Beban untuk memenangkan perkara atau selesainya suatu urusan hukum sesuai keinginan klien kadang membuat advokat gamang. Sesuai kode etik advokat, sebenarnya advokat tidak dibenarkan menjamin kepada klien bahwa perkara yang ditanganinya akan menang, sementara pada saat pertama menunjuk advokat klien pasti berharap advokat yang ditunjuknya akan memenangkan perkaranya.
Hal ini wajar karena klien rela mengeluarkan uang jasa untuk membayar profesional itu agar perkaranya dimenangkan, bukan membayar untuk kalah. Harapan yang besar dari klien ini yang kadang membuat advokat melakukan upaya-upaya lain diluar jalur hukum yang hingga bisa melanggar sumpah advokat dan tidak dibenarkan oleh peraturan yang ada.
Dalam sumpah advokat diikrarkan bahwa, advokat tidak akan memberikan sesuatu atau menjanjikan sesuatu kepada hakim, pejabat pengadilan atau pejabat lainnya agar memenangkan atau menguntungkan klien yang ditanganinya. Sementara pada sisi penegak hukum dari unsur lain juga ada zona integritas yang tidak boleh dilanggar dalam menyelesaikan suatu perkara.