Lihat ke Halaman Asli

Maimun Ridwan Mukaris

Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation

Dilema Upah Buruh

Diperbarui: 27 Desember 2019   11:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teatrikal buruh dengan memakai kostum pocong menolak kenaikan premi BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen di depan Kantor DPRD Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2019) KOMPAS.com/Labib Zamani

Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kab/Kota (UMK) tahun 2020 untuk sebagian besar wilayah di Indonesia (pada saat tulisan ini dibuat) telah ditetapkan oleh Gubernur masing-masing.

Penetapan upah tersebut kenaikannya dilakukan sebesar jumlah nilai Laju Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tanggal 15 Oktober 2019. 

Dalam surat edaran tersebut dinyatakan bahwa berdasarkan Surat Kepala BPS Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 inflasi nilainya dihitung sebesar 3,39% dan PDB sebesar 5,12%, sehingga berdasarkan data tersebut maka kenaikan UMP dan atau UMK  adalah sebesar 8,51% yang berasal dari penjumlahan laju inflasi dan PDB.

Rumus kenaikan upah minimum berdasarkan laju inflasi dan PDB tersebut didasarkan pada ketentuan pasal 44 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa nilai laju inflasi dihitung sejak bulan September tahun sebelumnya hingga bulan September tahun berjalan. Sedang pertumbuhan PDB dihitung berdasarkan PDB kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan PDB kwartal I dan II tahun berjalan.

Nilai kenaikan upah minimum yang telah ditetapkan tersebut tentunya tidak seperti yang diharapkan para pekerja/buruh dan aktivis perburuhan yang dari awal mula sudah meminta agar kenaikan upah minimum ditetapkan sebesar 15% sesuai hasil survey yang menurut mereka telah mereka lakukan dengan dasar 78 item Komponen Hidup Layak (KHL).

Survey ini bila memang telah dilakukan, tentunya hanyalah merupakan survey internal yang hasilnya tidak dapat dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan kenaikan upah. Hanya untuk data pembanding saja yang dalam bahasa sehari-hari boleh dikatakan sebagai survey yang tidak sah karena:

  • Menurut peraturan yang berlaku dan pernah berlaku seperti Permenaker No 21 Tahun 2016 jo. Permenaker No. 13 Tahun 2012 jo. Permenaker No. 17 Tahun 2005, survey KHL dilakukan oleh tim dari Dewan Pengupahan baik ditingkat kabupaten/kota maupun propinsi dengan metode survey tertentu yang hasilnya dituangkan dalam berita acara hasil survey.

    Dewan Pengupahan keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, perguruan tinggi/pakar, organisasi pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh. Dengan demikian tidak diperbolehkan kalau ada unsur tertentu dalam hubungan industrial melakukan survey secara sendiri (internal) kemudian mendesak hasil survey-nya dijadikan pedoman dalam mengambil suatu keputusan karena tidak ada dasar hukum untuk membenarkan hal tersebut.

  • Sesuai lampiran I Permenaker No. 13 Tahun 2013, Komponen Hidup Layak (KHL) hanya terdiri dari 60 komponen sehingga survey yang dilakukan dengan menggunakan 78 komponen tersebut dengan sendirinya tidak memenuhi syarat untuk dijadikan pedoman dalam menentukan nilai KHL karena komponen yang disurvey tidak didasarkan pada suatu aturan dan pihak yang melakukan juga tidak berwenang untuk melakukan survey.

Atas dasar kedua alasan tersebut maka adalah wajar jika pihak yang berwenang untuk menetapkan UMP dan UMK (dalam hal ini adalah Gubernur) tidak menjadikan survey yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh sebagai dasar dalam menetapakan.

Polemik besaran kenaikan upah minimum adalah ritual tahunan yang selalu menjadi perdebatan tiap akhir tahun saat akan ditetapkan. Pihak pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh biasanya meminta kenaikan upah minimum sebesar mungkin sesuai keinginan mereka, sementara pada sisi pengusaha mengharapkan agar kenaikan upah minimum bisa ditekan sekecil mungkin.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline